Generasi Milenial Berebut Profesi Menantang

Minggu, 04 Februari 2018 - 07:59 WIB
Generasi Milenial Berebut...
Generasi Milenial Berebut Profesi Menantang
A A A
Perubahan generasi diikuti dengan perilaku dalam menentukan pilihan pekerjaan. Mereka yang disebut generasi milenial memiliki watak sangat berbeda dengan generasi sebelumnya semisal generasi x.

Saat ini pencari kerja yang berada di bentangan usia 21- 35 tahun tidak lagi terpaku pada berapa besar gaji yang akan mereka dapat, tetapi seberapa fleksibel pekerjaan mereka dan seberapa besar mereka bisa berkiprah di tempat kerjanya. Dengan kata lain mereka memburu profesi yang memberikan tantangan, walau pun itu tidak sesuai dengan latar bela kang an pendidikannya.

Dampak dari pergeseran ini adalah munculnya lapangan pekerjaan yang menjadi rebutan atau paling diminati seperti bekerja di perusahaan startup. Generasi milenial juga suka berwirausaha. Di sisi lain perubahan ini juga akan berpengaruh terhadap eksistensi sejumlah profesi karena tidak lagi diminati.

”Generasi milenial lebih suka pada pekerjaan yang fleksibel dan memiliki ruang improvisasi dalam bekerja,” ujar Wakil Ketua Bidang Pengembangan Generasi Milenial Perhimpunan Manajemen Sumber-daya Manusia (PMSM) Indonesia, Dayu Dara, kepada KORAN SINDO.

Berdasar pengalamannya berinteraksi dengan mahasiswa ketika memberikan materi kewirausahaan, Dayu menangkap setidaknya ada dua hal yang paling diminati generasi milenial seusai lulus kuliah. Kedua hal itu adalah bekerja di perusahaan startup atau bekerja mandiri.

Hal ini karena bekerja mandiri ataupun di perusahaan startup menawarkan situasi bekerja yang fleksibel dan memberikan ruang untuk berimprovisasi. Pilihan-pilihan tersebut, menurut Dayu, menjadi penyebab terjadinya penurunan minat bekerja di BUMN dan perusahaan multinasional. Padahal gaji yang ditawarkan BUMN dan perusahaan multinasional cukup besar.

Kemungkinan hal itu karena BUMN ataupun perusahaan multinasional relatif ketat dalam membuat aturan untuk pegawainya. Generasi milenial cenderung menyukai tantangan dan pekerjaan yang menuntut banyak berpikir. Mereka pun enggan hanya menjadi tim penyokong atau suporter alias harus menjadi pemain inti.

Pada perusahaan non-startup, jenjang struktur organisasi perusahaan kerap membuat pegawai sulit mendapatkan kesempatan berkembang. “Soal sektor industri usaha yang diminati perusahaan startup sebenarnya banyak sekali. Misalkan saja di bidang transportasi atau e-commerce,” tandasnya. Pada bisnis startup, setidaknya ada beberapa bidang yang paling diminati.

Misalnya engineering, desain produk, marketing, teknologi, dan operasional perusahaan. Kelimanya kerap diperebutkan oleh generasi milenial karena dianggap menantang dan membutuhkan pemikiran. Situasi dan kondisi ini menurutnya bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi secara global di berbagai belahan dunia.

Kementerian Tenaga Kerja ternyata telah memperkirakan terjadinya pergeseran industri ini. Kondisi demikian seiring dengan kemajuan digitalisasi yang akan berujung pada kebutuhan tenaga kerja. Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satrio bahkan berani memprediksi revolusi industri dan transformasi industri akan segera terjadi.

Menurutnya, jika dilihat dari kemajuan zaman dan di gitalisasi saat ini, hal itu memang wajar terjadi. Bahkan dia memperkira kan dampak dari revolusi industri itu akan sangat terasa, antara lain punahnya sejumlah jenis pekerjaan. Oleh karena itu, diperlukan persiapan sumber daya manusia yang kompeten untuk mengisi jenis pekerjaan yang baru.

