Patahnya Pipa di Teluk Balikpapan, Pertamina Hanya Korban
A
A
A
JAKARTA - Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Kapushidrosal) Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, PT Pertamina (Persero) hanyalah korban pada peristiwa patahnya pipa di Teluk Balikpapan. Hal ini didapat, setelah Pushidrosal melakukan pencitraan dasar laut di lokasi, tak lama sesudah kejadian.
"Tidak mungkin pipa patah begitu saja. Kalau melihat hasil patahan pipa dan bekas garukan, pasti ada benda keras yang menyebabkan. Asumsi kami, benda keras itu sebuah jangkar. Dengan demikian, Pertamina hanya sebagai korban, apalagi pipa yang patah itu telah dilaporkan dan sudah tergambar pada peta," kata Harjo di Jakarta, Minggu (22/4/2018).
Harjo menambahkan, Pushidrosal ketika itu langsung menerjunkan Tim Survei Darurat untuk melakukan pencitraan. Tim tersebut terjun ke lapangan dengan mempergunakan tiga peralatan sekaligus, yaitu side scan sonar, multibeam echosounder, dan magnetometer.
Dari tampilan base surface, lanjut Harjo, satu pipa memang patah dan bergeser sejauh 117,34 meter. Selain itu, juga ditemukan parit bekas garukan yang diduga bekas garukan jangkar dengan panjang 498,82 meter, lebar 1,6-2,5 meter, dan kedalaman 0,3-0,7 meter.
Pipa Pertamina yang patah tersebut, menurut Harjo, sudah tergambar pada peta, baik electronic navigational chart (ENC) maupun peta kertas. Dan peta tersebut, sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO) yang berlaku sejak 2014, wajib dibawa setiap kapal besar yang berlayar. "Ini mandatory. Tidak mungkin kapal berlayar tanpa peta, apalagi dengan kecepatan tinggi," lanjut dia.
Begitu pula dengan kapal yang diduga melakukan lego jangkar di Teluk Balikpapan, menurut Harjo juga membawa ENC. ENC produksi Pushidrosal tersebut, diperoleh kapal itu melalui salah satu distributor dunia, yaitu C-Map.
"Saya buka ENC kapal itu ternyata masih bagus dan bisa berfungsi dengan baik. Dan setelah saya cek, ENC juga update. Saya lihat, semua data terbaru ada pada peta itu, termasuk keberadaan pipa, larangan-larangan lego jangkar, semua ada. Maka patut diduga, bahwa ada pelanggaran di situ," jelasnya.
Dia menambahkan, ENC yang dibawa semua kapal di seluruh dunia yang berlayar di wilayah perairan Indonesia memang mengacu pada peta Pushidrosal. Bahkan peta British Admiralty Chart (BAC) pun memperoleh suplai data dari Pushidrosal.
Terkait update peta, urai Harjo, pihaknya selalu melakukan penyesuaian data setiap minggu. Hal itu tidak hanya berlaku untuk peta perairan Teluk Balikpapan, namun juga seluruh peta di perairan Indonesia.
Penyesuaian data kekinian itu, menurutnya bisa berasal dari berbagai pihak. Selain berdasarkan survei Pushidrosal sendiri, data juga diperoleh dari berbagai informasi masyarakat. Misalnya dari pihak pelabuhan maupun kapten kapal ketika menemukan kondisi terbaru yang berbeda dari peta sebelumnya.
"Para pelaut wajib membuat hidrographic note jika menemukan perubahan di lapangan. Mereka harus melaporkan kepada Pushidrosal, sehingga kami pun melakukan update," pungkas Harjo.
"Tidak mungkin pipa patah begitu saja. Kalau melihat hasil patahan pipa dan bekas garukan, pasti ada benda keras yang menyebabkan. Asumsi kami, benda keras itu sebuah jangkar. Dengan demikian, Pertamina hanya sebagai korban, apalagi pipa yang patah itu telah dilaporkan dan sudah tergambar pada peta," kata Harjo di Jakarta, Minggu (22/4/2018).
Harjo menambahkan, Pushidrosal ketika itu langsung menerjunkan Tim Survei Darurat untuk melakukan pencitraan. Tim tersebut terjun ke lapangan dengan mempergunakan tiga peralatan sekaligus, yaitu side scan sonar, multibeam echosounder, dan magnetometer.
Dari tampilan base surface, lanjut Harjo, satu pipa memang patah dan bergeser sejauh 117,34 meter. Selain itu, juga ditemukan parit bekas garukan yang diduga bekas garukan jangkar dengan panjang 498,82 meter, lebar 1,6-2,5 meter, dan kedalaman 0,3-0,7 meter.
Pipa Pertamina yang patah tersebut, menurut Harjo, sudah tergambar pada peta, baik electronic navigational chart (ENC) maupun peta kertas. Dan peta tersebut, sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO) yang berlaku sejak 2014, wajib dibawa setiap kapal besar yang berlayar. "Ini mandatory. Tidak mungkin kapal berlayar tanpa peta, apalagi dengan kecepatan tinggi," lanjut dia.
Begitu pula dengan kapal yang diduga melakukan lego jangkar di Teluk Balikpapan, menurut Harjo juga membawa ENC. ENC produksi Pushidrosal tersebut, diperoleh kapal itu melalui salah satu distributor dunia, yaitu C-Map.
"Saya buka ENC kapal itu ternyata masih bagus dan bisa berfungsi dengan baik. Dan setelah saya cek, ENC juga update. Saya lihat, semua data terbaru ada pada peta itu, termasuk keberadaan pipa, larangan-larangan lego jangkar, semua ada. Maka patut diduga, bahwa ada pelanggaran di situ," jelasnya.
Dia menambahkan, ENC yang dibawa semua kapal di seluruh dunia yang berlayar di wilayah perairan Indonesia memang mengacu pada peta Pushidrosal. Bahkan peta British Admiralty Chart (BAC) pun memperoleh suplai data dari Pushidrosal.
Terkait update peta, urai Harjo, pihaknya selalu melakukan penyesuaian data setiap minggu. Hal itu tidak hanya berlaku untuk peta perairan Teluk Balikpapan, namun juga seluruh peta di perairan Indonesia.
Penyesuaian data kekinian itu, menurutnya bisa berasal dari berbagai pihak. Selain berdasarkan survei Pushidrosal sendiri, data juga diperoleh dari berbagai informasi masyarakat. Misalnya dari pihak pelabuhan maupun kapten kapal ketika menemukan kondisi terbaru yang berbeda dari peta sebelumnya.
"Para pelaut wajib membuat hidrographic note jika menemukan perubahan di lapangan. Mereka harus melaporkan kepada Pushidrosal, sehingga kami pun melakukan update," pungkas Harjo.
(fjo)