BPH Migas-DPD Sepakat Wujudkan Sub-Penyalur BBM di Tiap Desa
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan DPD sepakat mewujudkan penyediaan sub-penyalur bahan bakar minyak (BBM) di setiap daerah, terutama daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).
Kebijakan sub-penyalur ini adalah salah satu solusi untuk mejawab kebutuhan BBM di daerah terpencil yang selama ini belum tersorot pemerintah. Melalui kebijakan pembangunan sub-penyalur ini, Program BBM Satu Harga diyakini dapat maksimal.
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menjelaskan, konsep sub-penyalur layaknya seperti pengecer biasa, akan tetapi proses pembuatannya didasarkan pada peraturan yang berlaku serta harus memenuhi spesifikasi teknis tertentu sehingga keberadaannya dapat diawasi dan dikontrol demi memberikan kepastian penyediaan dan pendistribusian BBM di daerah terpencil.
"Sub-penyalur yang sudah diresmikan ada di Selayar dan di tiga lokasi pada tiga distrik di Kabupaten Asmat, selanjutnya yang sudah siap untuk diresmikan terdapat di Gorontalo, dan yang mengajukan kepada BPH Migas ada 170 lokasi di 20 kabupaten," kata dia di Jakarta, Senin (26/2/2018).
Fanshurullah mengatakan, jika setiap desa terdapat sub-penyalur, maka distribusi BBM akan lebih terjamin.
Ketua DPD Oesman Sapta Odang menyambut baik ide mengenai sub-penyalur ini. Untuk merealisaskan ini, kata dia, BPH Migas bersama dengan DPD akan menggandeng para pemangku kepentingan terkait.
"Jadi ya harus kita laksanakan. Karena faktor penunjang bagi masyarakat daerah itu adalah beras, gula, BBM. Nah ini perlu salah satu kita prioritasksn yang mana dulu, ya yang BBM dulu," jelasnya.”
Anggota Komite BPH Migas Henry Ahmad mengatakan, dalam menyediakan satu desa satu sub-penyalur, peran pemda akan sangat vital karena harus memberikan izin lokasi yang strategis. Peran BPH Migas nantinya akan mengatur mengenai model dan standar untuk membuka dan menjadi sub-penyalur.
"Untuk jadi sub-penyalur kan butuh Rp50-100 juta. Nanti kita berikan satu model standar tentang lahan dan alatnya, nanti kita koordinasi dengan pemda. Jadi pemda yang memberikan izin lokasi, bukannya uangnya," jelas dia.
Kebijakan sub-penyalur ini adalah salah satu solusi untuk mejawab kebutuhan BBM di daerah terpencil yang selama ini belum tersorot pemerintah. Melalui kebijakan pembangunan sub-penyalur ini, Program BBM Satu Harga diyakini dapat maksimal.
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menjelaskan, konsep sub-penyalur layaknya seperti pengecer biasa, akan tetapi proses pembuatannya didasarkan pada peraturan yang berlaku serta harus memenuhi spesifikasi teknis tertentu sehingga keberadaannya dapat diawasi dan dikontrol demi memberikan kepastian penyediaan dan pendistribusian BBM di daerah terpencil.
"Sub-penyalur yang sudah diresmikan ada di Selayar dan di tiga lokasi pada tiga distrik di Kabupaten Asmat, selanjutnya yang sudah siap untuk diresmikan terdapat di Gorontalo, dan yang mengajukan kepada BPH Migas ada 170 lokasi di 20 kabupaten," kata dia di Jakarta, Senin (26/2/2018).
Fanshurullah mengatakan, jika setiap desa terdapat sub-penyalur, maka distribusi BBM akan lebih terjamin.
Ketua DPD Oesman Sapta Odang menyambut baik ide mengenai sub-penyalur ini. Untuk merealisaskan ini, kata dia, BPH Migas bersama dengan DPD akan menggandeng para pemangku kepentingan terkait.
"Jadi ya harus kita laksanakan. Karena faktor penunjang bagi masyarakat daerah itu adalah beras, gula, BBM. Nah ini perlu salah satu kita prioritasksn yang mana dulu, ya yang BBM dulu," jelasnya.”
Anggota Komite BPH Migas Henry Ahmad mengatakan, dalam menyediakan satu desa satu sub-penyalur, peran pemda akan sangat vital karena harus memberikan izin lokasi yang strategis. Peran BPH Migas nantinya akan mengatur mengenai model dan standar untuk membuka dan menjadi sub-penyalur.
"Untuk jadi sub-penyalur kan butuh Rp50-100 juta. Nanti kita berikan satu model standar tentang lahan dan alatnya, nanti kita koordinasi dengan pemda. Jadi pemda yang memberikan izin lokasi, bukannya uangnya," jelas dia.
(fjo)