Distribusi dan Penjualan BBM Dinilai Tidak Sesuai Perundangan
A
A
A
JAKARTA - Pelaksanaan distribusi dan penjualan bahan bakar minyak (BBM) dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundangan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal itu juga membuat BUMN pelaksana terpaksa mesti menanggung kerugian.
"Berdasarkan konstitusi Indonesia, BBM harus dikuasai negara. Kenyataannya, distribusi BBM dibuka untuk swasta," ujar anggota DPR Komisi VII Kardaya Warnika pada seminar nasional bertajuk Sistem Ekonomi Pancasila di Era Jokowi, di Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Kardaya melanjutkan, dalam peraturan perundangan juga disebutkan bahwa harga BBM diserahkan ke mekanisme pasar. Namun, kemudian dicabut bahwa harga BBM tidak boleh diserahkan ke pasar. "Jadi harus ditentukan oleh negara, di mana referensi bukan karena naik turunnya harga minyak? Kenyataannya, kalau harga BBM naik yang disampaikan ke publik karena harga minyak mentah naik," tuturnya.
Di sisi lain, dalam UU BUMN dijelaskan bahwa tugas BUMN persero adalah mencari untung. Namun dalam pelaksanaannya, PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan dalam pengadaan dan distribusi BBM justru merugi dalam penjualan premium.
"Ini harus hati-hati. Kalau peraturan enggak cocok ya diganti. Jangan sampai peraturan dan kenyataan pelaksanaan berbeda," cetusnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, bahwa Pertamina sebagai BUMN hanya menjalankan tugas. Termasuk dalam penyediaan BBM Satu Harga. "Kita tidak mengeluh karena itu masalah keadilan sosial," tuturnya.
Namun, imbuh dia, tantangan ke depan adalah bagaimana di 2030 Indonesia bisa mencapai ketahanan energi. Terkait dengan itu, kata dia, regulasi memang harus diperbaiki. Elia meminta agar pemerintah memperkuat Pertamina untuk bisa mencapai ketahanan energi.
"Kita butuh investasi USD100-120 miliar untuk bisa mencapai ketahanan energi. Lalu dari mana uangnya? Inilah yang perlu dibangun lewat regulasi. Apakah Pertamina kita biarkan modelnya A ataukah B, apakah dikombinasi. Jadi dijaga selalu konsistensinya," tegas dia.
"Berdasarkan konstitusi Indonesia, BBM harus dikuasai negara. Kenyataannya, distribusi BBM dibuka untuk swasta," ujar anggota DPR Komisi VII Kardaya Warnika pada seminar nasional bertajuk Sistem Ekonomi Pancasila di Era Jokowi, di Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Kardaya melanjutkan, dalam peraturan perundangan juga disebutkan bahwa harga BBM diserahkan ke mekanisme pasar. Namun, kemudian dicabut bahwa harga BBM tidak boleh diserahkan ke pasar. "Jadi harus ditentukan oleh negara, di mana referensi bukan karena naik turunnya harga minyak? Kenyataannya, kalau harga BBM naik yang disampaikan ke publik karena harga minyak mentah naik," tuturnya.
Di sisi lain, dalam UU BUMN dijelaskan bahwa tugas BUMN persero adalah mencari untung. Namun dalam pelaksanaannya, PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan dalam pengadaan dan distribusi BBM justru merugi dalam penjualan premium.
"Ini harus hati-hati. Kalau peraturan enggak cocok ya diganti. Jangan sampai peraturan dan kenyataan pelaksanaan berbeda," cetusnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, bahwa Pertamina sebagai BUMN hanya menjalankan tugas. Termasuk dalam penyediaan BBM Satu Harga. "Kita tidak mengeluh karena itu masalah keadilan sosial," tuturnya.
Namun, imbuh dia, tantangan ke depan adalah bagaimana di 2030 Indonesia bisa mencapai ketahanan energi. Terkait dengan itu, kata dia, regulasi memang harus diperbaiki. Elia meminta agar pemerintah memperkuat Pertamina untuk bisa mencapai ketahanan energi.
"Kita butuh investasi USD100-120 miliar untuk bisa mencapai ketahanan energi. Lalu dari mana uangnya? Inilah yang perlu dibangun lewat regulasi. Apakah Pertamina kita biarkan modelnya A ataukah B, apakah dikombinasi. Jadi dijaga selalu konsistensinya," tegas dia.
(fjo)