Andalkan Keramahan dan Kualitas Pelayanan Terbaik

Sabtu, 07 Oktober 2017 - 07:07 WIB
Andalkan Keramahan dan...
Andalkan Keramahan dan Kualitas Pelayanan Terbaik
A A A
BEREKSPRESI untuk menjadi perusahaan kelas dunia dalam bidang maintenance, repair, dan overhaul (MRO) itulah target dari PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF). Untuk mencapai target tersebut Direktur Utama GMF AeroAsia Iwan Joeniarto punya strategi sendiri.

Salah satunya dengan menggandeng mitra yang berada di luar negeri. Pelayanan total solution menjadi salah satu andalan GMF dalam menarik maskapai untuk menjadi customer perseroan. Bagaimana penjabaran total solution yang dilakukan GMF. Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Iwan Joeniarto.

Bagaimana Anda melihat prospek bisnis MRO?

Prospek MRO saya kira masih sangat besar. Tidak usah bicara yang internasional dulu. Kita bicara domestik dulu. Domestik itu kuenya masih sangat besar. Belanja airlines (maska pai) tahun ini saja yang spending untuk maintenance (perawatan) masih sekitar USD1 miliar. Namun, kami di GMF sendiri baru ambil bagian pada persentase 32%. Di luar GMF dan Batam Aero Teknik milik Lion Air itu masih ada sekitar 51% lari keluar negeri.

Prediksi sampai dengan 5 tahun kedepan, untuk belanja maintenance kita perhitungkan berdasarkan jumlah pesawat-pesawat yang akan masuk ke Indonesia itu masih ada dua kali lipat. Jadi, menurut saya pasar domestik saja masih sedemikian besarnya. Sebagian besarnya itu belum kita garap. Karena, pertama, masalah kapabilitas yang harus disiapkan dan dikembangkan oleh GMF di samping kapasitas.

Bagaimanapun pesawat perlu maintenance. Setiap operator punya namanya maintenance program. Sebelum beroperasi, mereka (airlines) harus punya maintenance program yang disahkan Kementerian Perhubungan. Dia harus mengikuti itu. Sekarang ini pasar perawatan pesawat domestik kita masih ada yang ke luar negeri. Dan ini saya bilang, GMF harus bisa melayani itu, mereka-mereka (airlines ) yang ke luar negeri.

Untuk pasar internasional?

Asia Tenggara cukup berkembang. India juga cukup berkembang itu 11% loh perkembangannya. Jadi, masih sangat prospektiflah pasarnya. Apalagi bisnis MRO merupakan bisnis yang sifatnya labor intensive. Saya kira Indonesia juga tempatnyalah kalau tenaga kerja. Artinya, mencari sumber tenaga kerja itu tidak sulit. Tinggal bagaimana kita mengembangkan potensi SDM.

Apa upaya GMF agar tetap dipercaya klien/pelanggan?

Klien itu di GMF kami jaga melalui internal process melalui quality process and delivery. Kualitas selalu kita jaga, maksudnya harus yang bagus. Kemudian cost-nya harus efisien. Karena kalau cost-nya tak efisien, klien kita bisa lari dong.

Delivery-nya juga begitu tepat waktu. Kita juga buktikan bahwa kita punya banyak penghargaan yang kualitasnya tidak diragukan. Kualitas itu selalu kita jaga. Kemudian cost, tantangannya bagaimana maskapai itu mau merawat pesawatnya di GMF. Ya mau tidak mau biayanya harus kompetitif.

Tidak boleh kita lebih mahal. Apalagi kalau customer kita dari luar. Orang sudah jauh-jauh merawat pesawatnya di GMF ya kita harus berikan yang terbaik. Bagaimana supaya cost kita itu dibanding provider sebelumnya tetap bisa memberikan competitiviness. Kemudian customer. Customer ini macam-macam, ada low cost, ada full services.

Ya, kita mendekati produk kita kepada market oriented. Pasar itu maunya seperti apa sih. Maunya, kemasannya seperti apa. Tentu dengan tidak menghilangkan quality and safety. Itu sudah ada minimum standarnya. Itu tidak boleh dilanggar. Mau diajak cincai juga nggak mau. Tapi, kita juga mengerti, apalagi dalam kondisi atau situasi ekonomi yang naik-turun.

Namanya airlines maintenance malah termasuk komponen cost yang masuk di urutan tiga atau empat terbesar. Selain fuel dan kru. Kita harus menyesuaikan, dia punya budget berapa. Inginnya seperti apa. Kalau low cost masalah perawatan kabin, clean lines pastinya akan sangat efisien. Kami harus sesuaikan itu. Tetapi yang sudah embeded atau sudah standar harus kita penuhi.

Kita juga bisa memberikan value bisnis. Makin banyak dia memberikan pekerjaan kepada kita, makin kita diminta total solution, hulu sampai hilir ini bisa kita kemas lagi dan akan mendapatkan volume yang besar. Maka harus market oriented. Terus kami lihat juga, banyak nggak seat-nya. Misalnya, bagaimana mengemas perawatan untuk charter. Itu juga harus di-customize.

GMF gencar melakukan ekspansi, bahkan juga mau buka di luar negeri. Bagaimana dengan dukungan SDM?

