Fundamental Ekonomi Harus Diperkuat

Rabu, 09 Mei 2018 - 07:53 WIB
Fundamental Ekonomi Harus Diperkuat
Fundamental Ekonomi Harus Diperkuat
A A A
JAKARTA - Dalam beberapa hari terakhir rupiah terus mengalami pelemahan. Sejak awal pekan, rupiah bahkan telah melewati level Rp14.000, terendah sepanjang tahun ini.

Kendati demikian, Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa peluang penguatan nilai tukar rupiah masih terbuka dalam beberapa waktu ke depan. Beberapa indikator fundamental ekonomi domestik dinilai masih terjaga.

Selain itu, tekanan terhadap rupiah dalam dua hari terakhir menurut Bank Sentral, lebih didominasi faktor eksternal akibat dinamika ekonomi Amerika Serikat (AS). Kemarin, kurs acuan rupiah berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di posisi Rp14.036 per dolar AS. Angka tersebut lebih rendah dibanding sehari sebelumnya di kisaran Rp13.956 per dolar AS.

"Penguatan rupiah tetap terbuka dari sisi kondisi domestik yang terjaga," ujar Deputi Gubernur BI Dody Waluyo di Jakarta kemarin.

Dia menuturkan, investor melihat indikator fundamental domestik seperti inflasi yang terus mendekati sasaran bawah Bank Sentral yakni pada rentang 2,5-4,5%, defisit APBN yang terjaga, dan pergerakkan defisit transkasi berjalan yang masih dalam rentang sehat di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Dody juga mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal 1/2018 yang mencapai 5,06% (year on year) masih positif dan sejalan dengan sasaran BI di kisaran 5,1-5,5% sepanjang tahun ini. "Asesment BI terhadap PDB tetap positif dan akan mencapai proyeksi 5,1-,5,5%di akhir 2018," ujarnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berpendapat, tidak perlu khawatir atas pelemahan rupiah terhadap dolar selama investasi terus tumbuh di dalam negeri. Menurutnya, Indonesia tidak tergantung kepada konsumsi sebab investasi masih menjadi motor pertumbuhan yang terus bertumbuh di dalam negeri.

“Pelemahan rupiah tidak akan berpengaruh selama arus investasi masuk sehingga akan menambah pasokan dolar ke dalam negeri. Ini pada akhirnya akan mampu memperkuat rupiah," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdangan Benny Soetrisno mengatakan, penguatan dolar terhadap rupiah yang mencapai di atas Rp14.000 merupakan sebuah kesempatan bagi eksportir, namun tindak untuk importir.

"Makanya bagi eksportir inilah momen untuk menaikkan semangat supaya bisa terus mendorong ekspor yang lebih tinggi daripada impor," ujar dia.

Dia menambahkan ekspor bisa meningkat jika kalangan pengusaha jeli melihat peluang di tengah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Untuk itu, Kadin mendorong agar sektor logistik lebih baik di masa mendatang.

“Tanpa logistik yang bagus, kita akan kalah bersaing. Dengan momen ini peningkatan ekspor juga bisa diprediksi meningkat hingga 16% dibanding kuartal pertama yang hampir mencapai USD50 miliar," ucapnya.

Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, saat ini dibutuhkan kerja sama dari seluruh pihak untuk mengatasi pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS. Menurutnya, masyarakat perlu bahu-membahu dalam menjaga kondisi rupiah.

"Jadi kita harus bergandengan tangan membantu ekonomi kita yang saat ini tengah terjadi, kita perlu prihatin," kata HT di Jakarta, kemarin.

Di sisi lain, menurut HT, pemerintah dan BI harus melakukan intervensi untuk menyakinkan pasar dalam mengendalikan nilai tukar dolar AS. Menurutnya, nilai tukar bukan semata-mata masalah fundamental, tetapi juga psikologis.

Selain itu, kata HT, para eksportir besar yang menaruh dolar AS di luar negeri supaya segera menjualnya dan membeli mata uang rupiah. “BUMN juga sebaiknya melapas dolar untuk meredam pelemahan rupiah. Demikian juga eksportir yang menyimpan dolarnya di luar negeri, bawa pulang konversike rupiah,” ungkap dia.

