Terpilihnya (Kembali) Mahathir Bisa Memukul Investasi China di Malaysia

Jum'at, 11 Mei 2018 - 15:30 WIB
Terpilihnya (Kembali) Mahathir Bisa Memukul Investasi China di Malaysia
Terpilihnya (Kembali) Mahathir Bisa Memukul Investasi China di Malaysia
A A A
KUALA LUMPUR - Lima belas tahun pensiun dari politik, Mahathir Mohamad kembali ke dunia yang membesarkannya. Pria 92 tahun itu terpilih (kembali) menjadi Perdana Menteri Malaysia. Selama 22 tahun masa pemerintahannya (1981-2003), Dr. M--demikian julukan Mahathir--banyak menorehkan kemajuan bagi Malaysia.

Kemenangan Mahathir yang memilih menjadi oposisi, keluar dari partai yang membesarkannya UMNO (United Malays National Organisation), Mahathir pada 2016 mendirikan benderanya sendiri: Partai Pribumi Bersatu Malaysia. Adapun UMNO adalah partai penguasa di Malaysia sejak memenangkan pemilihan PM pertama pada 1957.

Mengutip CNBC, Jumat (11/5/2018), kemenangan Mahathir pada Rabu (9/5) dapat berimplikasi pada hubungan Malaysia dengan China. Usai ditetapkan sebagai pemenang atas koalisinya Partai Pakatan Harapan, Mahathir langsung mengatakan ingin menegosiasikan kembali beberapa perjanjian dengan China.

Mahathir mengatakan dirinya tidak memiliki masalah dengan One Belt One Road, program investasi infrastruktur raksasa oleh China. Tetapi kata dia, program ini bisa menyulut tensi geopolitik di Asia Tenggara. Persaingan Amerika Serikat dan Republik Rakyat China menjadi kekuatan ekonomi utama di dunia, memang telah menghangatkan suhu di Asia Pasifik.

"Kami tidak ingin melihat terlalu banyak kapal perang di daerah ini (Asia Tenggara), karena kapal perang menarik kapal perang lainnya," kata Mahathir kepada Reuters.

Adapun PM sebelumnya, Najib Razak dinilai terlalu condong kepada China. Laporan Economist Intelligence Unit pada 2017 menyebut, China menjadi investor terbesar keempat di Malaysia pada tahun lalu. Meningkat pesat dari posisi ke-20 pada 2015.

Kompetisi China dengan Amerika memang telah membuat Negeri Mao Tse Tung itu terus memperluas pengaruhnya di luar negeri, terutama Asia Tenggara. Sehingga memicu kekhawatiran internasional tentang jangkauan Partai Komunis China.

Dan selama kampanye, Mahathir juga kerap mengkritik leluasanya investasi China di Malaysia selama Najib berkuasa. Bahkan, Mahathir pernah menyindir bahwa Najib telah "menjual" negaranya ke Beijing.

Berbagai proyek investasi dan infrastruktur dari China mulai menjejali Malaysia. Seperti proyek pelabuhan dan kereta api. Laporan Citigroup, China akan menginvestasikan dana 400 miliar ringgit atau USD101 miliar selama dua dekade.

Begitu pula dengan industri digital, dimana raksasa e-commerce China Alibaba yang juga bagian dari One Belt One Road, didirikan di Kuala Lumpur pada awal tahun 2018, sebagai upaya meningkatkan perdagangan antara China dengan Asia Tenggara.

Dan sebelum pemilu, China telah mengumumkan pembangunan East Coast Rail Link di Semenanjung Malaysia. Proyek kereta api sepanjang 688 kilometer ini menghabiskan biaya USD13 miliar, dibangun oleh China Communications Construction dan dianggap bagian dari One Belt One Road.

Pria yang dijuluki "Soekarno Kecil" itu lantas menyoroti pembangunan proyek kereta tersebut. Seperti dikutip dari Bernama, Mahathir mengatakan akan meninjau perkembangan proyek di atas. Jika ditemukan tidak penting, maka proyek tersebut akan dihentikan.

"Saya rasa ini bukan hal mengejutkan, bila proyek East Coast Rail Link menjadi proyek pertama yang diulas," kata Brian Tan, ekonom Asia Tenggara di Nomura Bank kepada CNBC. Tan menilai Mahathir akan menargetkan pada proyek-proyek infrastruktur China di Malaysia. Namun, kata dia, tidak semua proyek tersebut dibatalkan.

Fidelity International mencatat pemerintahan baru kemungkinan akan mengevaluasi proyek-proyek infrastruktur berskala besar. "Di masa lalu, Mahathir selalu membuang proyek besar yang tidak perlu, seperti kereta dengan kecepatan tinggi. Karena ia tidak setuju dengan utang besar yang diambil untuk mendanai proyek-proyek tersebut".

Selain itu, Mahathir juga menyoroti masalah proyek properti skala besar dari perusahaan China di negara bagian Johor, di utara Singapura. Kebanyakan orang Malaysia, kata Mahathir, tidak mampu membeli properti di sana.

Menanggapi hasil pemilihan di Malaysia, situs web real estat internasional asal China, Juwai.com optimis tentang peluang investasi di bawah pemerintahan baru. Tetapi mereka mengakui beberapa pembeli China mungkin akan menahan jika ada ketidakpastian. "Namun kebijakan saat ini mengenai visa dan pembelian rumah tetap sangat menarik," kata CEO Juwai.com, Carrie Law kepada CNBC.

Law mengatakan permintaan pembeli China atas properti Malaysia dalam tiga bulan pertama di 2018 naik 103% dari periode yang sama tahun lalu. Bahkan di bulan April naik 120% dari periode yang sama tahun lalu (year to year).

"Jika tidak ada perubahan, kami berharap investasi China di properti Malaysia akan terus tumbuh dalam bulan-bulan dan tahun-tahun mendatang. Akuisisi China setidaknya bisa dua kali lipat pada 2025," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8769 seconds (0.1#10.140)