Tak Pernah Terbayang Bekerja di Pabrik Mobil

Kamis, 29 Maret 2018 - 15:30 WIB
Tak Pernah Terbayang Bekerja di Pabrik Mobil
Tak Pernah Terbayang Bekerja di Pabrik Mobil
A A A
MEMILIKI latar belakang pendidikan teknik kimia, tidak pernah terbayang oleh Warih Andang Tjahjono untuk bekerja di perusahaan automotif besar seperti Toyota. Sebab umumnya, lulusan teknik kimia bekerja di sektor petrokimia.

"Kalau di automotif yang berkaitan dengan jurusan kimia itu tukang cat (painting/bagian pengecatan) karena banyak menggunakan bahan-bahan kimia,” ujar pria asal Pati itu berseloroh.

Namun, setelah memutuskan bergabung dengan Toyota, Warih merasa ada kecocokan dan melanjutkan kariernya di perusahaan Jepang itu. Alasannya, di Toyota jenjang kariernya jelas dan keseimbangan antara company development dan individual performance jelas. Ditambah lagi kultur perusahaan Jepang mengutamakan kerja tim dibandingkan dengan kerja individual.

Hal inilah yang dianggap sesuai dengan passion-nya. "Kita tidak bisa bekerja sendirian, harus memiliki hubungan baik dengan orang lain (tim) apalagi di perusahaan sekelas Toyota," tuturnya.

Keputusannya untuk tetap bekerja di Toyota mengantarkannya menyongsong nasib baik. Pada 1 April 2017, Warih dipilih sebagai Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Padahal sejak awal berdiri yang menjadi pucuk pimpinan selalu orang Jepang atau keturunan. Warih mengaku kerap mengalami rotasi dalam pekerjaannya. Hal itulah membuat dirinya merasa mendapatkan banyak ilmu.

Pada 1989 hingga 2004 misalnya, dirinya menjabat asisten general manajer di divisi manufacturing. Pada 2005-2008, Warih dipindah tugaskan ke bagian production control (PC) yang mengatur logistik, perencanaan produksi, ekspor, dan impor sebagai kepala divisi. Kemudian pada 2009-2011, dia menduduki jabatan di divisi human resources (HR). Lalu pada 2011 sampai sekarang, kembali lagi ke manufacturing.

"Di Toyota ada training yang harus dilakukan untuk mencapai level-level tertentu. Misalnya training untuk executive development program (EDP) atau program eksekutif," ujarnya.

Pada 2011, Warih mengikuti pelatihan untuk mendalami masalah management and leadership sebelum mencapai satu level tertentu. EDP berlangsung satu tahun, durasi pelatihan 1-2 minggu, tapi tugasnya panjang. "Dengan pengalaman di berbagai divisi, saya jadi tahu gambaran pekerjaan secara umum, kendati hal-hal teknis pasti lebih dipahami bawahan. Kita bisa tahu kerjanya PC, HR seperti apa. Tapi dari semua divisi yang pernah saya singgahi, HR itu paling susah, karena hal-hal sensitif ada di sana, seperti penghasilan karyawan, bonus, dan promosi. Pokoknya ada banyak hal kritikal di HR," ujarnya.

Namun, Warih mengaku bersyukur sering dirotasi. Sebab dirinya menjadi lebih mengerti bagaimana berinteraksi dengan bawahan. "Gaya kepemimpinan sebenarnya adalah bagaimana memacu orang. Untuk itu, kita harus tahu kemampuan semua bawahan. Kemampuan bawahan itu berbeda-beda sehingga kita harus bisa menganalisisnya," ujarnya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8650 seconds (0.1#10.140)