Program Kawasan Vanamei STP di Lombok Tengah Diberi Apresiasi
A
A
A
BIMA - Wakil Bupati Lombok Tengah, Lalu Pathul Bahri memberikan apresiasi program KAVAS (Kawasan Vanamei STP) karena mampu membuat petambak di lombok mampu berpenghasilan lebih dari dua puluh juga sebulan.
“Petambak bisa panen dengan hanya 20 are saja bisa panen 2 ton, hasil penjualannya bisa 135 juta,” ujar lalu saat panen raya di area KAVAS di Kec. Praya Timur. “Kalau biaya operasional selama 3 bulan sekitar 40an juta. Petambak untung bersih 60an juta. Itu per bulan 20 juta sudah kaya gaji manajer level menengah di jakarta,” imbuh Lalu dalam keternagan tertulisnya, Jumat (22/9/2017).
Lalu lebih lanjut mengatakan kesuksesan petambak yang saat ini bermitra dengan JAPFA melalui anak usahanya PT Suri Tani Pemuka mengatakan petambak harus membuka diri terhadap pengetahuan yang baru. Dia mengatakan bahwa petani yang berhasil dalam KAVAS karena bersedia mengikuti model budidaya yang diajarkan oleh pendamping dari JAPFA.
“Petambak jika mau berhasil harus terbuka terhadap ilmu yang baru. Jangan merasa sudah tahu,” ungkap Lalu. “JAPFA sudah memberikan pendamping yang standby 24 jam untuk petambak patut diapresiasi tidak ada perusahaan yang melakukan hal tersebut untuk petambak kita di lombok tengah,”imbuhnya.
Pernyataan Wabup Lalu tersebut menanggapi pernyataan dari para petambak awalnya keengganan bergabung dengan KAVAS STP. Karena cara budidaya yang diajarkan oleh STP berbeda jauh dari yang mereka ketahui sebelumnya.
“Sebelum bergabung dengan KAVAS, saat tebar benur air warnanya hijau saja sudah ditebar. Tetapi begitu ada mas wahyu (pendamping STP) aturannya banyak. Lahan harus diolah, kualitas air harus bagus, Ph air di cek secara rutin,” ujar Bandi, salah satu petambak anggota KAVAS. “Tapi begitu diikuti caranya, Insya Allah hasilnya bagus. Dahulu tidak mungkin bisa budidaya udang selama lebih dari 90 hari. Biasanya 40 hari sudah panen, kalau tidak pasti terkena penyakit dan merugi.,” imbuh Bandi.
Budidaya udang dengan masa lebih lama berarti kesempatan bagi petani untuk memperoleh keuntungan lebih besar karena mampu memproduksi udang dengan size yang lebih besar dan harga jual yang lebih mahal . Udang yang berkualitas nantinya dapat memenuhi kebutuhan cold storage (pabrik processing udang).
“Kalau mau berhasil ikut KAVAS, syaratnya cuma satu, ikut aturan dan SOP yang ditetapkan oleh JAPFA,”jelas Bandi. “Kalau ikut aturannya Insya Allah akan berhasil.,” tegasnya.
Mengubah pola budidaya merupakan pekerjaan mendasar dalam budidaya udang menjadi pekerjaan utama model pendampingan petambak yang dilakukan STP. Hal tersebut diungkapkan oleh Sarwana, Head of Shrimptech STP. Hal tersebut karena awalnya petambak di lombok tengah masih menggunakan model budidaya tradisional.
“Awalnya saya dan tim STP kesini para petambak sudah menyerah karena terkena penyakit White Feces Disease atau berak putih,” kisah Sarwana. “Saya awalnya sangat berat untuk meyakinkan petambak salah satunya Pak Menge untuk budidaya kembali,” lanjutnya.
Sarwana menegaskan keyakinannya tersebut didasari karena model budidaya petambak yang masih tradisional dan masih bisa diperbaiki. Perbaikan model budidaya tersebut diyakininya mampu mengatasi penyakit yang muncul pada udang seperti berak putih.
“Awalnya memulai tidak terlalu baik, tetapi petambak tidak merugi. Namun pada putaran kedua sudah mulai mencapai keuntungan dalam budidaya,” papar Sarwana. “Sekarang Pak Menge sudah menerapkan SOP budidaya yang baik dan sedang menunggu waktu panen untuk udang size kepala 3 (ukuran udang sekitar 30an udang per kg),” imbuhnya.
Model KAVAS yang dilakukan STP diyakini sebagai salah satu cara untuk memberdayakan petani tambak udang semmi intensif dan tradisional. Kunci utama dari pendekatan tersebut pendamping yang membantu petambak untuk dapat mengembangkan sistem budidaya yang baik.
“Petambak memiliki keinginan untuk berhasil dan mereka bersedia untuk belajar, karenanya STP memberikan pendamping yang bisa membantu mereka selama 24 jam,” jelas Sarwana. “Bagi STP dan JAPFA, keberlangsungan usaha petambak merupakan juga keberlangsungan bisnis perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip JAPFA untuk Berkembang Menuju Kesejahteraan Bersama,” tutupnya.
