Proyek Pembangunan PLTU Indramayu JBT 3 Molor
A
A
A
INDRAMAYU - Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu Jawa Bagian Tengah (JBT) 3 kapasitas 2x1.000 MW dipastikan molor. Akibatnya, suplai listrik untuk wilayah Jawa dan Bali sebesar 35.000 MW baru bisa terpenuhi pada 2022.
General Manager PLN Unit Induk Pembangkit (UIP) JBT I A Daryanto Ariyadi mengakui, rencana pembangunan konstruksi PLTU 2x1.000 dipastikan molor. Proses konstruksi yang rencananya dimulai Oktober 2017, diperkirakan baru bisa dimulai pada awal 2019.
"Kami berharap ini sesegera mungkin mulai dibangun. Kendalanya, karena ada beberapa tahapan yang belum selesai. Sehingga, untuk sampai proses lelang mungkin, awal 2019 baru bisa pembangunan konstruksi," kata Daryanto pada media tour di PLTU Indramayu, Rabu (20/12/2017).
Pembangunan PLTU Indramayu ini juga akan mendapatkan pinjaman dana Japan International Cooperation Agency (JICA). Sehingga, sebelum proses kontrak, PLN harus menyelesaikan semua persyaratan. Seperti ketersediaan tanah dan kelengkapan administrasi. Proses itu menurutnya membutuhkan waktu.
Dia memastikan, delay-nya pembangunan PLTU 2x1.000 bukan karena persoalan perizinan dan pembebasan tanah. Saat ini proses pembebasan tanah sekitar 275 hektare telah selesai. Begitupun dengan perizinan, dari 12 tinggal dua perizinan yang sedang dalam proses, yaitu izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin gangguan (HO).
Kendati proyek tersebut tidak sesuai jadwal, pihaknya memastikan suplai listrik untuk Jawa dan Bali hingga 2022 tidak akan terganggu. Saat ini, ada belasan pembangkit sedang dalam proses konstruksi. Sehingga sebelum tahun 2022, PLN akan mendapatkan tambahan listrik.
"Memang agak delay, tapi tidak mengganggu suplai listrik. Hingga 2023 ada belasan pembangkit yang saat ini sedang dibangun yang nantinya bisa menghasilkan 13.222 megawatt. Harapannya, ini ke depan terus berjalan, sehingga saat ada permintaan, proyek ini sudah siap," jelas Daryanto.
Estimasi dana untuk pembangunan proyek tersebut mencapai USD21 miliar, sekitar 70%-80% dana berasal dari pinjaman JICA dan sisanya belanja modal PLN. Skema pinjaman JICA untuk proyek ini melalui kerja sama governance to governance (G to G) yang diteruskan pemerintah ke PLN dalam bentuk SLH.
General Manager PLN Unit Induk Pembangkit (UIP) JBT I A Daryanto Ariyadi mengakui, rencana pembangunan konstruksi PLTU 2x1.000 dipastikan molor. Proses konstruksi yang rencananya dimulai Oktober 2017, diperkirakan baru bisa dimulai pada awal 2019.
"Kami berharap ini sesegera mungkin mulai dibangun. Kendalanya, karena ada beberapa tahapan yang belum selesai. Sehingga, untuk sampai proses lelang mungkin, awal 2019 baru bisa pembangunan konstruksi," kata Daryanto pada media tour di PLTU Indramayu, Rabu (20/12/2017).
Pembangunan PLTU Indramayu ini juga akan mendapatkan pinjaman dana Japan International Cooperation Agency (JICA). Sehingga, sebelum proses kontrak, PLN harus menyelesaikan semua persyaratan. Seperti ketersediaan tanah dan kelengkapan administrasi. Proses itu menurutnya membutuhkan waktu.
Dia memastikan, delay-nya pembangunan PLTU 2x1.000 bukan karena persoalan perizinan dan pembebasan tanah. Saat ini proses pembebasan tanah sekitar 275 hektare telah selesai. Begitupun dengan perizinan, dari 12 tinggal dua perizinan yang sedang dalam proses, yaitu izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin gangguan (HO).
Kendati proyek tersebut tidak sesuai jadwal, pihaknya memastikan suplai listrik untuk Jawa dan Bali hingga 2022 tidak akan terganggu. Saat ini, ada belasan pembangkit sedang dalam proses konstruksi. Sehingga sebelum tahun 2022, PLN akan mendapatkan tambahan listrik.
"Memang agak delay, tapi tidak mengganggu suplai listrik. Hingga 2023 ada belasan pembangkit yang saat ini sedang dibangun yang nantinya bisa menghasilkan 13.222 megawatt. Harapannya, ini ke depan terus berjalan, sehingga saat ada permintaan, proyek ini sudah siap," jelas Daryanto.
Estimasi dana untuk pembangunan proyek tersebut mencapai USD21 miliar, sekitar 70%-80% dana berasal dari pinjaman JICA dan sisanya belanja modal PLN. Skema pinjaman JICA untuk proyek ini melalui kerja sama governance to governance (G to G) yang diteruskan pemerintah ke PLN dalam bentuk SLH.
(izz)