50 Tahun ASEAN dan Tantangan Ekonomi Masa Depan
A
A
A
SINGAPURA - Saat di bangku sekolah, kita kerap mendapat pertanyaan dari guru soal kapan berdirinya Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asia Nations/ASEAN). Organisasi yang lahir dari Deklarasi Bangkok akan genap berusia 50 tahun pada 8 Agustus besok.
Menandai setengah abad organisasi ini, banyak kemajuan ekonomi dan sosial yang telah diraih, termasuk pembangunan infrastruktur listrik dan stabilitas politik yang relatif kondusif.
Mengutip Bloomberg, Senin (7/8/2017), ke-10 anggota ASEAN mencatat pertumbuhan ekonomi membanggakan, dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 6% yang ditorehkan Filipina dan Vietnam. Populasi gabungan lebih dari 620 juta penduduk dan ekonomi sebesar USD2,6 triliun, potensi investasi di ASEAN sangat besar. Forum Ekonomi Dunia memprediksi kawasan ini akan memiliki ekonomi terbesar kelima di dunia.
Namun untuk meraih ke sana, bukan jalan yang mudah. Bisnis masih menghadapi batasan kendati telah membuat cetak biru 2015, untuk menghilangkan hambatan perdagangan dan menciptakan pasar tunggal demi memungkinkan arus barang, layanan, dan tenaga kerja bebas.
Beragam rezim politik, dari demokrasi di Indonesia, junta militer di Thailand, dan pemerintahan sosialis di Laos dan Vietnam menghadirkan hambatan untuk hubungan yang lebih erat. Termasuk isu-isu saling klaim dan persaingan di beberapa bagian Laut China Selatan yang bisa memicu perselisihan.
“Ini menjadi tantangan bagi ASEAN berikutnya,” ujar Song Seng Wun, ekonom di CIMB Private Banking di Singapura, yang telah mengamati wilayah ini selama lebih dari dua dekade.
Berdiri pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, lima anggota pendiri: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mendirikan ASEAN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempromosikan perdamaian. Sejak saat itu, ASEAN telah berubah dari negara-negara miskin dan pertanian menjadi pusat produksi, mulai dari produk mobil ke telepon selular. Berikut prospek dan tantangan ekonomi ASEAN di masa depan:
Prospek Ekonomi
Tahun 2016, produk domestik bruto di ASEAN telah melonjak menjadi USD2,6 triliun. Padahal pada 1970, PDB ASEAN hanya sebesar USD37,6 miliar. Dan BMI Research melansir pertumbuhan ekonomi ASEAN pada tahun depan, rata-rata 4,9%, dimana Myanmar, Vietnam, dan Filipina berada dalam ekspansi tercepat.
Perdagangan
Banyak anggota ASEAN yang sangat bergantung ekonominya dari ekspor komoditas, sehingga mereka bergantung terhadap siklus pertumbuhan ekonomi global. Dan Asia Tenggara telah muncul sebagai alternatif manufaktur yang kuat bersaing dengan China, dibantu biaya tenaga kerja yang lebih rendah, meningkatnya permintaan domestik dan perbaikan infrastruktur.
Hanya saja menurut Capital Economics Ltd., perdagangan antar anggota ASEAN masih rendah dibandingkan kelompok regional lain seperti Uni Eropa. Perdagangan intra-regional hanya seperlima dari total perdagangan ASEAN, bandingkan dengan UE yang sudah mencapai 60%. Ekonom senior Asia di London, Gareth Leather menyebut hambatan non-tarif merupakan penyebab rendahnya perdagangan antar anggota, terutama di Indonesia.
Investasi
Negara ASEAN menikmati keuntungan dari bonus demografi. Sementara itu, orang-orang di China, Jepang, dan Hong Kong mengalami kontraksi karena rendahnya pertumbuhan penduduk yang berdampak pada angkatan kerja muda mereka. Sementara, kata Nomura Holdings Inc., populasi usia kerja warga Asia Tenggara terus berkembang hingga tahun 2020.
Tentu saja bonus demografi itu harus diimbangi dengan investasi dan penyediaan lapangan kerja, agar tidak menjadi liabilitas. Dan prospek pertumbuhan yang kuat di kawasan ini memikat lebih banyak investasi. Diantaranya Coca-Cola yang berkembang di Vietnam dan Myanmar, sementara kabarnya Apple Inc., akan membangun pusat penelitian di Indonesia.
