Penipuan Transaksi Digital di Indonesia Tertinggi di Asia Pasifik

Kamis, 09 November 2017 - 05:07 WIB
Penipuan Transaksi Digital di Indonesia Tertinggi di Asia Pasifik
Penipuan Transaksi Digital di Indonesia Tertinggi di Asia Pasifik
A A A
JAKARTA - Korporasi besar di Indonesia disebut masih banyak memiliki kelemahan dalam layanan transaksi digital. Perbaikan infrastruktur dan aturan main sangat dibutuhkan karena negara kawasan Asia Pasifik terus meningkatkan digitalisasi mereka.

Experian dan IDC, sebuah firma penelitian pasar ICT dan advisory terkemuka dunia, menerbitkan Digital Trust Index atau Indeks Kepercayaan Digital, yang juga bagian dari laporan Fraud Management Insights 2017. Laporan tersebut menyebut tingginya tingkat penipuan di Asia Pasifik.

Managing Director, Asia Tenggara dan Pasar Berkembang Experian Asia Pasifik Dev Dhiman mengatakan, setidaknya terdapat satu dari lima orang yang pernah mengalami penipuan secara langsung, sementara satu dari tiga orang atau kerabat terdekat mereka pernah terkena dampaknya. Tingginya tingkat penipuan dapat berefek negatif terhadap kepercayaan konsumen. Hal ini tentunya akan menyulitkan negara ekonomi berkembang seperti Indonesia karena tingginya kasus penipuan yang terjadi.

Seperempat dari total jumlah masyarakat Indonesia secara langsung pernah merasakan dampak penipuan, sementara 1 dari 2 orang pernah mengalami penipuan pada diri mereka atau orang-orang yang mereka cintai.

"Kepercayaan merupakan hal yang penting pada dunia digital baru ini. Indonesia serta wilayah sekitar terus mendigitalisasi, karena itu sangatlah penting bagi organisasi-organisasi untuk menjaga tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi pada penawaran-penawaran digital mereka," ujar Dhiman di Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Dari 10 pasar di seluruh Asia Pasifik, laporan ini mensurvei 3.200 konsumen dan lebih dari 80 organisasi Jasa Keuangan, Telekomunikasi (Telko) dan Sektor Ritel (secara kolektif disebut dengan Penyedia Layanan), yang masing-masing memiliki pendapatan setidaknya USD 10 juta. Negara-negara yang disurvei meliputi Australia, China, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Selandia Baru, Singapura, Thailand dan Vietnam.

"Nilai Indonesia dalam Digital Trust Index relatif rendah yakni 1,8 dari 10. Ini berarti adanya perbedaan antara pelaku bisnis yang mengelola transaksi digital yang rentan penipuan, dengan pengalaman konsumen yang sebenarnya saat terjadi penipuan. Konsumen tidak akan menggunakan layanan yang tidak terpercaya," tambahnya.

Indonesia menduduki peringkat ke-10 dengan nilai rata-rata 1,8. Namun demikian, konsumen Indonesia memiliki tingkat toleransi lebih tinggi terhadap penipuan apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia Pasifik lainnya. Akan tetapi, tingginya tingkat penipuan yang disertai layanan pasca-penipuan yang buruk, merupakan hambatan utama dalam membangun kepercayaan yang lebih tinggi. Seperti Vietnam, Indonesia dilaporkan sebagai negara yang memiliki tingkat penipuan tertinggi dan sektor keuangan diamati sebagai sektor yang paling terpercaya dibandingkan industri lainnya.

Pencegahan penipuan generasi selanjutnya kini sudah hadir berkat kemajuan teknologi dalam big data dan analisis. Perusahaan manajemen informasi seperti Experian menggunakan alat data dan analisis termutakhir, untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam mencegah penipuan dan mengotomatisasi pengambilan keputusan.

