Seruan Bank Dunia untuk Negara Berkembang
A
A
A
JAKARTA - World Bank (Bank Dunia) menyerukan kepada negara-negara Asia Timur dan Pasifik untuk mengambil kebijakan ekonomi secara menyeluruh, demi menjaga ketahanan terhadap risiko. Sebelumnya bank dunia memproyeksi ekonomi di Asia Timur dan Pasifik bakal tumbuh pesat mencapai 6,4%.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty mengutarakan, agar mengambil langkah kebijakan yang tujuannya bukan pertumbuhan jangka pendek untuk mengatasi kerentanan fiskal dan sektor finansial.
"Langkah-langkah tersebut mencakup memperkuat pengawasan dan peraturan kehati-hatian di negara-negara yang mengalami pertumbuhan pesat dalam kredit dan utang sektor swasta. Mereformasi kebijakan dan administrasi pajak untuk membantu meningkatkan pengumpulan pendapatan dan siap untuk memperketat kebijakan moneter jika didukung oleh laju kenaikan suku bunga di negara maju," ujarnya saat teleconference di World Bank Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Bahkan, lanjut dia prioritas reformasi struktural berbeda-beda antar negara. Reformasi berkelanjutan sektor badan usaha milik negara di China dan Vietnam bisa memperbaiki prospek pertumbuhan. Filipina, Thailand, Laos dan Kamboja akan memperoleh manfaat dari berlanjutnya perbaikan sistem pengelolaan investasi publik untuk mendukung perluasan program infrastruktur publik. "Di Indonesia, liberalisasi regulasi investasi luar negeri tetap penting," ujar dia.
Dalam laporan World Bank, juga menyoroti potensi pengembangan pariwisata dan integrasi regional yang lebih dalam untuk mengimbangi risiko proteksionisme. Pertumbuhan pariwisata, menurutnya jika dikelola dengan baik, berpotensi menghasilkan banyak manfaat bagi kawasan ini, termasuk bagi negara-negara Kepulauan Pasifik.
"Masyarakat Ekonomi ASEAN menawarkan satu jalan unluk semakin memperkuat integrasi regional, termasuk dengan mendorong liberalisasi perdagangan jasa serta mengurangi hambatan non-tarif," paparnya.
Meskipun berhasil mengurangi kemiskinan, sambung Sudhir Shetty, ketimpangan yang tinggi dan terus meningkat semakin mengkhawatirkan, seperti halnya mobilitas yang menurun dan bertambahnya karesahan ekonomi.
"Makanya, untuk pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan, langkah-langkah untuk mengurangi kemiskinan ekstrem harus disertai dengan kebijakan yang memperluas akses terhadap layanan bermutu dan pekerjaan yang lebih produktif, juga sistem perlindungan sosial lebih kuat yang mangurangi konsekuensi guncangan yang merugikan," pungkas dia.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty mengutarakan, agar mengambil langkah kebijakan yang tujuannya bukan pertumbuhan jangka pendek untuk mengatasi kerentanan fiskal dan sektor finansial.
"Langkah-langkah tersebut mencakup memperkuat pengawasan dan peraturan kehati-hatian di negara-negara yang mengalami pertumbuhan pesat dalam kredit dan utang sektor swasta. Mereformasi kebijakan dan administrasi pajak untuk membantu meningkatkan pengumpulan pendapatan dan siap untuk memperketat kebijakan moneter jika didukung oleh laju kenaikan suku bunga di negara maju," ujarnya saat teleconference di World Bank Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Bahkan, lanjut dia prioritas reformasi struktural berbeda-beda antar negara. Reformasi berkelanjutan sektor badan usaha milik negara di China dan Vietnam bisa memperbaiki prospek pertumbuhan. Filipina, Thailand, Laos dan Kamboja akan memperoleh manfaat dari berlanjutnya perbaikan sistem pengelolaan investasi publik untuk mendukung perluasan program infrastruktur publik. "Di Indonesia, liberalisasi regulasi investasi luar negeri tetap penting," ujar dia.
Dalam laporan World Bank, juga menyoroti potensi pengembangan pariwisata dan integrasi regional yang lebih dalam untuk mengimbangi risiko proteksionisme. Pertumbuhan pariwisata, menurutnya jika dikelola dengan baik, berpotensi menghasilkan banyak manfaat bagi kawasan ini, termasuk bagi negara-negara Kepulauan Pasifik.
"Masyarakat Ekonomi ASEAN menawarkan satu jalan unluk semakin memperkuat integrasi regional, termasuk dengan mendorong liberalisasi perdagangan jasa serta mengurangi hambatan non-tarif," paparnya.
Meskipun berhasil mengurangi kemiskinan, sambung Sudhir Shetty, ketimpangan yang tinggi dan terus meningkat semakin mengkhawatirkan, seperti halnya mobilitas yang menurun dan bertambahnya karesahan ekonomi.
"Makanya, untuk pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan, langkah-langkah untuk mengurangi kemiskinan ekstrem harus disertai dengan kebijakan yang memperluas akses terhadap layanan bermutu dan pekerjaan yang lebih produktif, juga sistem perlindungan sosial lebih kuat yang mangurangi konsekuensi guncangan yang merugikan," pungkas dia.
(akr)