Jokowi Luncurkan PPh Final UMKM 0,5%
A
A
A
SURABAYA - Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan PPh final Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 0,5%. Peluncuran tersebut manjadi bagian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak.
PP Nomor 23 Tahun 2018 mendorong agar pelaku UMKM lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan ekonomi formal. "Pemerintah memberikan kemudahan dalam membayar pajak dan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan," ujarnya saat peluncuran PPh Final UMKM 0,5% di Jatim Expo, Surabaya, Jumat (22/6/2018).
Jokowi menjelaskan dengan diberlakukan PP ini, beban pajak yang ditanggung oleh pelaku UMKM menjadi lebih kecil. Sehingga pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi.
Selain itu, Jokowi juga mengimbau agar UMKM mengikuti perkembangan dunia yang semakin cepat. UMKM diharapkan tidak bergantung pada sistem jual beli langsung. UMKM harus menggunakan teknologi online. Pelaku usaha bisa memanfaatkan sarana media online seperti YouTube, Instagram dan Facebook untuk memasarkan produknya. "Apabila tidak mengikuti perkembangan jaman seperti ini, maka akan kalah dalam pertarungan global," tegasnya.
Sementara itu, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Jawa Timur. Hal tersebut terlihat pada fakta di lapangan. Diantaranya adalah kinerja Industri pengolahan dalam lima tahun terakhir, share terhadap nasional semakin meningkat, dari 19,91% pada tahun 2013 meningkat menjadi 21,70% pada tahun 2017.
Gubernur Jatim Soekarwo menuturkan empat tahun terakhir, kontribusi sub-sektor industri makanan dan minuman rata-rata sebesar 31,69%, sub sektor pengolahan tembakau rata-rata 26,63%, dan industri kimia, farmasi dan obat tradisional rata-rata sebesar 8,03%.
"Dengan didukung oleh pertumbuhan yang tinggi, semakin menguatkan konklusi bahwa provinsi industri menjadi syarat bagi daerah untuk cepat menjadi sejahtera dan saya yakin Jatim dapat mencapainya," ujarnya.
Gubernur Jatim dua periode ini menambahkan, pada 2008 telah dilakukan survei jumlah UMKM, yaitu sebanyak 4,2 juta UMKM yang ada di Jatim. Seiring dengan pertumbuhan positif sektor industri pengolahan dan perdagangan maka mendorong pertumbuhan populasi UMKM di Jawa Timur.
"Hal ini terbukti pada hasil Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas) tahun 2012 populasi UMKM di Jawa Timur meningkat menjadi 6,8 juta yang terdiri dari 4,1 juta UMKM sektor pertanian dan 2,7 juta UMKM non pertanian," paparnya.
Selanjutnya, pada Sensus Ekonomi yang dilakukan secara serentak tahun 2016, menunjukkan bahwa populasi UMKM Jatim mengalami pertumbuhan signifikan dengan 4,61 juta UMKM non pertanian dan 4,98 juta UMKM pertanian sehingga berjumlah 9,59 juta UMKM. Hal ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan UMKM sekaligus besarnya kontribusi UMKM sebagai sumber pendapatan utama masyarakat di Jatim yang tentunya berperan penting pula terhadap penyerapan tenaga kerja di Jatim.
Kemudian, angkatan kerja Jatim tahun 2016 adalah 20,16 juta dengan penyerapan tenaga kerja dari UMKM non pertanian 13,97 juta, UMKM pertanian 4,98 juta. Sehingga total penyerapan tenaga kerja UMKM sebesar 18,95 juta, tenaga kerja usaha besar 373.294 orang dan pengangguran 838.496 orang (4,21%).
Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap perekonomian Jawa Timur juga mengalami pertumbuhan signifikan. Pada 2012, UMKM berkontribusi terhadap PDRB Jatim sebesar 54,98%. "Dengan asumsi ceteris paribus, maka kontribusi UMKM terhadap PDRB Jawa Timur tahun 2016 sebesar 57,52%," ungkap Soekarwo.
Disisi lain, UMKM di Jatim memberikan kontribusi besar terhadap realisasi penanaman modal. Realisasi investasi di Jatim tahun 2017 sebesar Rp152,39 triliun. Sementara pada triwulan I 2018 sebesar Rp32, 97 triliun meningkat 15,93 % dari periode yang sama tahun 2017. Dari data tersebut, pada 2017 kontribusi PMDN non fasilitasi mencapai 56,34 % dan pada triwulan I 2018 ini meningkat menjadi 74,01 %. "PMDN non fasilitasi dominan dari UMKM dan menjadi sumber utama pendorong pembangunan ekonomi Jatim ditengah kondisi perekonomian global yang dinamis," pungkas Soekarwo.
