Mogok Pekerja JICT Berakhir, Iklim Pelabuhan Belum Kondusif
A
A
A
JAKARTA - Iklim kondusif pelabuhan belum kembali terjaga, meski Serikat Pekerja (SP) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) telah menghentikan mogok kerja sejak 7 Agustus 2017 lalu. Gejolak kembali terjadi, setelah Ketua Umum SP JICT Nova Sofyan Hakim mengutarakan dugaan intimidasi yang dilakukan oleh pihak direksi.
Lebih lanjut dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (9/8/2017) beberapa pekerja telah mendapatkan surat peringatan kedua yang diikuti pemotongan gaji kepada ratusan pekerja yang ikut mogok JICT. "Apa yang dilakukan Direksi sesungguhnya dapat dikategorikan tindakan intimidasi terhadap pekerja dan mengancam kondusivitas pelabuhan," ungkap Nova.
Sambung Ia menerangkan bahwa surat peringatan tersebut dikirimkan sehari setelah mogok dihentikan dan dikirimkan sekitar pukul 20.00 WIB lewat email dan langsung ke rumah masing-masing pekerja. Menurutnya tindakan tersebut patut dipertanyakan setelah wanprestasi hak pekerja dan membiarkan mogok JICT selama 5 hari serta merugikan tidak hanya bagi perusahaan namun juga bagi pelanggan.
Selain tidak berdasarkan aturan Undang-Undang, Surat Peringatan ke-2 tersebut juga menyalahi aturan PKB yang berlaku di perusahaan. Sementara pemerintah lewat Kepala Sudinaker Jakarta Utara Dwi Untoro menyatakan saat pekerja menyatakan stop mogok, bahwa surat peringatan pertama yang diberikan kepada 541 pekerja oleh Direksi dinyatakan tidak berlaku.
Nova menambahkan bukan tidak mungkin gejolak yang diciptakan Direksi JICT kepada pekerja akan kembali mengancam iklim kondusivitas pelabuhan. Bahkan dugaan tindakan intimidasi direksi JICT tidak dapat dilepaskan dari upaya membungkam pekerja yang mengkritisi perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison Hong Kong tanpa alas hukum.
"Pekerja memastikan tidak akan mundur satu langkahpun dalam upaya menyelamatkan JICT sebagai aset emas bangsa dan pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia serta fungsinya sebagai gerbang perekonomian nasional," tandasnya.
Lebih lanjut dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (9/8/2017) beberapa pekerja telah mendapatkan surat peringatan kedua yang diikuti pemotongan gaji kepada ratusan pekerja yang ikut mogok JICT. "Apa yang dilakukan Direksi sesungguhnya dapat dikategorikan tindakan intimidasi terhadap pekerja dan mengancam kondusivitas pelabuhan," ungkap Nova.
Sambung Ia menerangkan bahwa surat peringatan tersebut dikirimkan sehari setelah mogok dihentikan dan dikirimkan sekitar pukul 20.00 WIB lewat email dan langsung ke rumah masing-masing pekerja. Menurutnya tindakan tersebut patut dipertanyakan setelah wanprestasi hak pekerja dan membiarkan mogok JICT selama 5 hari serta merugikan tidak hanya bagi perusahaan namun juga bagi pelanggan.
Selain tidak berdasarkan aturan Undang-Undang, Surat Peringatan ke-2 tersebut juga menyalahi aturan PKB yang berlaku di perusahaan. Sementara pemerintah lewat Kepala Sudinaker Jakarta Utara Dwi Untoro menyatakan saat pekerja menyatakan stop mogok, bahwa surat peringatan pertama yang diberikan kepada 541 pekerja oleh Direksi dinyatakan tidak berlaku.
Nova menambahkan bukan tidak mungkin gejolak yang diciptakan Direksi JICT kepada pekerja akan kembali mengancam iklim kondusivitas pelabuhan. Bahkan dugaan tindakan intimidasi direksi JICT tidak dapat dilepaskan dari upaya membungkam pekerja yang mengkritisi perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison Hong Kong tanpa alas hukum.
"Pekerja memastikan tidak akan mundur satu langkahpun dalam upaya menyelamatkan JICT sebagai aset emas bangsa dan pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia serta fungsinya sebagai gerbang perekonomian nasional," tandasnya.
(akr)