Perkuat Fundamental Ekonomi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, fundamental ekonomi tetap harus diperkuat untuk menjaga kepercayaan investor. Caranya, pemerintah harus menjaga stabilitas harga bahan bakar minyak (BBM), listrik dan pangan untuk tetap mampu mengendalikan inflasi, terutama menjelang tren konsumsi tinggi di saat Ramadan.

Selain itu, kata dia, BI juga tidak perlu ragu untuk menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate jika tekanan terhadap rupiah terus deras.

"Cadangan devisa akan terus tergerus untuk stabilisasi nilai tukar. BI tidak bisa andalkan hanya cadangan devisa sebagai satu-satunya instrumen menstabilisasi nilai tukar," ujarnya.

Ekonom Indef lainnya, Eko Listyanto mengatakan, meskipun ada faktor global yang mempengaruhi nilai tukar, namun hal ini juga terkait dengan perkembangan fundamental ekonomi (terutama pertumbuhan ekonomi) yang tumbuh di bawah target. Lebih dari itu, harga minyak dunia semakin menjauh (meleset) dari asumsi makroekonomi di APBN 2018.

"Jadi, walaupun ada investment grade tidak banyak membantu karena faktanya ekonomi tumbuh di bawah target. Padahal secara umum ekonomi global tumbuh membaik," kata Eko.

Menurut dia, penurunan cadangan devisa terjadi karena upaya operasi moneter BI dalam mengintervensi nilai rupiah.

Berdasarkan data BI, posisi cadangan devisa Indonesia akhir April 2018 tercatat sebesar USD124,9 miliar. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2018 sebesar USD126,0 miliar.

Penurunan cadangan devisa pada April 2018 terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman.

Eko berpendapat, untuk mengatasi pelemahan rupiah ada beberapa solusi yang bisa ditempuh. Pertama, merevisi target makroekonomi dan target-taget APBN untuk memberi optimisme dan rasionalitas pencapaian target ke pelaku ekonomi. Kedua, mendorong potensi ekonomi domestik, sebagai pengganti makin mahalnya barang penolong/baku dari impor. "Sedangkan dalam jangka panjang perlu fokus memperbaiki defisit transaksi berjalan," tandasya.

Di bagian lain, ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro memperkirakan, valuasi rupiah tidak akan bergerak jauh dari kisaran saat ini. Dia berkeyakinan cadangan devisa (cadev) BI masih cukup untuk menahan pelemahan rupiah yang lebih dalam.

“Pelemahan rupiah memang mau tidak mau berimbas pula pada keluarnya dana asing. Meski sifatnya sementara, namun keyakinan akan membaik tetap ada,” ucapnya.

Dia pun meyakini, untuk jangka pendek sangat memungkinkan investor akan membatasi portofolio investasinya. "Bagaimanapun dalam jangka menengah dan jangka panjang investor masih tetap menyukai pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujarnya.

Terkait kondisi ekonomi global, terutama kebijakan suku bunga acuan Bank Sentrak AS (The Fed), Andry mengatakan, sampai saat ini belum ada potensi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang cukup parah. Itu artinya, dampak kenaikan Fed Rate ternyata tidak terlalu agresif jika dibandingkan ekspektasi sebelumnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center of Reform on Econmic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar jangan dianggap remeh.

Menurut dia, rupiah saat ini berada dalam ambang batas psikologis pasar Rp14.000. Mau tak mau, kata dia, intervensi BI sangat diperlukan karena kondisi ini sangat berdampak kepada industri-industri kecil yang masih mengandalkan bahan baku impor.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memantik reaksi dari kalangan DPR. Untuk itu, parlemen mendesak agar pemerintah membenahi keuangan negara karena pelemahan rupiah tidak selalu karena faktor global.

“Pemerintah tak boleh terus-terusan menggeser kesalahan internal menjadi faktor ekternal dan bukan juga di politisasi. Ini bukan melulu karena kebijakan The Fed, tapi juga karena pengelolaan domestik yang keliru," ujar Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi XI Hafidz Thohir meminta, agar pemerintah memperbaiki kinerja ekonomi domestik untuk kembali menguatkan nilai tukar rupiah ke posisi ideal. Sedangkan untuk kalangan dunia usaha, dia menyarankan agar segera melakukan hedging karena fluktuasi kurs dapat membuat risiko gagal bayar utang valas meningkat. (Kunthi Fahmar Sandy/Mula Akmal/Ichsan Amin/Heru Febrianto/Ant)(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7720 seconds (0.1#10.140)