Penunggak Pajak Rp100 Juta Dicekal

Kamis, 31 Mei 2018 - 07:34 WIB
Penunggak Pajak Rp100...
Penunggak Pajak Rp100 Juta Dicekal
A A A
JAKARTA - Warga negara Indonesia (WNI) yang hendak keluar negeri diimbau melunasi semua bentuk kewajiban pajaknya. Bila tidak, pihak imigrasi akan melakukan cegah tangkal (cekal) wajib pajak (WP) yang diketahui menunggak pajak.

Pencekalan tersebut berlaku bagi WP yang memiliki utang pajak paling sedikit Rp100 juta. Kebijakan itu merupakan bagian dari perjanjian kerja sama antara Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang ditandatangani 15 Mei lalu.

Dalam pelaksanaannya, pencekalan keluar negeri bagi WP ditujukan kepada dua objek. Pertama,WP atau penanggung pajak yang memiliki utang pajak atau surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) minimal Rp100 juta.

Syaratnya, keputusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau incracht, namun wajib pajak tidak memiliki niat baik untuk melunasi utang pajaknya. Kedua, pencegahan dilakukan terhadap WP apabila sedang menjalani penyidikan tindak pidana perpajakan. Ketentuan ini sebelumnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP) di mana penyidik pajak berhak mengajukan pencegahan.

“Jadi hanya dalam kondisi terbatas tersebut, kita bisa meminta imigrasi untuk mencegah wajib pajak ke luar negeri. Itu pun lazimnya dilakukan hanya apabila tindakan-tindakan persuasif seperti imbauan, konseling, dan teguran terhadap wajib pajak sudah dilakukan,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama di Jakarta kemarin.

Surat perjanjian kerja sama antara Ditjen Pajak dan Ditjen Imigrasi secara lebih luas mencakup beberapa poin yang intinya sebagai upaya meningkatkan pengawasan kepatuhan perpajakan.Ruang lingkup perjanjian kerja sama tersebut mencakup pertukaran data dan informasi identitas WP yang dimiliki Ditjen Pajak dan Ditjen Imigrasi; kegiatan intelijen bersama terhadap WP, penanggung pajak, dan orang asing; pengawasan dan penegakan hukum pidana dan administrasi dalam lingkup tugas para pihak; dan pelatihan dan penyuluhan di bidang perpajakan dan keimigrasian.
Hestu menegaskan, dengan per janjian kerja sama ini, tidak berarti Ditjen Pajak bisa semaunya mencegah individu untuk bepergian keluar negeri, apalagi menghambat warga negara untuk keluar negeri baik itu sebagai pelancong mau pun pebisnis.
“Tetap ada langkah-langkah pembinaan seperti mengirim surat imbauan, konseling, dan memberikan kesempatan wajib pajak untuk melapor atau membetulkan SPT (surat pemberitahuan tahunan) dan membayar pajaknya,” tandasnya.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Agung Sampurno mengatakan, dalam kerja sama tersebut, Ditjen Pajak akan memberikan akses perpajakan subjek pajak kepada Ditjen Keimigrasian.

Sementara Ditjen Imigrasi, akan memberi akses Kemenkeu soal data perjalanan warga Indonesia atau Asing sesuai keperluan.

“Dari data ini instansi terkait bisa melakukan tindakan. Kalau ada orang yang terindentifikasi Dirjen Pajak menunggak pajak kemudian di sistem imigrasi namanya terdeteksi mau ke luar negeri, perjalanan individu bisa langsung dicegah atau ditunda saat itu juga,” kata Agung kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Selain mencegah keberangkatan ke luar negeri, ujar Agung, pihak imigrasi juga bisa melakukan penundaan pemberian paspor dan visa bagi yang kedapatan menghindari kewajiban pajaknya. Nantinya, kedua pihak baik Ditjen Imigrasi maupun Ditjen Pajak bisa mengeluarkan perintah pencegahan keberangkatan seseorang yang ditengarai melakukan kejahatan perpajakan.

“Karena dalam aturan, Kemenkeu memang menjadi salah satu Kementerian yang punya kewenangan mengeluarkan perintah pencekalan individu ke luar negeri. Ini hal yang lazim bagi sejumlah negara maju seperti Singapura, Amerika Serikat, Eropa, Australia, bahkan Malaysia juga sudah terapkan kerja sama ini,” ungkapnya.

