Serikat Buruh Warning Pemerintah Soal Penetapan UMK
A
A
A
BANDUNG - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat (Jabar) menolak penetapan upah minimum kota/kabupaten (UMK) tanpa menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL). Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto mengatakan, pihaknya mewarning agar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tentang Pengupahan dalam menentukan UMK 2018.
"Kami akan lihat perkembangannya seperti apa. Apakah mereka menggunakan PP itu untuk menentukan UMK dan mengabaikan KHL yang didasarkan survei lapangan," jelas Roy di Bandung, Rabu (1/11/2017).
Menurut dia, penetapan besaran UMP dipastikan akan mengikuti PP No 78. Namun, untuk Jabar UMP tidak diperlukan karena nantinya Setiap kabupaten/kota akan menentukan UMK. Berbeda dengan Jakarta yang setiap daerah tidak ada UMK-nya.
Bila penetapan UMK Jabar nantinya mengacu pada PP No 78, besaran kenaikan upah maksimal hanya 8,71%. Kenaikan itu dinilai mengabaikan KHL para pekerja. Di mana, penyesuaian upah mestinya disesuaikan dengan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan faktor lainnya.
"Kalau hanya mengacu pada PP itu, kesenjangan upah antar daerah tidak bisa dihindarkan. Sekarang saja, Karawang Rp3,6 juta, sementara Pangandaran Rp1,4 juta. Mestinya kesenjangan upah jangan terlalu tinggi. Harus ada pemerataan," beber dia.
Bila pemerintah memutuskan sepihak terkait UMK 2018, KSPSI, kata dia, akan melakukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan dilakukan karena penetapan UMK tidak menggunakan KHL.
UMK Jabar rencananya akan ditetapkan pada 21 November 2017 ini. "Tetapi kami akan nunggu kelanjutannya seperti apa. Karena sampai saat ini, belum ada pembahasan apapun dan survei KHL," paparnya.
"Kami akan lihat perkembangannya seperti apa. Apakah mereka menggunakan PP itu untuk menentukan UMK dan mengabaikan KHL yang didasarkan survei lapangan," jelas Roy di Bandung, Rabu (1/11/2017).
Menurut dia, penetapan besaran UMP dipastikan akan mengikuti PP No 78. Namun, untuk Jabar UMP tidak diperlukan karena nantinya Setiap kabupaten/kota akan menentukan UMK. Berbeda dengan Jakarta yang setiap daerah tidak ada UMK-nya.
Bila penetapan UMK Jabar nantinya mengacu pada PP No 78, besaran kenaikan upah maksimal hanya 8,71%. Kenaikan itu dinilai mengabaikan KHL para pekerja. Di mana, penyesuaian upah mestinya disesuaikan dengan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan faktor lainnya.
"Kalau hanya mengacu pada PP itu, kesenjangan upah antar daerah tidak bisa dihindarkan. Sekarang saja, Karawang Rp3,6 juta, sementara Pangandaran Rp1,4 juta. Mestinya kesenjangan upah jangan terlalu tinggi. Harus ada pemerataan," beber dia.
Bila pemerintah memutuskan sepihak terkait UMK 2018, KSPSI, kata dia, akan melakukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan dilakukan karena penetapan UMK tidak menggunakan KHL.
UMK Jabar rencananya akan ditetapkan pada 21 November 2017 ini. "Tetapi kami akan nunggu kelanjutannya seperti apa. Karena sampai saat ini, belum ada pembahasan apapun dan survei KHL," paparnya.
(akr)