PP Nomor 23 Tahun 2018 mendorong agar pelaku UMKM lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan ekonomi formal. "Pemerintah memberikan kemudahan dalam membayar pajak dan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan," ujarnya saat peluncuran PPh Final UMKM 0,5% di Jatim Expo, Surabaya, Jumat (22/6/2018).
Jokowi menjelaskan dengan diberlakukan PP ini, beban pajak yang ditanggung oleh pelaku UMKM menjadi lebih kecil. Sehingga pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi.
Selain itu, Jokowi juga mengimbau agar UMKM mengikuti perkembangan dunia yang semakin cepat. UMKM diharapkan tidak bergantung pada sistem jual beli langsung. UMKM harus menggunakan teknologi online. Pelaku usaha bisa memanfaatkan sarana media online seperti YouTube, Instagram dan Facebook untuk memasarkan produknya. "Apabila tidak mengikuti perkembangan jaman seperti ini, maka akan kalah dalam pertarungan global," tegasnya.
Sementara itu, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Jawa Timur. Hal tersebut terlihat pada fakta di lapangan. Diantaranya adalah kinerja Industri pengolahan dalam lima tahun terakhir, share terhadap nasional semakin meningkat, dari 19,91% pada tahun 2013 meningkat menjadi 21,70% pada tahun 2017.
Gubernur Jatim Soekarwo menuturkan empat tahun terakhir, kontribusi sub-sektor industri makanan dan minuman rata-rata sebesar 31,69%, sub sektor pengolahan tembakau rata-rata 26,63%, dan industri kimia, farmasi dan obat tradisional rata-rata sebesar 8,03%.
"Dengan didukung oleh pertumbuhan yang tinggi, semakin menguatkan konklusi bahwa provinsi industri menjadi syarat bagi daerah untuk cepat menjadi sejahtera dan saya yakin Jatim dapat mencapainya," ujarnya.
Gubernur Jatim dua periode ini menambahkan, pada 2008 telah dilakukan survei jumlah UMKM, yaitu sebanyak 4,2 juta UMKM yang ada di Jatim. Seiring dengan pertumbuhan positif sektor industri pengolahan dan perdagangan maka mendorong pertumbuhan populasi UMKM di Jawa Timur.
"Hal ini terbukti pada hasil Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas) tahun 2012 populasi UMKM di Jawa Timur meningkat menjadi 6,8 juta yang terdiri dari 4,1 juta UMKM sektor pertanian dan 2,7 juta UMKM non pertanian," paparnya.
Selanjutnya, pada Sensus Ekonomi yang dilakukan secara serentak tahun 2016, menunjukkan bahwa populasi UMKM Jatim mengalami pertumbuhan signifikan dengan 4,61 juta UMKM non pertanian dan 4,98 juta UMKM pertanian sehingga berjumlah 9,59 juta UMKM. Hal ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan UMKM sekaligus besarnya kontribusi UMKM sebagai sumber pendapatan utama masyarakat di Jatim yang tentunya berperan penting pula terhadap penyerapan tenaga kerja di Jatim.
Kemudian, angkatan kerja Jatim tahun 2016 adalah 20,16 juta dengan penyerapan tenaga kerja dari UMKM non pertanian 13,97 juta, UMKM pertanian 4,98 juta. Sehingga total penyerapan tenaga kerja UMKM sebesar 18,95 juta, tenaga kerja usaha besar 373.294 orang dan pengangguran 838.496 orang (4,21%).
Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap perekonomian Jawa Timur juga mengalami pertumbuhan signifikan. Pada 2012, UMKM berkontribusi terhadap PDRB Jatim sebesar 54,98%. "Dengan asumsi ceteris paribus, maka kontribusi UMKM terhadap PDRB Jawa Timur tahun 2016 sebesar 57,52%," ungkap Soekarwo.
Disisi lain, UMKM di Jatim memberikan kontribusi besar terhadap realisasi penanaman modal. Realisasi investasi di Jatim tahun 2017 sebesar Rp152,39 triliun. Sementara pada triwulan I 2018 sebesar Rp32, 97 triliun meningkat 15,93 % dari periode yang sama tahun 2017. Dari data tersebut, pada 2017 kontribusi PMDN non fasilitasi mencapai 56,34 % dan pada triwulan I 2018 ini meningkat menjadi 74,01 %. "PMDN non fasilitasi dominan dari UMKM dan menjadi sumber utama pendorong pembangunan ekonomi Jatim ditengah kondisi perekonomian global yang dinamis," pungkas Soekarwo.
(ven)