Arab Saudi Investasi Rp143 Triliun Perkuat Sektor Energi Afrika Selatan
A
A
A
RIYADH - Afrika Selatan berikhtiar memperkuat kerja sama perdagangan dan bisnis dengan Kerajaan Arab Saudi. Dalam kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi, Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa melakukan pertemuan dengan Raja Salman bin Abdulaziz dan Putera Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman.
Melansir dari CNBC, Sabtu (14/7/2018), dalam kunjungan tersebut, Arab Saudi akan menginvestasikan dana USD10 miliar atau setara Rp143,70 triliun (estimasi kurs Rp14.370 per USD) untuk memperkuat sektor energi di Afrika Selatan.
"Sebagian besar uang tunai akan tersedot ke sektor energi Afrika Selatan, termasuk pembangunan kilang minyak, petrokimia dan energi terbarukan," kata Juru Bicara Pemerintah Afrika Selatan Khusela Diko.
Afrika Selatan sendiri dikenal sebagai negara paling maju di benua Afrika. Namun kini, ekonomi mereka yang dulu menjanjikan telah mengalami kelesuan akibat jatuhnya harga komoditas di pasar dunia dan masalah endemik: korupsi.
Sejak mengambil alih kekuasaan dari Jacob Zuma pada Februari lalu, Ramaphosa berupaya memulihkan ekonomi negara, diantaranya dengan meningkatkan investasi langsung asing (foreign direct investment) dan sikap ramah terhadap pasar, sehingga memberi sinyal positif terhadap pasar saham di Johannesburg.
Untuk membangun ekonomi Afrika Selatan, memang menjadi fokus bagi Ramaphosa karena fundamental ekonomi negaranya belum begitu baik. Menurut Badan Statistik Afrika Selatan, Produk Domestik Bruto (PDB) negara mereka menyusut menjadi 2,2% pada kuartal pertama tahun ini.
Dan salah satu masalah ekonomi adalah ketersediaan listrik. Pemadaman listrik pun menjadi masalah akut di negara itu karena payahnya utilitas milik negara Eksom dan pembangkit listrik berbasis batubara yang sudah uzur. Bahkan 12 dari 15 pembangkit batubara akan segera dinonaktifkan.
Investasi untuk pembiayaan fasilitas baru kerap tertunda karena oposisi, LSM, dan serikat pekerja. "Agen pemerintah Afrika Selatan juga kerap menjadi mitra yang tidak dapat diandalkan," kata Kepala Riset Energi Afrika Selatan di Verisk Maplecroft, Ben Payton.
Karena itu, investasi dari Arab Saudi menjadi babak baru bagi sektor energi di Afrika Selatan. Sementara, Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman memang sudah mencanangkan Visi Arab Saudi 2030 yang mendiversifikasi ketergantungan ekonomi kerajaan pada minyak.
"Kebijakan luar negeri Putra Mahkota Mohammad bin Salman jauh lebih tegas dan lebih aktif di panggung dunia daripada sebelumnya," kata Torbjorn Soltvedt, analis utama Timur Tengah dan Afrika Utara di Verisk Maplecroft kepada CNBC. Dan Riyadh akan menyambut peluang untuk meningkatkan pengaruh di ekonomi Afrika yang paling maju.
Melansir dari CNBC, Sabtu (14/7/2018), dalam kunjungan tersebut, Arab Saudi akan menginvestasikan dana USD10 miliar atau setara Rp143,70 triliun (estimasi kurs Rp14.370 per USD) untuk memperkuat sektor energi di Afrika Selatan.
"Sebagian besar uang tunai akan tersedot ke sektor energi Afrika Selatan, termasuk pembangunan kilang minyak, petrokimia dan energi terbarukan," kata Juru Bicara Pemerintah Afrika Selatan Khusela Diko.
Afrika Selatan sendiri dikenal sebagai negara paling maju di benua Afrika. Namun kini, ekonomi mereka yang dulu menjanjikan telah mengalami kelesuan akibat jatuhnya harga komoditas di pasar dunia dan masalah endemik: korupsi.
Sejak mengambil alih kekuasaan dari Jacob Zuma pada Februari lalu, Ramaphosa berupaya memulihkan ekonomi negara, diantaranya dengan meningkatkan investasi langsung asing (foreign direct investment) dan sikap ramah terhadap pasar, sehingga memberi sinyal positif terhadap pasar saham di Johannesburg.
Untuk membangun ekonomi Afrika Selatan, memang menjadi fokus bagi Ramaphosa karena fundamental ekonomi negaranya belum begitu baik. Menurut Badan Statistik Afrika Selatan, Produk Domestik Bruto (PDB) negara mereka menyusut menjadi 2,2% pada kuartal pertama tahun ini.
Dan salah satu masalah ekonomi adalah ketersediaan listrik. Pemadaman listrik pun menjadi masalah akut di negara itu karena payahnya utilitas milik negara Eksom dan pembangkit listrik berbasis batubara yang sudah uzur. Bahkan 12 dari 15 pembangkit batubara akan segera dinonaktifkan.
Investasi untuk pembiayaan fasilitas baru kerap tertunda karena oposisi, LSM, dan serikat pekerja. "Agen pemerintah Afrika Selatan juga kerap menjadi mitra yang tidak dapat diandalkan," kata Kepala Riset Energi Afrika Selatan di Verisk Maplecroft, Ben Payton.
Karena itu, investasi dari Arab Saudi menjadi babak baru bagi sektor energi di Afrika Selatan. Sementara, Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman memang sudah mencanangkan Visi Arab Saudi 2030 yang mendiversifikasi ketergantungan ekonomi kerajaan pada minyak.
"Kebijakan luar negeri Putra Mahkota Mohammad bin Salman jauh lebih tegas dan lebih aktif di panggung dunia daripada sebelumnya," kata Torbjorn Soltvedt, analis utama Timur Tengah dan Afrika Utara di Verisk Maplecroft kepada CNBC. Dan Riyadh akan menyambut peluang untuk meningkatkan pengaruh di ekonomi Afrika yang paling maju.
(ven)