Harga Minyak Dunia Turun Akibat Stok Minyak AS Melonjak
A
A
A
TOKYO - Harga minyak Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) memperpanjang penurunan untuk hari kedua karena USD menguat dan data industri menunjukkan adanya kenaikan stok minyak mentah dan bensin AS dengan lonjakan produksi di negara tersebut yang menghambat usaha OPEC untuk mengakhiri kelebihan stok minyak global.
Seperti dikutip dari Reuters, Rabu (28/2/2017), harga minyak WTI turun 37 sen atau 0,6% menjadi USD62,64 pada pukul 01.42 GMT, setelah turun 90 sen pada sesi sebelumnya. Sementara, harga minyak brent turun 40 sen atau 0,6% menjadi USD66,23 per barel. Kemarin, kontrak turun 87 sen menjadi ditutup pada level USD66,63 per barel.
"Ada tekanan yang terus berlanjut, sebagian besar berasal dari dolar AS yang lebih kuat," kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets di Sydney.
USD naik 0,1% terhadap yen Jepang menjadi 107,43. Greenback yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya karena minyak mentah biasanya dihargai dalam USD.
American Petroleum Institute (API) kemarin mengatakan, stok minyak mentah AS naik pekan lalu karena impor meningkat, sementara persediaan bensin naik dan stok distilasi ditarik.
Persediaan minyak mentah naik sebesar 933.000 barel dalam pekan ini menjadi 421,2 juta, dibanding ekspektasi analis untuk kenaikan 2,1 juta barel.
Data API menunjukkan stok minyak mentah di Cushing, Oklahoma, sentra pengiriman turun sebesar 1,3 juta barel, kata API. Kilang minyak mentah turun 209.000 barel per hari.
Data resmi dari Administrasi Informasi Energi AS dijadwalkan keluar hari ini. Produksi minyak AS yang melambung telah menekan masa depan minyak pada saat anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia telah mengurangi produksi dalam upaya untuk mendukung harga.
"Jumlah produksi dan jumlah rig sama pentingnya pada tahap ini, terutama dengan produksi AS yang menembus level 10 juta barel per hari," kata McCarthy.
"Peningkatan lebih lanjut di sana dan terus berlanjut, di mana kita telah melihat percepatan dalam beberapa pekan terakhir, juga bisa menambah tekanan pada kompleks minyak," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional Fatih Birol mengatakan, Amerika Serikat akan menyalip Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia pada 2019.
Seperti dikutip dari Reuters, Rabu (28/2/2017), harga minyak WTI turun 37 sen atau 0,6% menjadi USD62,64 pada pukul 01.42 GMT, setelah turun 90 sen pada sesi sebelumnya. Sementara, harga minyak brent turun 40 sen atau 0,6% menjadi USD66,23 per barel. Kemarin, kontrak turun 87 sen menjadi ditutup pada level USD66,63 per barel.
"Ada tekanan yang terus berlanjut, sebagian besar berasal dari dolar AS yang lebih kuat," kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets di Sydney.
USD naik 0,1% terhadap yen Jepang menjadi 107,43. Greenback yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya karena minyak mentah biasanya dihargai dalam USD.
American Petroleum Institute (API) kemarin mengatakan, stok minyak mentah AS naik pekan lalu karena impor meningkat, sementara persediaan bensin naik dan stok distilasi ditarik.
Persediaan minyak mentah naik sebesar 933.000 barel dalam pekan ini menjadi 421,2 juta, dibanding ekspektasi analis untuk kenaikan 2,1 juta barel.
Data API menunjukkan stok minyak mentah di Cushing, Oklahoma, sentra pengiriman turun sebesar 1,3 juta barel, kata API. Kilang minyak mentah turun 209.000 barel per hari.
Data resmi dari Administrasi Informasi Energi AS dijadwalkan keluar hari ini. Produksi minyak AS yang melambung telah menekan masa depan minyak pada saat anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia telah mengurangi produksi dalam upaya untuk mendukung harga.
"Jumlah produksi dan jumlah rig sama pentingnya pada tahap ini, terutama dengan produksi AS yang menembus level 10 juta barel per hari," kata McCarthy.
"Peningkatan lebih lanjut di sana dan terus berlanjut, di mana kita telah melihat percepatan dalam beberapa pekan terakhir, juga bisa menambah tekanan pada kompleks minyak," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional Fatih Birol mengatakan, Amerika Serikat akan menyalip Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia pada 2019.
(izz)