Badan Usaha Bebas Naikkan Harga BBM, Ini Kendali Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Direktur ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro mengapresiasi langkah pemerintah untuk menyerahkan sepenuhnya keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kepada badan usaha. Perubahan harga BBM yang sebelumnya harus menunggu persetujuan Menteri ESDM kini tidak perlu lagi.
“Saya kira ini langkah tepat yang dilakukan oleh pemerintah. Karena secara tidak langsung perubahan harga BBM non subsidi khususnya diserahkan sepenuhnya kepada badan usaha walaupun dibatasi margin 10%,” ujar dia kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (6/7/2018)
Komaidi melanjutkan, pembatasan margin 10% sebagai kontrol pemerintah terhadap badan usaha dalam rangka menaikkan harga BBM. Menurutnya, pembatasan margin 10% dapat disiasati dengan cara menaikkan harga BBM secara bertahap jika fluktuasi harga minyak melonjak terlalu tinggi.
“Kalaupun jika harga minyak naik terlalu tinggi margin yang dibutuhkan lebih dari 10% maka badan usaha dapat menaikkan harga BBM secara bertahap. Saya kira ini wajar saja karena merupakan bentuk kontrol dari pemerintah,” kata dia.
Dia juga menyebut, rata-rata harga minyak tahun ini berada dikisaran USD70 per barel. Pihaknya memprediksi kenaikan harga minyak tidak sampai USD100 per barel kecuali terjadi perang atau keadaan darurat tertentu sehingga pasokan minyak terganggu. “Prediksi saya harga minyak tahun ini rata-rata berada di angka USD70 per barel tidak sampai USD100 per barel,” jelasnya.
Sambung Dia menerangkan, kenaikan harga BBM non subsidi jenis pertamax cs tidak ada kaitannya dengan subsidi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 39 tahun 2014 berdasarkan perubahan Permen ESDM Nomor 34 tahun 2018, Pertamax merupakan golongan BBM Umum.
Sebab itu, kata dia, pertamax tidak pernah mendapatkan subsidi. Jadi, tidak pernah ada kaitan antara harga Pertamax dan subsidi BBM di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Jika ada yang mengaitkan pertamax dengan subsidi BBM adalah tidak tepat,” kata dia.
Mengacu aturan itu, selain pertamax, premium juga tidak lagi mendapatkan subsidi dari APBN. Menurut dia, hanya solar dan minyak tanah yang mendapatkan subsidi dari negara. Komaidi mengatakan, kenaikan harga pada dasarnya murni keputusan korporasi yang menggunakan basis bisnis sehingga tidak perlu izin dari pemerintah. “Kenaikan harga BBM disebabkan karena faktor kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan nilai tukar rupiah,” ujar dia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto mengatakan, pemerintah telah membebaskan badan usaha untuk menaikkan harga BBM. Regulasi tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 34 Tahun 2018 tentang perubahan kelima atas Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2014.
Di dalam aturan itu disebutkan, badan usaha tidak perlu izin Menteri ESDM untuk merubah harga BBM. Padahal di dalam Permen ESDM Nomor 21 Tahun 2018 badan usaha diwajibkan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri ESDM. “Pada aturan baru disebutkan, kenaikan harga BBM margin tidak boleh lebih dari 10%. Begitu di atas itu, kami perintahkan untuk menurunkan,” ujarnya.
Menurut dia, penerbitan regulasi tersebut untuk meningkatkan investasi di sektor hilir minyak dan gas bumi. Berdasarkan aturan baru tersebut, kata dia, badan usaha tinggal melaporkan besaran kenaikan harganya tanpa harus menunggu keputusan Menteri ESDM. “Meski begitu, kita juga tetap mengontrol kenaikan harga yang dilaporkan. Namun yang jelas tidak boleh di atas 10%,” tandasnya.
Terkait perubahan harga BBM yang baru-baru ini ramai dimasyarakat, kata Djoko, telah dilaporkan kepada pemerintah. Seluruh badan usaha baik itu, Pertamina, Shell, Total, Vivo telah melaporkan kepada Kementerian ESDM.
Untuk kenaikan harga bensin Shell Indonesia bervariasi disetiap wilayah pemasarannya dari seluruh varian jenis BBM. Harga BBM Shell dijual pada kisaran Rp 8.800-Rp11.250 per liter, dari sebelumnya Rp 8.700-Rp 10.850 per liter.
Hal yang sama juga terjadi pada harga BBM yang dipasarkan Total Oil Indonesia yakni antara Rp8.500 – Rp10.800 per liter menjadi Rp8.900- Rp11.400 per liter. Selanjutnya, Vivo Energy Indonesia ikut menaikkan harga Revvo 90 dan Revvo 92 yang tadinya Rp 8.550 dan Rp 9.400 per liter menjadi Rp 8.650 dan Rp 9.550 per liter.
Harga Pertamax sendiri tercatat naik Rp600 menjadi Rp9.500 per liter dan harga Pertamax Turbo naik Rp600 menjadi Rp10.700 per liter. Namun, seri Pertamax yang lain, Pertamax Racing, harganya tetap dibanderol Rp42.000 per liter.
Untuk di luar pertamax seperti pertamina dex naik Rp500 menjadi Rp10.500 per liter dan dexlite naik Rp900 menjadi Rp9.000 per liter. Selain itu, Pertamina masih menahan harga Pertalite di angka Rp7.800 per liter. Untuk premium dan solar harganya juga tidak berubah.