Mau di sini mau di luar, tampaknya kita tidak bisa lepas dari tenaga kerja kita. Kita tahu tenaga di luar mahal. Kita mau tambah satu di Batam. Luar negeri mau tambah. Kita tahu di negara itu. Domestik Batam, Australia, Timur Tengah, dan juga kawasan Indochina. Kita tahu di negara-negara itu jumlah tenaga kerja lokalnya tidak banyak.

Mereka salah satunya ingin berkolaborasi dengan kita, karena kita punya tenaga memadai dan kompeten. Tapi kita tidak punya tempat, tidak punya network dan sebagainya. Karena itu, kita kerja sama. Namun, untuk tenaga, pelaksana, ini tetap dari Indonesia. Walaupun nanti akan ada kolaborasi, pasti juga akan ada tenaga dari dia.

Namun, itu tidak akan banyak, sementara bisnis ini labor intensive. Sekarang kita punya 4.780 pegawai tetap. Kita masih akan merencanakan sampai dengan lima tahun rekrutmen itu 1.600 lebih dalam kurun waktu lima tahun (300 lebih setahunya). Kami sudah bekerja sama dengan sembilan politeknik. Kurikulumnya sudah kita endorse dan kita under supervise.

Ini akan menghasilkan tenaga dengan kompetensi yang tidak diragukan lagi. Di sisi lain, kita genjot learning center kita. Ini untuk kebutuhan ekspansi GMF ke depan. Yang namanya MRO itu ada pada labor intensive. Apalagi keahlian atau kekuatan kami ada di SDM.

Siapa yang digandeng untuk partner?


Bisa dengan maskapai, bisa dengan MRO lokal yang memerlukan pengembangan cepat. Australia termasuk banyak mengirim pesawatnya keluar untuk perawatan.

Apa yang dibidik GMF dengan membuka pasar di luar negeri seperti Australia?


Banyak orang yang belum tahu bahwa image Garuda itu sudah berubah di Australia khususnya. Kelasnya sudah naik. Mereka tahu kalau Garuda dirawat oleh GMF. Mengapa Qantas jauh-jauh mau datang ke kita untuk maintenance pesawat atau ngecat pesawatnya. Virgin sudah, Qantas sudah.

Akan tetapi, kita perlu mendekat kepada mereka. Kalau ke sini bisa perawatan berat. Bagaimana dengan perawatan-perawatan ringan. Masak cuma ganti oli saja harus ke Indonesia, maka kita kerja sama dengan mendekatkan diri ke sana.

Apa kelebihan dari GMF?

Pertama tentu cost yang efisien dengan lokasi sangat strategis. Kedua, kami tanamkan hospitality atau keramahan.

Dia maunya seperti, apa kita layani. Labor intensive yang murah juga salah satu. Karena yang namanya orang bule Australia juga susah tenaga kerja, apalagi untuk kerja kasar bengkel pesawat. Maka tenaga kerja di sana juga kebanyakan datang dari Bangladesh, Sri Lanka, dan sebagainya. Karena itu, kami bikin kemasan, misalnya bagaimana perawatan di Indonesia, kami layani. Nanti untuk perawatan beratnya kita bawa ke Indoensia. Untuk perawatan berat satu pesawat saja itu untuk satu shift bisa sampai 100 orang. Kalau kita 24 jam bisa 300 orang.

Bagaimana dengan target GMF beberapa tahun mendatang?

Sekarang kita punya 170 customer di seluruh dunia. Namun, captive kita sekarang ini hanya tiga, yaitu Garuda, Citilink, dan Sriwijaya. Kita perlu tambahan captive (tetap, long term agrement). Begitu kita punya captive, rasanya akan terjamin. Dan, akan ke GMF terus kalau pelayanannya bagus.

Lima sampai sepuluh tahun itu sudah aman, namun untuk ke sana kita harus punya strategi. Ke sana bikin market oriented melalui total solution. Salah satunya Qantas, perawatan yang sifatnya project seperti pesawat. Namun, kami ingin overhaul sampai engine dan komponen. Mau kemana dia, ke Singapura jauh fuel-nya makan waktu.

Kenapa GMF baru berekspansi sekarang?


Sebenarnya nggak begitu, karena berdasarkan rencana jangka panjang kami, kami ingin menguatkan internal dulu. Konsolidasi dulu untuk menghasilkan kualitas. Itu nomor satu. Tidak bisa kami jualan kualitas kalau kami tidak kompak. Dulu kita nggak punya sertifikasi yang diakui dunia internasional, maka kami bangun dulu.

Setelah itu, pasti negara-negara lain akan mengendorse. Kami cari partner juga dalam hal penyediaan suku cadang. Sebab suku cadang ini urusannya juga tidak sepele. Jadi, kami beberapa tahun belakangan menguatkan internal. Konsolidasi internal kuat baru kami ekspansi. Karena begitu kita lihat, memang kita juga perlu orang lain.

Apalagi untuk beberapa negara, ketersediaan tenaga terampil di sektor ini juga menjadi masalah. Ini kesempatan besar. Kita juga ingin berubah. Masak kita kirim TKI terus ke luar negeri. Kita bikin MRO, jadi pekerja di sana. Tapi kemasannya mereka itu, tenaga ahli. Jadi, kita ini mesti naik kelas. Wong India saja expert orang IT. Padahal kalau kita lihat negaranya makmur mana. Makmur kita lah. Maka kita harus naik kelas. Tapi ini perlahan.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0919 seconds (0.1#10.140)