Impor Bahan Baku Industri di Jawa Timur Capai 83,32%

Jum'at, 30 Maret 2018 - 22:02 WIB
Impor Bahan Baku Industri...
Impor Bahan Baku Industri di Jawa Timur Capai 83,32%
A A A
SURABAYA - Ketergantungan Jawa Timur (Jatim) akan bahan baku impor masih sangat tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan, selama Februari 2018, impor bahan baku mencapai 83,32% dari total impor. Dari sisi nilai, impor bahan baku ini mencapai USD1,46 miliar dari total impor senilai USD1,76 miliar.

Bahan baku penolong yang diimpor Jatim, terutama untuk industri, diantaranya minyak kondensat dengan nilai USD126,59 juta. Angka ini naik 5,11% dibanding Januari 2018. Komoditas tersebut diimpor dari Australia. Peringkat kedua dan ketiga ditempati oleh bahan bakar kendaraan bermesin diesel serta potasium klorida dengan nilai berturut-turut USD67,03 juta dan USD53,32 juta.

Komoditas bahan bakar kendaraan bermesin diesel pada Februari 2018 paling banyak berasal dari Singapura dengan nilai USD58,14 juta. Sedangkan komoditas potasium klorida banyak didatangkan dari Rusia dengan nilai USD30,90 juta.

"Impor minyak kondesat berkontribusi 7,18% dari total impor Jatim. Disusul bahan bakar kendaraan bermesin diesel dengan kontribusi 3,80%. Sedangkan peringkat ketiga adalah potasium klorida dengan kontribusi 3,02% dari total impor," kata Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono dalam keterangan resmi, Jumat (30/3/2018).

Gubernur Jawa Timur, Soekarwo berupaya mengatasi ketergantungan industri Jatim akan bahan baku impor. Ironisnya, dari sisi ekspor, Jatim juga masih defisit. Untuk itu, orang nomor satu di Jatim berjuang agar bisa mendapatkan solusi untuk mencari pengganti bahan baku dari impor.

Pihaknya juga mendorong pengusaha untuk tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor dan memprioritaskan penggunaan bahan baku dalam negeri. "Kalau bahan baku sudah ada di dalam negeri, tidak perlulah untuk mengimpor. Pengusaha juga bisa mengolah atau mengganti bahan baku dengan bahan substitusi," katanya.

Soekarwo menyatakan, Pemprov Jatim sudah menerapkan Sistem Informasi Perdagangan Bahan Baku (SIPAP) untuk mengatasi permasalahan impor bahan baku di Jatim. Tujuan dibuatnya aplikasi ini agar mendorong sistem perdagangan yang mempercepat substitusi impor. Sehingga kemandirian industri dalam negeri dapat terwujud.

Dalam aplikasi tersebut, dapat diihat berbagai raw material dari berbagai daerah di Indonesia, data real time mengenai potensi dan kebutuhan masing-masing daerah, bersumber dari agregator masing-masing provinsi. "Melalui aplikasi ini, pengusaha dapat melakukan kerjasama business to business," mbuhnya.

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Winyoto Gunawan mengatakan, ketergantungan industri persepatuan untuk bahan baku impor masih tinggi. Salah satunya kain sepatu. Saat ini, bahan tersebut masih mendatangkan dari China karena di Indonesia masih belum ada.

Pihaknya pernah mengajukan bahan sepatu lokal berupa kain tersebut pada pemerintah maupun asosiasi pertekstilan di Jatim. Namun hal itu tidak bisa dilakukan karena mesinnya berbeda.

"Tahun lalu industri persepatuan sempat turun hingga 50%. Untuk tahun ini, kami optimistis bisa tumbuh mengingat pemerintah mempermudah masuknya bahan baku impor," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9169 seconds (0.1#10.140)