“Saya kira ini langkah tepat yang dilakukan oleh pemerintah. Karena secara tidak langsung perubahan harga BBM non subsidi khususnya diserahkan sepenuhnya kepada badan usaha walaupun dibatasi margin 10%,” ujar dia kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (6/7/2018)
Komaidi melanjutkan, pembatasan margin 10% sebagai kontrol pemerintah terhadap badan usaha dalam rangka menaikkan harga BBM. Menurutnya, pembatasan margin 10% dapat disiasati dengan cara menaikkan harga BBM secara bertahap jika fluktuasi harga minyak melonjak terlalu tinggi.
“Kalaupun jika harga minyak naik terlalu tinggi margin yang dibutuhkan lebih dari 10% maka badan usaha dapat menaikkan harga BBM secara bertahap. Saya kira ini wajar saja karena merupakan bentuk kontrol dari pemerintah,” kata dia.
Dia juga menyebut, rata-rata harga minyak tahun ini berada dikisaran USD70 per barel. Pihaknya memprediksi kenaikan harga minyak tidak sampai USD100 per barel kecuali terjadi perang atau keadaan darurat tertentu sehingga pasokan minyak terganggu. “Prediksi saya harga minyak tahun ini rata-rata berada di angka USD70 per barel tidak sampai USD100 per barel,” jelasnya.
Sambung Dia menerangkan, kenaikan harga BBM non subsidi jenis pertamax cs tidak ada kaitannya dengan subsidi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 39 tahun 2014 berdasarkan perubahan Permen ESDM Nomor 34 tahun 2018, Pertamax merupakan golongan BBM Umum.
Sebab itu, kata dia, pertamax tidak pernah mendapatkan subsidi. Jadi, tidak pernah ada kaitan antara harga Pertamax dan subsidi BBM di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Jika ada yang mengaitkan pertamax dengan subsidi BBM adalah tidak tepat,” kata dia.
Mengacu aturan itu, selain pertamax, premium juga tidak lagi mendapatkan subsidi dari APBN. Menurut dia, hanya solar dan minyak tanah yang mendapatkan subsidi dari negara. Komaidi mengatakan, kenaikan harga pada dasarnya murni keputusan korporasi yang menggunakan basis bisnis sehingga tidak perlu izin dari pemerintah. “Kenaikan harga BBM disebabkan karena faktor kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan nilai tukar rupiah,” ujar dia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto mengatakan, pemerintah telah membebaskan badan usaha untuk menaikkan harga BBM. Regulasi tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 34 Tahun 2018 tentang perubahan kelima atas Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2014.
Di dalam aturan itu disebutkan, badan usaha tidak perlu izin Menteri ESDM untuk merubah harga BBM. Padahal di dalam Permen ESDM Nomor 21 Tahun 2018 badan usaha diwajibkan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri ESDM. “Pada aturan baru disebutkan, kenaikan harga BBM margin tidak boleh lebih dari 10%. Begitu di atas itu, kami perintahkan untuk menurunkan,” ujarnya.
Menurut dia, penerbitan regulasi tersebut untuk meningkatkan investasi di sektor hilir minyak dan gas bumi. Berdasarkan aturan baru tersebut, kata dia, badan usaha tinggal melaporkan besaran kenaikan harganya tanpa harus menunggu keputusan Menteri ESDM. “Meski begitu, kita juga tetap mengontrol kenaikan harga yang dilaporkan. Namun yang jelas tidak boleh di atas 10%,” tandasnya.
Terkait perubahan harga BBM yang baru-baru ini ramai dimasyarakat, kata Djoko, telah dilaporkan kepada pemerintah. Seluruh badan usaha baik itu, Pertamina, Shell, Total, Vivo telah melaporkan kepada Kementerian ESDM.
Untuk kenaikan harga bensin Shell Indonesia bervariasi disetiap wilayah pemasarannya dari seluruh varian jenis BBM. Harga BBM Shell dijual pada kisaran Rp 8.800-Rp11.250 per liter, dari sebelumnya Rp 8.700-Rp 10.850 per liter.
Hal yang sama juga terjadi pada harga BBM yang dipasarkan Total Oil Indonesia yakni antara Rp8.500 – Rp10.800 per liter menjadi Rp8.900- Rp11.400 per liter. Selanjutnya, Vivo Energy Indonesia ikut menaikkan harga Revvo 90 dan Revvo 92 yang tadinya Rp 8.550 dan Rp 9.400 per liter menjadi Rp 8.650 dan Rp 9.550 per liter.
Harga Pertamax sendiri tercatat naik Rp600 menjadi Rp9.500 per liter dan harga Pertamax Turbo naik Rp600 menjadi Rp10.700 per liter. Namun, seri Pertamax yang lain, Pertamax Racing, harganya tetap dibanderol Rp42.000 per liter.
Untuk di luar pertamax seperti pertamina dex naik Rp500 menjadi Rp10.500 per liter dan dexlite naik Rp900 menjadi Rp9.000 per liter. Selain itu, Pertamina masih menahan harga Pertalite di angka Rp7.800 per liter. Untuk premium dan solar harganya juga tidak berubah.
(akr)