Teknologi RAS Mulai Dimanfaatkan
A
A
A
YOGYAKARTA - Inovasi teknologi dirintis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pembenihan ikan skala rakyat.
Metode baru ini diharapkan bisa meningkatkan produktivitas di tengah peningkatan tantangan global yakni perubahan iklim dan lingkungan. Intervensi melalui penerapan inovasi teknologi yang adaptif ini mulai ditularkan secara masif ke masyarakat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, pemerintah berusaha menggenjot produksi benih ikan dengan cara memberikan dukungan berupa pembangunan ke Unit Pembenihan Rakyat (UPR) berupa teknologi pembenihan intensif sistem Recirculating Aquaculture System (RAS).
”Dukungan pembangunan UPR sistem RAS diharapkan akan mampu naikan produktivitas secara signifikan. Saya minta dukungan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya,” katanya saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke UPR di Desa Bokasen, Cangkringan, Sleman, DIY, kemarin.
RAS merupakan sistem budi daya ikan secara intensif dengan menggunakan infrastruktur yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus-menerus (resirkulasi air) seperti fisika filter, biologi filter, ultraviolet (UV), oksigen generator untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan ikan, mengurangi jumlah penggunaan air, dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan.
Prinsip dasar RAS ya itu memanfaatkan air media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima.
Susi mengapresiasi keberhasilan pengembangan kawasan perikanan budidaya, khususnya peran pemberdayaan masyarakat yang dilakukan kelompok pembudidaya ikan di Cangkringan. Kawasan di lereng Gunung Merapi ini dinilai layak untuk menjadi percontohan pengembangan ekonomi lokal bagi daerah lain.
”Kawasan Mina Ngremboko ini menjadi potret keberhasilan pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis perikanan budi daya,” ujarnya. Dia menambahkan, saat ini kebutuhan ikan akan terus naik seiring tingkat konsumsi ikan masyarakat yang memperlihatkan tren kenaikan dari tahun ke tahun, yakni dari 36 kg/kapita/tahun menjadi 43 kg/kapita/tahun pada 2017.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya di KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, keunggulan sistem RAS jika di bandingkan dengan sistem konvensional yakni mampu menghasilkan produktivitas yang jauh lebih tinggi.
Padat tebar nila mampu di genjot hingga 5.000 ekor/m3, sedangkan padat tebar pada sistem konvensional hanya mencapai 50 ekor/m2. Dengan penerapan sistem RAS ini, produktvitas bisa digenjot hingga 100 kali lipat dibanding sistem konvensional. (Inda Susanti/ Priyo Setyawan)
Metode baru ini diharapkan bisa meningkatkan produktivitas di tengah peningkatan tantangan global yakni perubahan iklim dan lingkungan. Intervensi melalui penerapan inovasi teknologi yang adaptif ini mulai ditularkan secara masif ke masyarakat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, pemerintah berusaha menggenjot produksi benih ikan dengan cara memberikan dukungan berupa pembangunan ke Unit Pembenihan Rakyat (UPR) berupa teknologi pembenihan intensif sistem Recirculating Aquaculture System (RAS).
”Dukungan pembangunan UPR sistem RAS diharapkan akan mampu naikan produktivitas secara signifikan. Saya minta dukungan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya,” katanya saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke UPR di Desa Bokasen, Cangkringan, Sleman, DIY, kemarin.
RAS merupakan sistem budi daya ikan secara intensif dengan menggunakan infrastruktur yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus-menerus (resirkulasi air) seperti fisika filter, biologi filter, ultraviolet (UV), oksigen generator untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan ikan, mengurangi jumlah penggunaan air, dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan.
Prinsip dasar RAS ya itu memanfaatkan air media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima.
Susi mengapresiasi keberhasilan pengembangan kawasan perikanan budidaya, khususnya peran pemberdayaan masyarakat yang dilakukan kelompok pembudidaya ikan di Cangkringan. Kawasan di lereng Gunung Merapi ini dinilai layak untuk menjadi percontohan pengembangan ekonomi lokal bagi daerah lain.
”Kawasan Mina Ngremboko ini menjadi potret keberhasilan pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis perikanan budi daya,” ujarnya. Dia menambahkan, saat ini kebutuhan ikan akan terus naik seiring tingkat konsumsi ikan masyarakat yang memperlihatkan tren kenaikan dari tahun ke tahun, yakni dari 36 kg/kapita/tahun menjadi 43 kg/kapita/tahun pada 2017.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya di KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, keunggulan sistem RAS jika di bandingkan dengan sistem konvensional yakni mampu menghasilkan produktivitas yang jauh lebih tinggi.
Padat tebar nila mampu di genjot hingga 5.000 ekor/m3, sedangkan padat tebar pada sistem konvensional hanya mencapai 50 ekor/m2. Dengan penerapan sistem RAS ini, produktvitas bisa digenjot hingga 100 kali lipat dibanding sistem konvensional. (Inda Susanti/ Priyo Setyawan)
(nfl)