“Kondisi industri yang kini berjalan kedepannya akan kedaluwarsa sehingga perlu dilakukan strategi agar terjadi transformasi industri. Misal nya sajadengan melakukan pemetaan jenis-jenis pekerjaan yang akan terjadi di masa depan,” papar Bambang. Sejumlah pekerjaan yang akan hilang oleh kemajuan teknologi di antaranya adalah teller bank, pramuniaga, dan para buruh rokok.

Misalnya yang terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Bank di Negeri Paman Sam tersebut melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 48.000 teller bank. Pemberhentian ribuan karyawan itu dilakukan oleh pihak bank dengan menggunakan alasan sistem perbankan telah online.

Selain teller bank, profesi pramuniaga mulai bergeser pada komputer karena pen jualan dapat dilakukan secara online. Terkait dengan hal itu, pemerintah beserta kalangan industri akan memetakan sejumlah jabatan dengan genre baru. Harapannya bisa dibuat pemetaan jabatan-jabatan atau pekerjaan-pekerjaan baru akibat transformasi industri tersebut berdasarkan jabatan atau pekerjaan baru.

“Kita akan rumuskan jenis-jenis keterampilan baru yang dibutuhkan, setelah itu kita melakukan pelatihan berdasarkan keterampilan yang dibutuhkan,” tandasnya.

Praktisi head hunter Endy Subiantoro mengatakan, dari pengalamannya menjadi head hunter, generasi milenial cenderung tertarik pada industri digital, termasuk e-commerce, web development, socmed strategist, aplikasi, dan programmer.

Pada industri kreatif, hal itu ada pada sektordesain, musik, gamesstart-up, dan konsultan freelance. Menurutnya, ada alasan tertentu mengapa generasi milenial memilih jenis pekerjaan demikian. Di antaranya, jenis pekerjaan tersebut sesuai dengan era teknologi digital internet yang sekarang sedang berkembang mengingat generasi saat ini sangat akrab dengan dunia digital.

Alasan lain, menurut Endy, relevan dengan karakter mereka yang serba-mau bebas, independen, multi-tasking, kreatif, dan tidak mau diatur alias ingin mandiri. Kendati begitu, bukan berarti hal tersebut akan mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri lain.

“Bidang industri tetap saja ada peminatnya. Perubahan minat profesi terkait dengan kemajuan teknologi secara umum dan teknologi digital justru membuat profesi di bidang itu semakin lengkap. Misalkan saja profesi dokter. Dari dulu kan profesi dokter relatif terbatas karena ada beberapa faktor yang menyulit kan terciptanya banyak dokter,” tutur Endy.

Mengenai alasan gaji, tampaknya hal itu bukan satu-satunya alasan generasi milenial lebih tertarik bekerja di per usahaan startup. Apalagi komponen perhitungan gaji sangat banyak. Kalaupun pada saat ini pekerjaan di bidang teknologi digital menawarkan gaji yang relatif lebih tinggi, itu lebih karena hukum supply and demand.

Artinya penawaran pekerjaan jauh lebih banyak daripada sumber daya yang tersedia. Lantas bagaimana dengan generasi milenial yang jenjang pendidikannya hanya sampai di tingkat SMA? Chief Executive Officer (CEO) PT ISS Indonesia Elisa Lumbantoruan mengatakan, cleaning service dan satpam merupakan profesi paling banyak diminati generasi milenial yang hanya berjenjang pendidikan hingga SMA.

Buktinya setiap bulannya ada 500-1.000 orang yang melamar profesi ini di ISS. Menurut Elisa, kondisi demikian tidak terlepas dari semakin membaiknya citra petugas cleaning service dan satpam di Indonesia. Bahkan mereka yang bekerja di ISS pada profesi itu bisa mendapatkan gaji di atas atau setara dengan UMR.

Misalkan saja di Jakarta, ISS memberikan gaji sebesar Rp3,6 juta kepada petugas cleaning service. Angka itu sama dengan UMP yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI. Elisa mengakui bahwa generasi milenial tidak terlalu suka dengan banyak aturan dan birokratisasi.

Oleh karena itulah pihaknya berupaya membuat mereka suka dan betah bekerja. “Mereka sangat terbuka. Mereka tidak menjadikan monetary reward sebagai patokan. Namun yang terpenting adalah diberi panggung untuk berekspresi,” tambahnya. (Hermansah)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4351 seconds (0.1#10.140)