APBD Molor Hambat Pembangunan Daerah
A
A
A
JAKARTA - Proyek-proyek pembangunan di sejumlah daerah dipastikan terganggu sebagai dampak molornya penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018.
Dari data di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), molornya APBD tercatat ada di 20 kabupaten/kota dan 2 provinsi. Kasus molornya penetapan APBD ini sangat disayangkan karena jumlahnya cukup banyak dan rutin terjadi tiap tahun. Persoalan klasik ini harus dicarikan solusi agar pembangunan di daerah tak terbengkalai.
Konflik atau ketidaksepahaman antara eksekutif dan legislatif kerap menjadi pemicu molornya penetapan APBD ini. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai dengan molornya penetapan APBD, di pastikan realisasi program pada 2018 tidak akan maksimal.
“Sudah bisa dipastikan karena dimulai terlambat, pasti pembangunan juga molor,” ujarnya di Jakarta kemarin. Pengesahan APBD yang bersamaan dengan berjalannya tahun fiskal akan baru bisa memulai kegiatannya paling cepat pada bulan Mei. Hal ini wajar karena meski disahkan pada Januari ini, pencarian anggaran tetap harus melalui proses administrasi yang panjang.
Dengan kondisi ini, di awal tahun seperti Januari dan Februari, daerah hanya akan berjalan tanpa melakukan pem bangunan. “Paling yang jalan hanya proyek multiyears . Tapi tidak banyak daerah yang menjalankan ini. Di awal tahun daerah hanya akan melakukan pengeluaran rutin saja seperi gaji pegawai,” ungkapnya.
Adanya keterlambatan ini, tandas Endi, juga membuat daerah cenderung jorjoran dalam menghabiskan anggaran pa da akhir tahun. Bahkan sering kali demi penyerapan yang tinggi, belanja yang dilakukan daerah tidak ber kualitas.
“Bagaimana mau belanjanya berkualitas jika harusnya ang garan digunakan dalam waktu 11 bulan jadi harus 9 atau 8 bulan saja. Kualitas terkorbankan,” paparnya.
Dari pengamatannya, mayoritas molornya penetapan APBD dipicu tarik-menarik kepentingan antara pemerintah daerah dan DPRD. Menurutnya negosiasi yang tidak berjalan lancar membuat pembahasan sering kali tertunda.
“APBD ini momentum. DPRD ingin kepentingannya ditampung pemda, tapi belum tentu diakomodasi,” kata Endi. Di tengah masih banyaknya daerah yang tidak disiplin ini, Kemendagri sebagai pembina otonomi daerah perlu mengambil langkah tegas.
Menurutnya daerah yang tidak mampu menetapkan APBD sesuai dengan jadwal harus dikenai sanksi agar ada efek jera. “Jangan sampai Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah hanya jadi macan kertas saja,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin mengakui keterlambatan ini pasti akan berpengaruh pada pelaksanaan pem bangunan di daerah tersebut. Ujungnya target-target yang ditetapkan daerah pun bisa menjadi mundur.
“Andaikata nanti disetujui November saja bisa ditetapkan lebih cepat sehingga proses pengadaan langsung bisa dilakukan Januari. Sementara jika daerah terlambat, mungkin Februari dan Maret baru mulai pengadaan. Terutama belanja modal,” ungkapnya.
Dia mengakui penyebab utama molornya penetapan APBD karena belum ada kesepakatan antara pemda dan DPRD.
Dua provinsi yang meng alami keterlambatan penetapan adalah Papua Barat dan Aceh. “Papua Barat sudah ditetapkan minggu lalu. Saat ini masih ada Aceh yang masih membahas KUA (kebijakan umum anggaran),” paparnya. (Dita Angga)
Dari data di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), molornya APBD tercatat ada di 20 kabupaten/kota dan 2 provinsi. Kasus molornya penetapan APBD ini sangat disayangkan karena jumlahnya cukup banyak dan rutin terjadi tiap tahun. Persoalan klasik ini harus dicarikan solusi agar pembangunan di daerah tak terbengkalai.
Konflik atau ketidaksepahaman antara eksekutif dan legislatif kerap menjadi pemicu molornya penetapan APBD ini. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai dengan molornya penetapan APBD, di pastikan realisasi program pada 2018 tidak akan maksimal.
“Sudah bisa dipastikan karena dimulai terlambat, pasti pembangunan juga molor,” ujarnya di Jakarta kemarin. Pengesahan APBD yang bersamaan dengan berjalannya tahun fiskal akan baru bisa memulai kegiatannya paling cepat pada bulan Mei. Hal ini wajar karena meski disahkan pada Januari ini, pencarian anggaran tetap harus melalui proses administrasi yang panjang.
Dengan kondisi ini, di awal tahun seperti Januari dan Februari, daerah hanya akan berjalan tanpa melakukan pem bangunan. “Paling yang jalan hanya proyek multiyears . Tapi tidak banyak daerah yang menjalankan ini. Di awal tahun daerah hanya akan melakukan pengeluaran rutin saja seperi gaji pegawai,” ungkapnya.
Adanya keterlambatan ini, tandas Endi, juga membuat daerah cenderung jorjoran dalam menghabiskan anggaran pa da akhir tahun. Bahkan sering kali demi penyerapan yang tinggi, belanja yang dilakukan daerah tidak ber kualitas.
“Bagaimana mau belanjanya berkualitas jika harusnya ang garan digunakan dalam waktu 11 bulan jadi harus 9 atau 8 bulan saja. Kualitas terkorbankan,” paparnya.
Dari pengamatannya, mayoritas molornya penetapan APBD dipicu tarik-menarik kepentingan antara pemerintah daerah dan DPRD. Menurutnya negosiasi yang tidak berjalan lancar membuat pembahasan sering kali tertunda.
“APBD ini momentum. DPRD ingin kepentingannya ditampung pemda, tapi belum tentu diakomodasi,” kata Endi. Di tengah masih banyaknya daerah yang tidak disiplin ini, Kemendagri sebagai pembina otonomi daerah perlu mengambil langkah tegas.
Menurutnya daerah yang tidak mampu menetapkan APBD sesuai dengan jadwal harus dikenai sanksi agar ada efek jera. “Jangan sampai Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah hanya jadi macan kertas saja,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin mengakui keterlambatan ini pasti akan berpengaruh pada pelaksanaan pem bangunan di daerah tersebut. Ujungnya target-target yang ditetapkan daerah pun bisa menjadi mundur.
“Andaikata nanti disetujui November saja bisa ditetapkan lebih cepat sehingga proses pengadaan langsung bisa dilakukan Januari. Sementara jika daerah terlambat, mungkin Februari dan Maret baru mulai pengadaan. Terutama belanja modal,” ungkapnya.
Dia mengakui penyebab utama molornya penetapan APBD karena belum ada kesepakatan antara pemda dan DPRD.
Dua provinsi yang meng alami keterlambatan penetapan adalah Papua Barat dan Aceh. “Papua Barat sudah ditetapkan minggu lalu. Saat ini masih ada Aceh yang masih membahas KUA (kebijakan umum anggaran),” paparnya. (Dita Angga)
(nfl)