“Petambak bisa panen dengan hanya 20 are saja bisa panen 2 ton, hasil penjualannya bisa 135 juta,” ujar lalu saat panen raya di area KAVAS di Kec. Praya Timur. “Kalau biaya operasional selama 3 bulan sekitar 40an juta. Petambak untung bersih 60an juta. Itu per bulan 20 juta sudah kaya gaji manajer level menengah di jakarta,” imbuh Lalu dalam keternagan tertulisnya, Jumat (22/9/2017).
Lalu lebih lanjut mengatakan kesuksesan petambak yang saat ini bermitra dengan JAPFA melalui anak usahanya PT Suri Tani Pemuka mengatakan petambak harus membuka diri terhadap pengetahuan yang baru. Dia mengatakan bahwa petani yang berhasil dalam KAVAS karena bersedia mengikuti model budidaya yang diajarkan oleh pendamping dari JAPFA.
“Petambak jika mau berhasil harus terbuka terhadap ilmu yang baru. Jangan merasa sudah tahu,” ungkap Lalu. “JAPFA sudah memberikan pendamping yang standby 24 jam untuk petambak patut diapresiasi tidak ada perusahaan yang melakukan hal tersebut untuk petambak kita di lombok tengah,”imbuhnya.
Pernyataan Wabup Lalu tersebut menanggapi pernyataan dari para petambak awalnya keengganan bergabung dengan KAVAS STP. Karena cara budidaya yang diajarkan oleh STP berbeda jauh dari yang mereka ketahui sebelumnya.
“Sebelum bergabung dengan KAVAS, saat tebar benur air warnanya hijau saja sudah ditebar. Tetapi begitu ada mas wahyu (pendamping STP) aturannya banyak. Lahan harus diolah, kualitas air harus bagus, Ph air di cek secara rutin,” ujar Bandi, salah satu petambak anggota KAVAS. “Tapi begitu diikuti caranya, Insya Allah hasilnya bagus. Dahulu tidak mungkin bisa budidaya udang selama lebih dari 90 hari. Biasanya 40 hari sudah panen, kalau tidak pasti terkena penyakit dan merugi.,” imbuh Bandi.
Budidaya udang dengan masa lebih lama berarti kesempatan bagi petani untuk memperoleh keuntungan lebih besar karena mampu memproduksi udang dengan size yang lebih besar dan harga jual yang lebih mahal . Udang yang berkualitas nantinya dapat memenuhi kebutuhan cold storage (pabrik processing udang).
“Kalau mau berhasil ikut KAVAS, syaratnya cuma satu, ikut aturan dan SOP yang ditetapkan oleh JAPFA,”jelas Bandi. “Kalau ikut aturannya Insya Allah akan berhasil.,” tegasnya.
Mengubah pola budidaya merupakan pekerjaan mendasar dalam budidaya udang menjadi pekerjaan utama model pendampingan petambak yang dilakukan STP. Hal tersebut diungkapkan oleh Sarwana, Head of Shrimptech STP. Hal tersebut karena awalnya petambak di lombok tengah masih menggunakan model budidaya tradisional.
“Awalnya saya dan tim STP kesini para petambak sudah menyerah karena terkena penyakit White Feces Disease atau berak putih,” kisah Sarwana. “Saya awalnya sangat berat untuk meyakinkan petambak salah satunya Pak Menge untuk budidaya kembali,” lanjutnya.
Sarwana menegaskan keyakinannya tersebut didasari karena model budidaya petambak yang masih tradisional dan masih bisa diperbaiki. Perbaikan model budidaya tersebut diyakininya mampu mengatasi penyakit yang muncul pada udang seperti berak putih.
“Awalnya memulai tidak terlalu baik, tetapi petambak tidak merugi. Namun pada putaran kedua sudah mulai mencapai keuntungan dalam budidaya,” papar Sarwana. “Sekarang Pak Menge sudah menerapkan SOP budidaya yang baik dan sedang menunggu waktu panen untuk udang size kepala 3 (ukuran udang sekitar 30an udang per kg),” imbuhnya.
Model KAVAS yang dilakukan STP diyakini sebagai salah satu cara untuk memberdayakan petani tambak udang semmi intensif dan tradisional. Kunci utama dari pendekatan tersebut pendamping yang membantu petambak untuk dapat mengembangkan sistem budidaya yang baik.
“Petambak memiliki keinginan untuk berhasil dan mereka bersedia untuk belajar, karenanya STP memberikan pendamping yang bisa membantu mereka selama 24 jam,” jelas Sarwana. “Bagi STP dan JAPFA, keberlangsungan usaha petambak merupakan juga keberlangsungan bisnis perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip JAPFA untuk Berkembang Menuju Kesejahteraan Bersama,” tutupnya.
(wbs)