Gejolak Rupiah Berdampak ke Industri Farmasi

Kamis, 12 Juli 2018 - 13:49 WIB
Gejolak Rupiah Berdampak ke Industri Farmasi
Gejolak Rupiah Berdampak ke Industri Farmasi
A A A
JAKARTA - Resep Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga acuan 50 basis point untuk mengobati rupiah, sejauh ini belum membuahkan hasil. Rupiah memang sempat membaik namun kini kembali melemah, bahkan hari ini menyentuh angka Rp14.408 per dolar Amerika Serikat (USD).

Ekonom Rizal Ramli menilai, sejatinya langkah yang dilakukan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sudah tepat. Namun, kata Rizal, dosis obat yang diberikan bank sentral untuk mengobati penyakit kronis rupiah belum cukup ampuh.

Menurut Rizal, jika saja BI dan Pemerintah ingin mengembalikan rupiah dalam kondisi stabil, setidaknya BI bisa kembali menaikan suku bunga dikisaran angka 3% sampai 4% sehingga suku bunga akan kembali ke angka 7,25% sampai dengan 8,25%. "Tetapi begitu dinaikkan sekaligus, pertumbuhan kredit jadi macet," ujarnya.

Rizal menilai melemahnya kurs rupiah karena memang fundamental ekonomi Indonesia tidak cukup kuat. Karena itu, kata dia, harus ada terobosan dari sektor riil. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi bisa tetap di pertahankan dan rupiah bisa kembali normal.

Sakitnya rupiah berdampak ke industri farmasi nasional. Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi GP Farmasi Indonesia, Vincent Harijanto menjelaskan, saat ini 95% bahan baku farmasi masih diimpor. Sehingga gejolak rupiah akan berdampak ke hilir.

"Ini juga akan mempengaruhi penawaran harga dari industri farmasi untuk sistem asuransi kesehatan nasional (BPJS)," ujarnya dalam bincang bisnis bertajuk "Stabilitas Kurs Ganggu Pertumbuhan Ekonomi" di Hotel Milenium, Jakarta, dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Kamis (12/7/2018).

Untuk industri farmasi yang besar, langkah pertama untuk mensiasati pelemahan rupiah adalah melakukan efisiensi dalam produksi, namun bila impornya tetap harus bayar dengan nilai dolarnya, maka industri terpaksa harus menaikkan harga.

Tapi pilihan ini bukan hal mudah. Karena kata Vincent, harga sudah ditetapkan sehingga tidak mungkin menaikkan harga. Selain itu dikontrak juga tidak ada klausul mengenai eskalasi harga. "Namun secara normal seharusnya ada batasan tertentu terhadap pelemahan rupiah agar dapat dinegosiasikan kembali," terangnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5223 seconds (0.1#10.140)