Menandai setengah abad organisasi ini, banyak kemajuan ekonomi dan sosial yang telah diraih, termasuk pembangunan infrastruktur listrik dan stabilitas politik yang relatif kondusif.
Mengutip Bloomberg, Senin (7/8/2017), ke-10 anggota ASEAN mencatat pertumbuhan ekonomi membanggakan, dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 6% yang ditorehkan Filipina dan Vietnam. Populasi gabungan lebih dari 620 juta penduduk dan ekonomi sebesar USD2,6 triliun, potensi investasi di ASEAN sangat besar. Forum Ekonomi Dunia memprediksi kawasan ini akan memiliki ekonomi terbesar kelima di dunia.
Namun untuk meraih ke sana, bukan jalan yang mudah. Bisnis masih menghadapi batasan kendati telah membuat cetak biru 2015, untuk menghilangkan hambatan perdagangan dan menciptakan pasar tunggal demi memungkinkan arus barang, layanan, dan tenaga kerja bebas.
Beragam rezim politik, dari demokrasi di Indonesia, junta militer di Thailand, dan pemerintahan sosialis di Laos dan Vietnam menghadirkan hambatan untuk hubungan yang lebih erat. Termasuk isu-isu saling klaim dan persaingan di beberapa bagian Laut China Selatan yang bisa memicu perselisihan.
“Ini menjadi tantangan bagi ASEAN berikutnya,” ujar Song Seng Wun, ekonom di CIMB Private Banking di Singapura, yang telah mengamati wilayah ini selama lebih dari dua dekade.
Berdiri pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, lima anggota pendiri: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mendirikan ASEAN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempromosikan perdamaian. Sejak saat itu, ASEAN telah berubah dari negara-negara miskin dan pertanian menjadi pusat produksi, mulai dari produk mobil ke telepon selular. Berikut prospek dan tantangan ekonomi ASEAN di masa depan:
Prospek Ekonomi
Tahun 2016, produk domestik bruto di ASEAN telah melonjak menjadi USD2,6 triliun. Padahal pada 1970, PDB ASEAN hanya sebesar USD37,6 miliar. Dan BMI Research melansir pertumbuhan ekonomi ASEAN pada tahun depan, rata-rata 4,9%, dimana Myanmar, Vietnam, dan Filipina berada dalam ekspansi tercepat.
Perdagangan
Banyak anggota ASEAN yang sangat bergantung ekonominya dari ekspor komoditas, sehingga mereka bergantung terhadap siklus pertumbuhan ekonomi global. Dan Asia Tenggara telah muncul sebagai alternatif manufaktur yang kuat bersaing dengan China, dibantu biaya tenaga kerja yang lebih rendah, meningkatnya permintaan domestik dan perbaikan infrastruktur.
Hanya saja menurut Capital Economics Ltd., perdagangan antar anggota ASEAN masih rendah dibandingkan kelompok regional lain seperti Uni Eropa. Perdagangan intra-regional hanya seperlima dari total perdagangan ASEAN, bandingkan dengan UE yang sudah mencapai 60%. Ekonom senior Asia di London, Gareth Leather menyebut hambatan non-tarif merupakan penyebab rendahnya perdagangan antar anggota, terutama di Indonesia.
Investasi
Negara ASEAN menikmati keuntungan dari bonus demografi. Sementara itu, orang-orang di China, Jepang, dan Hong Kong mengalami kontraksi karena rendahnya pertumbuhan penduduk yang berdampak pada angkatan kerja muda mereka. Sementara, kata Nomura Holdings Inc., populasi usia kerja warga Asia Tenggara terus berkembang hingga tahun 2020.
Tentu saja bonus demografi itu harus diimbangi dengan investasi dan penyediaan lapangan kerja, agar tidak menjadi liabilitas. Dan prospek pertumbuhan yang kuat di kawasan ini memikat lebih banyak investasi. Diantaranya Coca-Cola yang berkembang di Vietnam dan Myanmar, sementara kabarnya Apple Inc., akan membangun pusat penelitian di Indonesia.
(ven)