Kenaikan UMP Harus Dibarengi Produktivitas

Kamis, 02 November 2017 - 07:38 WIB
Kenaikan UMP Harus Dibarengi Produktivitas
Kenaikan UMP Harus Dibarengi Produktivitas
A A A
JAKARTA - Kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) harus dibarengi dengan meningkatnya produktivitas pekerja. Upah yang tinggi juga diharapkan dapat memperkuat daya saing pekerja di pasar internasional.

Besaran kenaikan UMP secara serentak diumumkan kemarin oleh pemerintah provinsi masing-masing. Rata-rata kenaikannya mencapai 8,71%, mengacu pada Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan (Pernaker) No 78/2015 tentang Pengupahan.

Meski demikian, kalangan buruh tetap meminta kenaikan lebih besar karena pertimbangan biaya hidup yang semakin tinggi. Di wilayah DKI Jakarta, UMP 2018 ditetapkan naik menjadi Rp3,64 juta, lebih tinggi dibanding tahun ini Rp3,35 juta. Namun, UMP DKI Jakarta masih di bawah usulan buruh yakni Rp3,9 juta.

Provinsi lain yang nilai UMP-nya terbilang besar adalah Jawa Timur yang ditetapkan Rp3,55 jutaan, dan Sulawesi Utara Rp2,82 juta. Sementara UMP di Jawa Barat sebesar hanya Rp1,54 juta.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto berpendapat, jika mengacu pada inflasi yang hanya di kisaran 4% (plus-minus 1%), kenaikan UMP 8,71% terbilang tinggi.

“Tetapi, bila kenaikan ini bisa diikuti dengan meningkatnya produktivitas, akan lebih mudah diterima oleh pelaku usaha,” ujar Carmelita di Jakarta kemarin.

Dia menambahkan, apabila melihat ke belakang, kenaikan UMP tidak pernah dibarengi dengan meningkatnya produktivitas. Padahal, kata dia, ke depan usaha-usaha padat karya dalam negeri didorong untuk bisa bersaing di pasar internasional.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, akan menerima kenaikan UMP yang ditetapkan Pemerintah DKI Jakarta sebesar 8,71%. Dia menilai, UMP yang ditetapkan tersebut sudah paling realistis.

“Saya rasa kalangan usaha akan adaptif terhadap kenaikan UMP. Meski berat ya harus bagaimana lagi,” ujar Hariyadi.

Menurut dia, dengan besaran kenaikan seperti itu, perusahaan harus bisa memproyeksikan ke depan akan seperti apa. Apalagi, saat ini kondisi lapangan kerja formal juga sedang menurun dan tingkat pengangguran juga besar.

"Sektor padat karya itu banyak yang tutup loh. Karenanya sektor formal ini juga menciut. Akibatnya daya beli juga begitu-begitu saja," pungkasnya.

Senada, Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa mengatakan, kenaikan UMP nasional sebesar 8,71% pada 2018 ibarat dua sisi mata uang. Hal tersebut bisa membebani industri ritel di saat kinerjanya makin meredup, namun di sisi lain juga bisa mendorong daya beli masyarakat.

"Ini ibarat ayam dan telur jadi saling terkait, jika gaji tidak naik daya beli juga tidak bertambah, di sisi lain akan ada pengeluaran tambahan bagi industri," kata Handaka.

Untuk mengatasi hal tersebut, pelaku usaha ritel diminta menerapkan sejumlah strategi bisnis. Misalnya memberikan promo potongan harga atau diskon kepada masyarakat. Selain itu juga mengubah konsep gerai yang sudah ada dengan format lain, seperti perpaduan gerai dengan area permainan anak dan juga area kuliner.

"Kenaikan gaji memang ada tambahan beban, tapi kita bisa memberikan promosi, karena rata-rata barang yang dijual sama, lebih ke digitalisasi konsep tokonya seperti apa," urainya.

DKI Siapkan Insentif
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui, keputusan kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar Rp3,64 juta memang tidak memuaskan semua pihak termasuk buruh.

Kendati demikian, kata Anies, sebagai gantinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan sejumlah insentif kepada buruh yang upahnya di bawah UMP.

“Kita akan siapkan fasilitas bus TransJakarta gratis bagi buruh bergaji di bawah UMP per 1 Januari 2018 mendatang,” ujar Anies di Jakarta kemarin .

Selain itu, dia juga akan memberi kartu diskon saat belanja di pasar bagi para buruh bergaji di bawah UMP. "Kami sedang mempersiapkan semuanya melalui PT TransJakarta dan PD Pasar Jaya," tegasnya.

Anggota Dewan Pengupahan dari Unsur Serikat Pekerja Jayadi mengatakan, akan terus melakukan konsolidasi dengan pimpinan-pimpinan buruh di Jakarta guna menyikapi penetapan UMP 2018.

Jayadi menjelaskan, kenaikan UMP menjadi Rp3,64 juta mulai 1 Januari tahun depan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, kata dia, dalam menetapkan UMP, selain kebutuhan hidup layak (KHL), juga memperhatikan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.

Seharusnya, ujar Jayadi, Gubernur dan Wakil Gubernur memperhatikan hal tersebut, bukan mengacu pada PP 78 tahun 2015 yang jelas telah digugat ke Pengadilan Tinggi Usaha Negeri (PTUN) dan dimenangkan buruh.

Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengapresiasi keputusan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang memutuskan UMP berdasarkan PP 78/2015. Menurutnya, survei KHL yang diminta Wakil Gubernur hanyalah sebuah keingintahuan berapa jumlah KHL yang ideal.

Di tengah ekonomi yang sedang melemah seperti ini, kata Sarman, sangat berat memenuhi UMP yang diajukan buruh sebesar Rp3,9 juta. "Kami harap dengan UMP DKI 2018, bisnis usaha dapat berkembang dan pertumbuhan ekonomi meningkat," ungkapnya.

Di bagian lain, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal berpendapat, keputusan pemerintah menetapkan kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% akan memberatkan kalangan usaha. Meski begitu, kenaikan UMP tidak bisa dihindari.

"Saya kira kalau sudah ditetapkan kalangan usaha harus mengakomodasi. Meski kita akui sektor usaha juga dalam tren yang lemah dilihat dari daya beli masyarakat yang yang cenderung stagnan," kata dia.

Menurutnya, pemerintah hendaknya memberikan insentif kepada sektor usaha. Apalagi, sektor usaha di dalam negeri yang terkena hantaman seperti sektor ritel dan industri.

"Dengan insentif tentu bisa dicegah agar sektor-sektor tersebut bisa bertahan sembari pemerintah membereskan masalah perekonomian sebagai hal yang vital," ucapnya.

Dia menambahkan, saat ini fokus pemerintah hanya berusaha menarik investor baru untuk menanamkan modal, sedangkan sektor usaha yang sudah ada cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti. (Ichsan Amin/Heru Febrianto/Bima Setiyadi)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4499 seconds (0.1#10.140)