Korporasi Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Pidana

Kamis, 26 Oktober 2017 - 00:22 WIB
Korporasi Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Pidana
A A A
CILACAP - Korporasi harus diakui merupakan subjek hukum pidana selain orang. Rumusan ini, telah diterima secara universal melalui berbagai doktrin, regulasi maupun yurisprudensi. "Oleh karena itu, dalam kasus-kasus korupsi, korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," tegas Komisaris Bank Mandiri, Widyo Pramono dalam keterangan persnya kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017).

Dalam makalah bertajuk "Korporasi Korupsi dan Pencegahannya di BUMN" yang dipaparkan pada kegiatan Legal Prevensi Program PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, Jawa Tengah, mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung ini menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Oleh karena itu, hukum menjamin pembatasan kekuasaan negara. Hukum harus menjadi law as a tool of social engineering.

"Ujung dari rekayasa sosial adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat sebagaimana mewujud dalam tujuan bernegara Indonesia yang tertuang di dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia," jelasnya.

Mencermati betapa korporasi juga subjek hukum pidana selain orang, sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, maka Hukum Acara Pidana yang akan datang perlu segera merespons, mengatur korporasi sebagai subjek tindak pidana secara lengkap, tuntas dan komprehensif.

Menurutnya, langkah yang ada sekarang merupakan rechtvinding (pembentukan hukum) melalui praktik peradilan pidana yang dapat dijadikan acuan dimana hukum materiil dan formil belum mengaturnya, yang mendudukan korporasi sebagai pelaku tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi, lingkungan hidup dan jenis tindak pidana lainnya.

Dia menambahkan, tindak pidana korupsi oleh korporasi memiliki dampak lebih besar bagi keuangan negara. Di dalam sejarah regulasi antikorupsi di Indonesia, pengenaan korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi baru muncul pada UU Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diperkuat dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

"Namun demikian, normatifisasi ketentuan saja tidak cukup. Dibutuhkan aksi luar biasa untuk menjerat korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi," papar Widyo Pramono.

Widyo menerangkan, rezim hukum penyertaan yang saat ini dipakai tidak cukup memadai untuk dijadikan dasar argumentasi yuridis menindak korporasi dan melimpahkan atau mengajukan ke sidang pengadilan. Karena itu, perlu diatur tata cara dan prosedur penanganannya dalam hukum acara pidana yang mendatang, ketika korporasi sebagai subjek hukum pidana dan melakukan tindak pidana.

Selain itu, pemahaman yang sama di lingkungan aparat penegak hukum juga harus mulai ditingkatkan, dalam rangka penerapan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi khususnya atas tindak pidana yang sudah diatur dalam undang-undang yakni "korporasi dapat dipidanakan".

Sementara ini, kelanjutan penegak hukum harus berani melakukan langkah terobosan, agar penegakan hukum sekarang dan ke depan berjalan ke arah yang lebih baik, lebih bermanfaat dan berkeadilan.

"Kembali kuatnya pengaruh ekonomi melalui korporasi dalam penegakan hukum, hanya akan dapat dicegah dengan terobosan, keberanian, kelugasan, koordinasi intensif, sinkronisasi secara terus-menerus, dan diperlukan pengasahan peningkatan kemampuan aparat penegak hukum yang berintegritas dan berkualitas," tandas dia.

Karena hanya dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi maupun jenis tindak pidana lain secara berkualitas, kata Widyo, maka potensi kerugian keuangan negara dapat dikembalikan atau dicegah tanpa memberikan dampak sosial bagi sektor ekonomi itu sendiri.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3478 seconds (0.1#10.140)