Gandeng JICA, KA Semi Cepat Jakarta-Surabaya Dimulai 2018
A
A
A
Proyek kereta api semicepat Jakarta-Surabaya akan dimulai tahun depan. Pemerintah menggandeng Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk pembangunan proyek kereta semicepat tersebut.
“Hasil diskusi terakhir dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, KA semicepat Jakarta-Surabaya adalah menggunakan jalur eksisting dan bisa dimulai 2018,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi di Bandara Trunojoyo, Sumenep, Jawa Timur.
Dengan KA semicepat, ia menjelaskan, Jakarta-Surabaya akan bisa ditempuh dalam waktu lima jam. “Untuk sementara, Jepang sanggupnya maksimum 120 km per jam,” katanya mengenai kecepatan kereta dalam proyek tersebut.
Menurutnya, perkiraan kebutuhan investasi untuk proyek itu sekitar Rp60 triliun, termasuk sekitar Rp20 triliun untuk pengurusan 800 perlintasan sebidang kereta api Jakarta-Surabaya. “Ini ada penurunan dari sebelumnya Rp80 triliun,” katanya.
Menhub menilai, proyek ini terhitung murah sekaligus menyelesaikan banyak hal seperti persoalan lintas sebidang di Jakarta-Surabaya sebanyak 800 titik. “Prediksi kami untuk Jakarta-Semarang bisa dalam dua tahun, termasuk elektrifikasi di jalur rel ganda yang sudah ada. Kemudian, Semarang-Surabaya dua tahun berikutnya,” katanya menjelaskan rincian proyek.
Budi Karya menambahkan, khusus untuk pekerjaan lintas sebidang kereta api baik berupa jalan bawah jembatan (underpass) atau jalan layang (fly over) kementeriannya akan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Kami akan sharing dengan Kementerian PUPR untuk urusan lintas sebidang ini karena PUPR juga berkepentingan. Perkiraan awal untuk per lintas sebidang Rp25 miliar atau sekitar Rp20 triliun untuk 800 lintas sebidang Jakarta-Surabaya dengan lama pembangunan bisa dicicil hingga lima tahun atau lebih,” kata Budi Karya.
Budi Karya menginginkan jarak Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam waktu lima jam dengan kecepatan 140 kilometer per jam. “Syaratnya ya mengaktivasi jalur rel yang sudah ada dan tentu saja, harus menghilangkan perlintasan sebidang,” katanya.
Dengan target ini Menhub berharap nantinya masyarakat yang awalnya menggunakan pesawat akan beralih ke kereta api sehingga dengan begitu akan lebih dapat menghemat biaya perjalanan.
Adapun sistem persinyalan akan memanfaatkan elektrifikasi sehingga untuk pengoperasiannya harus meminimalisasi perlintasan sebidang, termasuk mengurangi tikungan dan tebing. Penyelesaiannya untuk Jakarta-Semarang bisa diselesaikan pada 2019. Selanjutnya, tahap berikutnya Semarang-Surabaya bisa diselesaikan dalam waktu dua tahun setelah kereta semicepat Jakarta-Semarang tersambung.
Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, pemerintah harus melibatkan pemerintah kabupaten maupun kota untuk menyelesaikan persoalan perlintasan sebidang. Dia beralasan, selama ini pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR hanya membangun underpass maupun fly over di jalan-jalan negara atau titik-titik rawan kecelakaan yang dilintasi kereta api.
“Jadi, kalau membangun underpass maupun fly over saya kira anggarannya akan sangat besar. Yang perlu adalah mendirikan pos penjagaan pada tiap-tiap perlintasan sebidang dengan melibatkan pemerintah daerah,” ujar Djoko Setijowarno kepada KORAN SINDO.(Ichsan Amin)
“Hasil diskusi terakhir dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, KA semicepat Jakarta-Surabaya adalah menggunakan jalur eksisting dan bisa dimulai 2018,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi di Bandara Trunojoyo, Sumenep, Jawa Timur.
Dengan KA semicepat, ia menjelaskan, Jakarta-Surabaya akan bisa ditempuh dalam waktu lima jam. “Untuk sementara, Jepang sanggupnya maksimum 120 km per jam,” katanya mengenai kecepatan kereta dalam proyek tersebut.
Menurutnya, perkiraan kebutuhan investasi untuk proyek itu sekitar Rp60 triliun, termasuk sekitar Rp20 triliun untuk pengurusan 800 perlintasan sebidang kereta api Jakarta-Surabaya. “Ini ada penurunan dari sebelumnya Rp80 triliun,” katanya.
Menhub menilai, proyek ini terhitung murah sekaligus menyelesaikan banyak hal seperti persoalan lintas sebidang di Jakarta-Surabaya sebanyak 800 titik. “Prediksi kami untuk Jakarta-Semarang bisa dalam dua tahun, termasuk elektrifikasi di jalur rel ganda yang sudah ada. Kemudian, Semarang-Surabaya dua tahun berikutnya,” katanya menjelaskan rincian proyek.
Budi Karya menambahkan, khusus untuk pekerjaan lintas sebidang kereta api baik berupa jalan bawah jembatan (underpass) atau jalan layang (fly over) kementeriannya akan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Kami akan sharing dengan Kementerian PUPR untuk urusan lintas sebidang ini karena PUPR juga berkepentingan. Perkiraan awal untuk per lintas sebidang Rp25 miliar atau sekitar Rp20 triliun untuk 800 lintas sebidang Jakarta-Surabaya dengan lama pembangunan bisa dicicil hingga lima tahun atau lebih,” kata Budi Karya.
Budi Karya menginginkan jarak Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam waktu lima jam dengan kecepatan 140 kilometer per jam. “Syaratnya ya mengaktivasi jalur rel yang sudah ada dan tentu saja, harus menghilangkan perlintasan sebidang,” katanya.
Dengan target ini Menhub berharap nantinya masyarakat yang awalnya menggunakan pesawat akan beralih ke kereta api sehingga dengan begitu akan lebih dapat menghemat biaya perjalanan.
Adapun sistem persinyalan akan memanfaatkan elektrifikasi sehingga untuk pengoperasiannya harus meminimalisasi perlintasan sebidang, termasuk mengurangi tikungan dan tebing. Penyelesaiannya untuk Jakarta-Semarang bisa diselesaikan pada 2019. Selanjutnya, tahap berikutnya Semarang-Surabaya bisa diselesaikan dalam waktu dua tahun setelah kereta semicepat Jakarta-Semarang tersambung.
Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, pemerintah harus melibatkan pemerintah kabupaten maupun kota untuk menyelesaikan persoalan perlintasan sebidang. Dia beralasan, selama ini pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR hanya membangun underpass maupun fly over di jalan-jalan negara atau titik-titik rawan kecelakaan yang dilintasi kereta api.
“Jadi, kalau membangun underpass maupun fly over saya kira anggarannya akan sangat besar. Yang perlu adalah mendirikan pos penjagaan pada tiap-tiap perlintasan sebidang dengan melibatkan pemerintah daerah,” ujar Djoko Setijowarno kepada KORAN SINDO.(Ichsan Amin)
(amm)