Meningkatnya volume transaksi digital senantiasa mengejutkan bisnis dan ekonomi di seluruh wilayah Asia Pasifik. Bagi bisnis, mengatasi meningkatnya skala transaksi digital memerlukan peningkatan investasi yang cerdas pada infrastruktur untuk memproses transaksi-transaksi tersebut, sekaligus memastikan optimalisasi standar keamanan, ketersediaan, dan kehandalan mutu layanan digital mereka. Infrastruktur ini termasuk alat-alat untuk mengelola volume transaksi yang meningkat.

Di seluruh wilayah Asia Pasifik, perusahaan dan wirausaha perlu memanfaatkan otomasi untuk mengatasi perkiraan bertambahnya penipuan, seiring dengan meningkatnya transaksi digital.

Dhiman mengatakan satu hal yang harus tetap melekat pada saat bertransaksi adalah menghadirkan pengalaman yang baik kepada konsumen pada saat menangani masalah penipuan, terutama dengan adanya persaingan antar organisasi dalam memberikan layanan konsumen yang lebih baik dan mulus melalui penawaran dan solusi secara digital. "Penyedia layanan yang dengan cepat dapat menyeimbangkan kedua hal tersebut akan lebih unggul dalam sektor mereka ke depannya," ujarnya.

Beragamnya jenis penipuan membuat penyedia layanan sulit untuk melacak penipuan ataupun untuk menanggapi kasus tersebut secara efektif. Dengan jenis penipuan baru yang terus bermunculan dan berkembang dengan cepat, penyedia layanan di Asia Pasifik harus melihat ke depan dalam menjaga kemampuan pendeteksi penipuan, untuk menangani jenis penipuan yang belum pernah dihadapi sebelumnya.

Hal ini mengharuskan adanya pemecahan silo data dalam organisasi dan juga memanfaatkan analisis dengan lebih baik. Dengan bertumbuhnya data dan berbagai kanal atau touchpoints (titik temu), silo data membuat organisasi kesulitan dalam memperoleh pandangan tunggal mengenai ekosistem organisasi dan konsumen mereka.

Memecah silo data dan memanfaatkan analisis dengan lebih baik akan memungkinkan penyedia layanan untuk lebih memahami perilaku konsumen mereka dan meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam memverifikasi konsumen, sehingga mengarah pada perkembangan pendeteksi penipuan yang lebih baik dan kepercayaan konsumen yang lebih tinggi.

Kepala Divisi Fraud and Identity, Experian Asia Pasifik Nick Wilde mengatakan penipuan melalui online dan pencurian identitas merupakan masalah utama bagi penyedia layanan di wilayah ini. Perusahaan mulai beralih ke teknologi baru untuk membantu melindungi diri dan pelanggan mereka. Namun, seringkali tidak saling berintegrasi. Solusinya adalah dengan ‘Super ID (identitas)’, generasi masa depan dari identitas digital yang multi faktor dan dinamis, yang menggabungkan teknologi artificial intelligence (kecerdasan buatan), biometrik dan data alternatif secara terpadu untuk mengatasi penipuan secara efektif.

Group Vice President, Practice Group, IDC Asia/Pasifik Sandra Ng mengatakan perusahaan harus mempertimbangkan untuk meningkatkan kemampuan pendeteksi dan pencegahan penipuan mereka dengan intelijen konsumen tambahan melalui sistem Super ID, yang akan membantu mengidentifikasi konsumen dengan benar dalam transaksi digital, sehingga memungkinkan keamanan yang lebih baik tanpa adanya hambatan terhadap pengalaman transaksi konsumen.

"Pada akhirnya, sementara digitalisasi diatur untuk mengantarkan kita memasuki era baru yang lebih nyaman, masih banyak yang harus dilakukan untuk membangun kepercayaan pelanggan yang lebih baik di dunia online, jangan sampai semua usaha kita sia-sia," kata Sandra.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3322 seconds (0.1#10.140)