Kenaikan Harga Adalah Langkah Terakhir
A
A
A
MELEMAHNYA rupiah menjadi mimpi buruk industri makanan dan minuman. Sebab, mayoritas bahan baku yang digunakan adalah produk impor. Menaikkan harga jual menjadi pilihan terakhir yang akan diambil pengusaha untuk menutup biaya produksi yang tinggi. Namun, industri makanan dan minuman (mamin) tak bisa serta-merta menaikkan harga jual produknya. "Kenaikan harga jual biasanya berpengaruh terhadap penjualan. Jadi, tentunya akan kami pertimbangkan juga," ujar Adhi S. Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Rabu (7/3/2018) pekan lalu.
Kepada Fikri Kurniawan dari SINDO Weekly, Adhi menjelaskan lebih jauh dampak pelemahan rupiah. Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan asosiasi terhadap pelemahan rupiah?
Kami lihat pelemahan rupiah ini pasti akan berpengaruh terhadap biaya produksi karena ketergantungan bahan baku untuk industri mamin masih tinggi. Namun, sekarang kami belum bisa menentukan apakah akan menaikkan harga atau tidak karena masih kita pantau seberapa lama pelemahan ini terjadi. Kalaupun naik, berapa persen kenaikannya juga kami belum tentukan karena rupiah belum stabil. Karena kenaikan harga jual biasanya berpengaruh terhadap penjualan, tentunya kami akan pertimbangkan juga. Kenaikan harga biasanya menjadi langkah terakhir yang kami ambil.
Positifnya pelemahan rupiah ini juga bisa mendorong ekspor. Tentunya dengan pelemahan rupiah, ekspor kita akan lebih bersaing. Sayangnya, ekspor produk olahan ini belum besar. Dalam setahun, paling hanya US$6 miliar lebih. Baru sekitar 7% dari total output industri mamin.
Sampai kapan asosiasi akan memantau hal ini sebelum akhirnya membuat keputusan?
Biasanya industri itu punya cadangan bahan baku satu bulan dan bahan jadi dua minggu sampai satu bulan. Kami tentunya akan memperkirakan dalam satu setengah sampai dua bulan ini. Kami harus menentukan pelemahan rupiah ini akan berlangsung lama atau tidak. Kalau ini memang terus berlangsung, tentunya kami akan kalkulasi harus naik berapa. Sepanjang itu masih bisa diatasi dengan mengurangi keuntungan, tentunya kami lebih memilih mengurangi keuntungan daripada menaikkan harga, tetapi penjualan turun.
Apa yang diharapkan asosiasi?
Jadi, yang kami inginkan adalah rupiah stabil. Sebab, kami punya rencana jangka panjang yang biasanya dibuat secara tahunan. Kemudian, kami juga ada kontrak dengan pembeli dan penyuplai. Kalau harganya fluktuatif, tentu akan merepotkan kami semua. Tentunya pasti akan berpengaruh juga terhadap hal-hal lain, seperti biaya logistik, biaya distribusi, dan lainnya.
Ingin tahu berapa persen porsi bahan baku impor dalam industri makanan dan minuman? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 02-07 Tahun 2018 yang terbit Senin (12/3/2018).
Kepada Fikri Kurniawan dari SINDO Weekly, Adhi menjelaskan lebih jauh dampak pelemahan rupiah. Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan asosiasi terhadap pelemahan rupiah?
Kami lihat pelemahan rupiah ini pasti akan berpengaruh terhadap biaya produksi karena ketergantungan bahan baku untuk industri mamin masih tinggi. Namun, sekarang kami belum bisa menentukan apakah akan menaikkan harga atau tidak karena masih kita pantau seberapa lama pelemahan ini terjadi. Kalaupun naik, berapa persen kenaikannya juga kami belum tentukan karena rupiah belum stabil. Karena kenaikan harga jual biasanya berpengaruh terhadap penjualan, tentunya kami akan pertimbangkan juga. Kenaikan harga biasanya menjadi langkah terakhir yang kami ambil.
Positifnya pelemahan rupiah ini juga bisa mendorong ekspor. Tentunya dengan pelemahan rupiah, ekspor kita akan lebih bersaing. Sayangnya, ekspor produk olahan ini belum besar. Dalam setahun, paling hanya US$6 miliar lebih. Baru sekitar 7% dari total output industri mamin.
Sampai kapan asosiasi akan memantau hal ini sebelum akhirnya membuat keputusan?
Biasanya industri itu punya cadangan bahan baku satu bulan dan bahan jadi dua minggu sampai satu bulan. Kami tentunya akan memperkirakan dalam satu setengah sampai dua bulan ini. Kami harus menentukan pelemahan rupiah ini akan berlangsung lama atau tidak. Kalau ini memang terus berlangsung, tentunya kami akan kalkulasi harus naik berapa. Sepanjang itu masih bisa diatasi dengan mengurangi keuntungan, tentunya kami lebih memilih mengurangi keuntungan daripada menaikkan harga, tetapi penjualan turun.
Apa yang diharapkan asosiasi?
Jadi, yang kami inginkan adalah rupiah stabil. Sebab, kami punya rencana jangka panjang yang biasanya dibuat secara tahunan. Kemudian, kami juga ada kontrak dengan pembeli dan penyuplai. Kalau harganya fluktuatif, tentu akan merepotkan kami semua. Tentunya pasti akan berpengaruh juga terhadap hal-hal lain, seperti biaya logistik, biaya distribusi, dan lainnya.
Ingin tahu berapa persen porsi bahan baku impor dalam industri makanan dan minuman? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 02-07 Tahun 2018 yang terbit Senin (12/3/2018).
(amm)