Pemerintah Intervensi Harga BBM Non Subsidi, Bank Dunia Sebut Wajar
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) memandang, langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan badan usaha meminta persetujuan pemerintah terlebih dahulu sebelum menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi adalah sesuatu yang wajar. Pemerintah dinilai hanya mencoba untuk menjaga agar inflasi tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Pasalnya, kenaikan harga BBM yang terlalu sering berpotensi untuk meningkatkan angka inflasi nasional. PT Pertamina (Persero) sendiri selalu melakukan evaluasi harga terhadap BBM non subsidi yang dijualnya setiap dua pekan.
"Saya melihat pemerintah mencoba untuk make sure bahwa inflasi tidak mengalami peningkatan yang signifikan karena akan berpengaruh ke private consumption," kata Ekonom Senior Bank Dunia Derek Chen di Kantor Bank Dunia, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Kendati demikian, Derek juga mengakui bahwa badan usaha tidak bisa disalahkan atas meningkatnya inflasi akibat harga BBM yang mengalami penyesuaian. Sebab, harga minyak dunia yang terus terkerek menuntut badan usaha untuk melakukan penyesuaian harga.
Jika tidak, maka badan usaha penyalur BBM yang harus menanggung kerugian karena menjual harga BBM non subsidi jauh di bawah harga minyak dunia. Hal ini tentu akan mengacaukan neraca keuangan badan usaha.
"Kadang, jika kita membiarkan harga BBM tetap terus krisis keuangan global meningkat, badan usaha harus menanggung gap (antara harga minyak dunia dengan harga BBM). Ini akan mengacaukan untuk Pertamina atau PLN," tandasnya.
Pasalnya, kenaikan harga BBM yang terlalu sering berpotensi untuk meningkatkan angka inflasi nasional. PT Pertamina (Persero) sendiri selalu melakukan evaluasi harga terhadap BBM non subsidi yang dijualnya setiap dua pekan.
"Saya melihat pemerintah mencoba untuk make sure bahwa inflasi tidak mengalami peningkatan yang signifikan karena akan berpengaruh ke private consumption," kata Ekonom Senior Bank Dunia Derek Chen di Kantor Bank Dunia, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Kendati demikian, Derek juga mengakui bahwa badan usaha tidak bisa disalahkan atas meningkatnya inflasi akibat harga BBM yang mengalami penyesuaian. Sebab, harga minyak dunia yang terus terkerek menuntut badan usaha untuk melakukan penyesuaian harga.
Jika tidak, maka badan usaha penyalur BBM yang harus menanggung kerugian karena menjual harga BBM non subsidi jauh di bawah harga minyak dunia. Hal ini tentu akan mengacaukan neraca keuangan badan usaha.
"Kadang, jika kita membiarkan harga BBM tetap terus krisis keuangan global meningkat, badan usaha harus menanggung gap (antara harga minyak dunia dengan harga BBM). Ini akan mengacaukan untuk Pertamina atau PLN," tandasnya.
(akr)