Agung menambahkan, kerja sama ini dapat meminimalkan potensi penghindar pajak serta bisa melacak orang-orang yang memberikan informasi tidak valid kepada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
“Jadi misalkan, si A menulis informasi pajak hanya berpenghasilan Rp10 juta setahun, tapi kenyataannya dia bisa pulang-pergi setiap bulan ke Amerika. Ini kan istilahnya tidak mungkin, jadi ini bisa ditelusuri juga oleh penyidik Kemenkeu,” ujar dia.
Dari sisi keimigrasian, ujar Agung, kerja sama ini bisa membantu lembaganya melacak dan mencegah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ingin pergi ke luar negeri tanpa izin yang sah. Menurutnya, ketika ada orang yang dicurigai ingin menjadi TKI ilegal tapi dengan modus wisata, imigrasi bisa meminta rekam jejak pajak individu tersebut ke Kemenkeu.

“Kalau ada orang mau ke luar negeri tapi tidak ada punya jejak bayar pajak kan patut dipertanyakan karena bisa saja dia dari desa atau dari mana,” kata Agung.

Agung mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menggodok teknis kerja sama ini mulai dari permintaan serta cara akses data hingga ke proses penindakan. Menurutnya, Perjanjian Kerja Sama ini menjadi dasar hukum untuk masing-masing kementerian membuat standar operasional soal akses data base, pencegahan di bandara, pelabuhan, maupun perbatasan darat.

“Nanti dari sini juga akan dibuat SOP (standar operating procedure) penyerahan atau penangkapan,” katanya.

Dalam beberapa tahun terakhir Pemerintah terus berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Tahun lalu misalnya, kebijakan pajak berupa Tax Amnesty diberlakukan dengan harapan dapat menarik pajak dari WP yang menyimpan hartanya di luar negeri. Hasilnya, program tersebut mampu mengumpulkan dana sekitar Rp147 triliun.

Aturan lain yang sedang disiapkan adalah pajak e-commerce yang tak lama lagi segera diumumkan. Pajak e-commerce dilatarbelakangi semakin tumbuhnya model perdagangan via internet melalui berbagai platform. Nantinya aturan pajak yang akan diberlakukan untuk penjualan berbasis online ini akan dibuat dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan.

Sekadar diketahui,tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.424 triliun, atau naik 20% dibanding realisasi penerimaan pajak 2017 sebesar Rp1.147 triliun. Hingga April 2018, penerimaan pajak telah mencapai Rp383,1 triliun, lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp345,6 triliun.

Realisasi penerimaan pajak hingga April terdiri atas pajak nonmigas sebesar Rp362,2 triliun dan Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas Rp21,1 triliun.

Potensi Pajak WNA
Hestu Yoga Saksama mengatakan, selain menyasar pajak dari WP biasa, tujuan dari perjanjian kerja sama antara Ditjen Pajak dengan Ditjen Imigrasi adalah memperkuat pengawasan kepatuhan perpajakan. Pada kerja sama kali ini, priorotas Ditjen Pajak adalah pertukaran data untuk pengawasan kewajiban perpajakan WNA yang tinggal dan bekerja/berusaha di Indonesia.

"Jadi dengan data visa dan izin tinggal terutama Tenaga Kerja Asing (TKA), serta Data Perlintasan dari Ditjen Imigrasi, kita bisa meningkatkan kepatuhan perpajakan para WNA. Kita hanya ingin memastikan saja mereka sudah terdaftar dan melaksanakan kewajiban perpajakan di Indonesia dengan baik," ujarnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo sebelumnya mengatakan, kerja sama antara Ditjen Pajak dan Ditjen Imigrasi diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan perpajakan TKA. Pasalnya, saat ini ditengarai sistem pelaporan gaji dan pembayaran pajak TKA masih rendah.

“Jadi WNA yang melakukan kegiatan usaha tapi menyalahgunakan visa dan tidak pernah melaporkan pajaknya, termasuk pemilkikan aset oleh WNA namun tidak pernah dilaporkan ke kantor pajak, akan dapat dicegah dengan kerja sama ini," ujarnya.

Anggota DPR Komisi XI Johnny G Plate mengatakan, DPR mendukung kebijakan Ditjen Pajak dalam melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga di dalam negeri untuk memastikan kepatuhan membayar pajak di dalam negeri bagi rakyat Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja di Indonesia. (Oktiani Endarwati/Binti Mufarida)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0700 seconds (0.1#10.140)