Pemerintah Diminta Gencar Lakukan Operasi Pasar
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan harga beras yang sudah terjadi sejak November 2017 menuai respon dari DPR. Harga komoditas beras di pasaran mulai mengalami kenaikan, dari sebelumnya Rp9.500 sekarang mendekati angka Rp12.000 per kilogram.
Anggota Komisi IV DPR, Ibnu Multazam meminta pemerintah gencar melakukan operasi pasar, untuk menekan lonjakan kenaikan harga beras yang telah mencapai titik tertinggi di awal tahun 2018 ini.
"Mestinya pedagang tidak boleh menjual beras melampaui harga eceran tertinggi (HET), tetapi kalau faktanya dipasar seperti ini, maka obatnya itu adalah operasi pasar," ucapnya di Gedung DPR, Selasa (9/1/2018).
Menurutnya, kenaikan harga beras di sejumlah daerah mengikuti peningkatan harga gabah. Kenaikan harga gabah membawa keuntungan bagi petani, meskipun di sisi lain banyak konsumen yang mengeluh karena adanya disparitas harga.
"Bulog tidak bisa melakukan penyerapan beras secara maksimal dari petani, padahal saat ini musim panen yang tentunya harga beras seharusnya normal. Tapi kan awal tahun ada sedikit anomali sehingga cenderung naik, karenanya pemerintah harus mengambil langkah cepat untuk melakukan operasi pasar," jelasnya.
Begitupun dengan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana yang mengatakan pemerintah harus segera melakukan intervensi harga untuk menyeimbangkan harga beras di pasaran. Sementara Bulog sendiri dengan keterbatasan kuantitasnya tidak mampu melawan gejolak harga yang terjadi.
"Kondisi ini rakyat tentu yang paling dirugikan. Pedagang dan pengusaha yang mendulang untung besar. Pemerintah harus intervensi agar harga beras tidak melambung luar biasa," ucapnya di DPR.
Menurutnya, menghadapi situasi ini, Bulog tidak mampu membeli beras petani karena ada batasan harga yang ditetapkan pemerintah. Dengan begitu, swastalah yang mampu membeli dan menjualnya dengan harga tinggi. Ini memang menjadi dilema Bulog. Dan Bulog tidak mampu melawan harga swasta.
"Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan baru terkait penugasan kepada Bulog. Pemerintah pasti cenderung akan memasukkan beras impor. Tapi jangan sampai merugikan petani. Beras impor juga harus berkualitas premium. Kalau tidak, itu tidak berdampak positif terhadap kebutuhan beras dalam negeri. Harus ada keseimbangan harga dan dihitung secara cermat, sehingga beras impor tidak melimpah dan menurunkan harga petani," jelasnya.
Azam juga menegaskan pemerintah harus berhitung dengan cermat berapa kebutuhan volume beras di dalam negeri, termasuk soal penyebab kenaikan harga beras akhir-akhir ini.
"Mungkin ada kegagalan panen atau puso, sehingga produksi petani menurun. Dan ketika pasokan berkurang, tentu menyebabkan harga naik. Pemerintah harus menyampaikan, apakah ada puso. Kalau ada puso harus ada jalan keluar," katanya.
Anggota Komisi IV DPR, Ibnu Multazam meminta pemerintah gencar melakukan operasi pasar, untuk menekan lonjakan kenaikan harga beras yang telah mencapai titik tertinggi di awal tahun 2018 ini.
"Mestinya pedagang tidak boleh menjual beras melampaui harga eceran tertinggi (HET), tetapi kalau faktanya dipasar seperti ini, maka obatnya itu adalah operasi pasar," ucapnya di Gedung DPR, Selasa (9/1/2018).
Menurutnya, kenaikan harga beras di sejumlah daerah mengikuti peningkatan harga gabah. Kenaikan harga gabah membawa keuntungan bagi petani, meskipun di sisi lain banyak konsumen yang mengeluh karena adanya disparitas harga.
"Bulog tidak bisa melakukan penyerapan beras secara maksimal dari petani, padahal saat ini musim panen yang tentunya harga beras seharusnya normal. Tapi kan awal tahun ada sedikit anomali sehingga cenderung naik, karenanya pemerintah harus mengambil langkah cepat untuk melakukan operasi pasar," jelasnya.
Begitupun dengan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana yang mengatakan pemerintah harus segera melakukan intervensi harga untuk menyeimbangkan harga beras di pasaran. Sementara Bulog sendiri dengan keterbatasan kuantitasnya tidak mampu melawan gejolak harga yang terjadi.
"Kondisi ini rakyat tentu yang paling dirugikan. Pedagang dan pengusaha yang mendulang untung besar. Pemerintah harus intervensi agar harga beras tidak melambung luar biasa," ucapnya di DPR.
Menurutnya, menghadapi situasi ini, Bulog tidak mampu membeli beras petani karena ada batasan harga yang ditetapkan pemerintah. Dengan begitu, swastalah yang mampu membeli dan menjualnya dengan harga tinggi. Ini memang menjadi dilema Bulog. Dan Bulog tidak mampu melawan harga swasta.
"Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan baru terkait penugasan kepada Bulog. Pemerintah pasti cenderung akan memasukkan beras impor. Tapi jangan sampai merugikan petani. Beras impor juga harus berkualitas premium. Kalau tidak, itu tidak berdampak positif terhadap kebutuhan beras dalam negeri. Harus ada keseimbangan harga dan dihitung secara cermat, sehingga beras impor tidak melimpah dan menurunkan harga petani," jelasnya.
Azam juga menegaskan pemerintah harus berhitung dengan cermat berapa kebutuhan volume beras di dalam negeri, termasuk soal penyebab kenaikan harga beras akhir-akhir ini.
"Mungkin ada kegagalan panen atau puso, sehingga produksi petani menurun. Dan ketika pasokan berkurang, tentu menyebabkan harga naik. Pemerintah harus menyampaikan, apakah ada puso. Kalau ada puso harus ada jalan keluar," katanya.
(ven)