Freeport Diminta Selesaikan Persoalan Ketenagakerjaan Sesuai UU

Kamis, 08 Maret 2018 - 20:45 WIB
Freeport Diminta Selesaikan Persoalan Ketenagakerjaan Sesuai UU
Freeport Diminta Selesaikan Persoalan Ketenagakerjaan Sesuai UU
A A A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia didesak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menyelesaikan permasalahan tenaga kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang ada. Ketua DPR Bambang Soesatyo menekankan, kepentingan rakyat Papua dan pekerja dari berbagai daerah di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut harus terjembatani dengan baik tanpa merugikan salah satu pihak.

Bamsoet, sapaan politisi Golkar ini berpesan agar kepentingan perusahaan harus sejalan dengan kepentingan pekerja, masyarakat setempat, serta bangsa dan negara Indonesia. Hal itu dikemukakan Bamsoet saat dirinya didampingi Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf, Anggota Komisi IX Syamsul Bachri dan Anggota Komisi VII Peggi Patrisia Pattipi menerima perwakilan PT. Freeport Indonesia.

Ia meyakini Freeport mampu menyelesaikannya dengan baik. DPR RI melalui Komisi IX maupun Tim Pengawas Otonomi Khusus Papua diyakinkan Bamsoet juga siap memfasilitasi komunikasi guna menyelesaikan masalah yang dihadapi Freeport dengan para pekerjanya.

"Saya mengajak semua pihak, baik Freeport maupun pekerja, marilah berpegang teguh pada aturan yang berlaku. Jika komitmen terhadap peraturan ditegakan, saya yakin semua persoalan bisa diselesaikan dan tidak akan ada yang menjadi korban," kata Bamsoet ketika menerima perwakilan PT. Freeport Indonesia di ruang kerja Pimpinan DPR, di Jakarta.

Sebelumnya, Executive Vice President Human Resources (EVP - HR) PT Freeport Indonesia Achmad Ardianto, menjelaskan kondisi ketidakpastian Freeport terkait kelangsungan operasi perusahaan di tahun-tahun mendatang. Produktivitas saat ini juga terkendala karena pembatasan ekspor.

"Sebagai bagian efisiensi dalam mengelola ketidakpastian operasional, pada awal 2017 perusahaan menyiapkan rencana operasional baru yang mengharuskan 823 pekerja dirumahkan, karena posisi pekerjaan mereka dihilangkan," terang Ardianto.

Sambung dia menjelaskan, upaya pemberhentian 823 pekerja mendapat tentangan dari sejumlah pekerja. Efeknya, di awal April 2017 sebanyak 3.200 pekerja langsung dan 600 pekerja kontraktor berdemonstrasi dan tidak bekerja sesuai jadwal. Demonstrasi menurutnya bukan karena gagalnya perundingan sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundangan, namun karena solidaritas.

"Perusahaan sudah berkali-kali melakukan beragam upaya menghimbau para pekerja agar kembali bekerja, baik melalui surat resmi kepada mereka, maupun berbagai cara lainnya. Seperti iklan di surat kabar, poster, surat kepada pemimpin komunitas, maupun pengumuman di masjid dan gereja," paparnya meyakinkan PT Freeport Indonesia telah melakukan beberapa kali mediasi dengan serikat pekerja.

Disampaikannya, serikat pekerja mengajukan tiga tuntutan. Dua tuntutan disetujui perusahaan, yakni penghentian efisien pekerja dan bagi yang ingin kembali bekerja diberi kesempatan dengan melamar posisi kontraktor sesuai rencana operasional baru.

"Tuntutan ketiga tidak disetujui oleh perusahaan, yakni pekerja yang terkena efisiensi karena melakukan demonstrasi dikembalikan bekerja tanpa diberi sanksi apapun. Karena poin ketiga ditolak perusahaan, para serikat pekerja menolak semua kesepakatan," tutur Ardianto.

Saat upaya tersebut tidak berhasil, Freeport menilai tidak kembalinya para pekerja dianggap mengundurkan diri sukarela. Sehingga total jumlah pekerja yang dirumahkan PT. Freeport Indonesia hingga Maret 2018 menjadi 4.909 pekerja, baik pekerja langsung dan pekerja kontraktor.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9124 seconds (0.1#10.140)