Grab Akuisisi Uber Asia Tenggara

Selasa, 27 Maret 2018 - 11:13 WIB
Grab Akuisisi Uber Asia Tenggara
Grab Akuisisi Uber Asia Tenggara
A A A
SAN FRANCISCO - Uber, perusahaan jaringan transportasi online yang bertahun-tahun gencar melebarkan sayap ke seluruh dunia, akhinya mundur dari pasar di Asia Tenggara. Uber menjual bisnisnya di kawasan tersebut kepada rivalnya, Grab, menyusul rencana go public dalam waktu dekat.

Nilai akuisisi tersebut tidak diungkapkan kepada publik, baik oleh Uber maupun Grab. Kendati demikian, Uber nantinya akan memegang 27,5% saham di Grab dengan taksiran nilai sekitar USD1,6 miliar. Chief Executive Officer (CEO) Uber Dara Khosrowshahi juga dipastikan bergabung ke dalam jajaran dewan eksekutif Grab.

Langkah Uber melepas bisnisnya di suatu kawasan bukan kali ini saja. Sebelumnya, Uber telah menjual bisnis mereka di China dan Rusia. Di China, Uber harus rela menyerahkan bisnisnya kepada pesaing lokal yakni Didi Chuxing pada 2016. Sedangkan di Rusia, Uber berkolaborasi dengan Yandex, perusahaan taksi online lokal di Negeri Beruang Merah itu.

Bergabungnya Uber dan Grab di Asia Tenggara bisa jadi karena keduanya mendapatkan kucuran investasi dari Softbank, perbankan asal Jepang. Softbank selama ini rajin berinvestasi di sektor transportasi online. Perusahaan itu tercacat memiliki saham di Ola di India, dan Didi Chuxing di China pada 2016. Softbank diyakini tidak ingin perusahaan serupa menghabiskan uang untuk bersaing satu sama lain.

Keluarnya Uber dari Asia Tenggara, kawasan dengan penduduk lebih dari 600 juta merefleksikan inisiatif baru dari Khosrowshahi yang menggantikan Travis Kalanick di kursi CEO sejak tahun lalu.

Khosrowshahi mencoba memperbaiki hubungan dengan regulator, kebudayaan di tempat kerja, dan prospek keuangan di masa depan. Uber menyatakan telah menelan kerugian USD1,1 miliar dalam tiga bulan terakhir tahun 2017.

“Bolehlah jika kalian ingin bertanya apakah kini konsolidasi menjadi strategi terbaik? Jawabannya tidak,” tulis Khosrowshahi dalam email kepada staf, dikutip The New York Times.

Sementara itu, Grab yang kini menguasai Uber di Asia Tenggara menyatakan, kesepakatan baru dengan Uber akan membantu Grab lebih dekat meraih keuntungan. “Hal itu akan menjadi pendorong utama GrabPay,” kata Presiden Grab Ming Maa.

Sayangnya, Maa enggan membeberkan lebih rinci terkait akuisisi tersebut. Meski demikian, Grab meyakini salah satu keunggulan bergabung dengan Uber ialah ekspansi operasi pengiriman makanan.

Group CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan mengatakan, akusisi yang baru saha diumumkan menjadi tonggak dimulainya era baru. Penggabungan bisnis ini melahirkan pemimpin dalam platform dan efisiensi biaya di kawasan Asia Tenggara.

“Bersama Uber, kini kami berada di posisi yang semakin tepat untuk memenuhi komitmen kami memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Kepercayaan konsumen terhadap brand transportasi kami mendorong kami untuk terus maju sebagai perusahaan: meningkatkan kehidupan masyarakat melalui layanan pengantaran makanan, pembayaran dan keuangan,” ujar Tan dalam keterangan resminya kemarin.

Dia menambahkan,bangga bahwa perusahaan yang didirikan di Asia Tenggara telah tumbuh menjadi platform terbesar di mana layanan Grab kini telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari aktivitas harian jutaan konsumen dan menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 5 juta orang.

Grab yang diluncurkan pada 2012 lalu saat ini beroperasi di delapan negara di Asia Tenggara. Sebut saja Indonesia, Singapura, Malaysia, Kamboja, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Dengan potensi pasar yang besar di hampir 200 kota di seluruh Asia Tenggara, Grab berharap bisnis dompet digital GrabPay dapat sukses menggantikan uang tunai dalam melakukan pembayaran di toko atau restoran konvensional. Grab juga berani membuka bisnis pinjaman uang kepada pelanggan dan para pebisnis kelas bawah.

Grab juga terus berekspansi dengan memperbanyak ragam layanan jasa transportasi online yang ditawarkan, sesuai dengan kondisi pasar dan kebiasaan masyarakat. Di Singapura, pelanggan tidak hanya bisa naik taksi online, tapi juga bus umum melalui GrabShuttle ke sepanjang rute yang tersedia. Sementara di Jakarta, Grab terkenal dengan layanan ojek online dan GrabCar.

Harus Bersaing Sehat
Di Indonesia, meleburnya Uber ke Grab diperkirakan memperkuat persaingan transportasi berbasis internet. Grab pun kini semakin head to head dengan Go-Jek, perusahaan lokal yang merajai transportasi online di Indonesia dengan lebih dari satu juta mitra pengemudi.

"Mereka harus bersaing dengan sehat, salah satunya dengan mematuhi aturan sebagaimana diatur dalam PM (peraturan menteri) nomor 108 mengenai taksi online," ujar Ekonom Center of Reform Indonesia (Core) Mohammad Faisal.

Dia meyakini, pemerintah akan tetap menjaga persaingan di sektor taksi online agar tidak terjadi monopoli. Dia pun optimistis dengan persaingan yang sehat akan tumbuh perusahaan-perusahaan baru yang sama, mengingat jangkauan pasarnya yang luas.

"Yang pasti sektor ini akan terus menggeliat, tinggal aturan mainnya yang harus terus diperketat," ujar dia.

Terkait langkah Grab yang mengakuisisi Uber di Wilayah Asia Tenggara, hal itu dinilai sebagai langkah ekspansi pasar yang biasa dilakukan oleh korporasi. Menurutnya, akuisisi tersebut semata-mata karena Grab memiliki modal yang besar dan bertujuan untuk mencapai pasar yang lebih besar

“Lagi pula kita ihat Uber juga sudah banyak penggunanya. Dengan akuisisi ini diharapkan tingkat pelayanan juga bisa lebih baik," ujar dia.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, selaku regulator di sektor angkutan darat, pihaknya meminta pelayanan di sektor angkutan online bisa terus ditingkatkan.

"Kalau akuisisi itu, bagi saya urusan bisnis. Lebih dari itu pelayanan bisa ditingkatkan," ujarnya. (Muh Shamil/Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3053 seconds (0.1#10.140)