Pelaku Usaha Ikan Tangkap Minta Kejelasan Moratorium KKP
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum juga memberikan kejelasan kepada para pelaku usaha perikanan tangkap. Kementerian dibawah komando Menteri Susi Pudjiastuti ini sempat mengeluarkan Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan NKRI.
Moratorium Pertama/Permen 56/KP/2014, 3 Nopember 201 -30 April 2015. Moratorium kedua/Permen 10/KP/2015 pada 1 Mei-31 Oktober 2015.
"Setelah selesai moratorium kedua 31 Oktober 2015, tidak ada juknis pasca moratorium itu, sehingga tidak ada keputusan pasca moratorium tersebut. Selanjutnya, tidak ada tindak lanjut yang sesuai dengan hasil moratorium," ujar Direktur Utama PT Ocean Mitramas, Hamonangan Purba di Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pada 11 Februari 2016 ada Surat Edaran dari Sekjen Kelautan dan Perikanan No. B-195/SJ/II/2016. Surat tersebut ditujukan untuk pelaku usaha dengan tingkat kepatuhan yang baik masih ditoleransi, tidak masuk daftar kelompok hitam, tidak dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan SIUP, tidak menjalani proses penyelidikan/penyidikan oleh aparat penegak hukum.
Selain itu memiliki tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan di bidang perikanan dan peraturan perundangan lainnya masih ditoleransi. Semua kapal-kapal buatan luar negeri yang tidak ditemukan melakukan pelanggaran berat dari hasil analisis dan evaluasi (Anev), selama moratorium pertama dan kedua harus deregistrasi/dihapuskan dari daftar kapal perikanan berkebangsaan Indonesia.
"Moratorium adalah penghentian sementara operasi, sementara deregistrasi adalah penghapusan dari daftar kapal berkebangsaan Indonesia," terangnya.
Karena itu, ia mengatakan, seharusnya KKP tidak demikian tetapi dilakukan pembinaan dan penyelesaian yang bijaksana. Misalnya diberikan kompensasi atau ganti rugi oleh Pemerintah. Dioperasikan diambil alih asetnya oleh BUMN.
Atau bisa saja pemerintah memberikan waktu operasi selama kurun waktu tiga tahun kedepan, dengan tujuaan melunasi modal operasi ke Bank, mempersiapkan untuk mengganti dengan kapal buatan dalam negeri dan menjual kapal buatan luar negeri yang sudah dimiliki dengan legal sebagai besi tua setelah tiga tahun kemudian, sehingga harganya cukup layak.
Moratorium Pertama/Permen 56/KP/2014, 3 Nopember 201 -30 April 2015. Moratorium kedua/Permen 10/KP/2015 pada 1 Mei-31 Oktober 2015.
"Setelah selesai moratorium kedua 31 Oktober 2015, tidak ada juknis pasca moratorium itu, sehingga tidak ada keputusan pasca moratorium tersebut. Selanjutnya, tidak ada tindak lanjut yang sesuai dengan hasil moratorium," ujar Direktur Utama PT Ocean Mitramas, Hamonangan Purba di Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pada 11 Februari 2016 ada Surat Edaran dari Sekjen Kelautan dan Perikanan No. B-195/SJ/II/2016. Surat tersebut ditujukan untuk pelaku usaha dengan tingkat kepatuhan yang baik masih ditoleransi, tidak masuk daftar kelompok hitam, tidak dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan SIUP, tidak menjalani proses penyelidikan/penyidikan oleh aparat penegak hukum.
Selain itu memiliki tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan di bidang perikanan dan peraturan perundangan lainnya masih ditoleransi. Semua kapal-kapal buatan luar negeri yang tidak ditemukan melakukan pelanggaran berat dari hasil analisis dan evaluasi (Anev), selama moratorium pertama dan kedua harus deregistrasi/dihapuskan dari daftar kapal perikanan berkebangsaan Indonesia.
"Moratorium adalah penghentian sementara operasi, sementara deregistrasi adalah penghapusan dari daftar kapal berkebangsaan Indonesia," terangnya.
Karena itu, ia mengatakan, seharusnya KKP tidak demikian tetapi dilakukan pembinaan dan penyelesaian yang bijaksana. Misalnya diberikan kompensasi atau ganti rugi oleh Pemerintah. Dioperasikan diambil alih asetnya oleh BUMN.
Atau bisa saja pemerintah memberikan waktu operasi selama kurun waktu tiga tahun kedepan, dengan tujuaan melunasi modal operasi ke Bank, mempersiapkan untuk mengganti dengan kapal buatan dalam negeri dan menjual kapal buatan luar negeri yang sudah dimiliki dengan legal sebagai besi tua setelah tiga tahun kemudian, sehingga harganya cukup layak.
(ven)