Pasar Pertanian Harus Dikawal Dari Intervensi Mafia Pangan
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Pertanian, HS Dillon menilai program Kementerian Pertanian (Kementan) yang memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan modernisasi pertanian untuk menumbuhkan ekonomi dan pertanian lokal perlu didukung semua pihak. Pasalnya, selama ini pemerintah lupa memajukan pertanian melalui pembangunan infrastruktur dan modernisasi.
“Baru pada periode pemerintahan ini infrastruktur dan mekanisasi untuk efisiensi produksi mulai dipikirkan,” demikian dikatakan pria yang akrab disapa Dillon dalam seminar nasional yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) di Pekanbaru, Sabtu (21/7/2018).
Seminar ini bertajuk “Mewujudkan Ketahanan Pangan Melalui Pengembangan Bahan Pangan Lokal di Indonesia”. Hadir pula pada seminar ini para peneliti dan ahli ekonomi pertanian se-Riau, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Kuntoro Boga Andri dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Darmansyah.
Dillon menjelaskan pembangunan infrastruktur dan modernisasi saat ini sangat penting untuk petani kecil. Akan tetapi Dilon sangat menyayangkan kondisi pasar komoditas pertanian yang banyak diintervensi mafia pangan. "Pasar masih dikuasai kartel dan mafia yang cenderung menginginkan impor agar mendapatkan keuntungan yang besar", ujarnya.
“Ekonomi pasar kita sudah diintervensi oleh berbagai kepentingan sehingga rakyat dikorbankan. Dalam sektor pertanian banyak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan impor komoditas pangan dan ingin Indonesia tergantung terhadap produk pangan Impor,” tuturnya.
Oleh karenanya, Dillon meminta masyarakat paham tentang kondisi pasar Indonesia yang dikuasai kartel dan mafia. Semua masyarakat harus paham bahwa liberalisasi perdagangan harus disikapi dengan hati-hati. “Termasuk di sektor pangan untuk menjaga kedaulatan pangan. Potensi pangan lokal kita perlu dikembangan dengan melihat spesifikasi wilayah,” ujarnya.
Di forum yang sama, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Darmansyah mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pangan. Sebab, potensi pangan lokal di Indonesia khususnya di Riau sangat besar seperti Sagu, umbi-umbian, produk hortukuktura dan peternakan. “Kami berharap diversivikasi pangan terus dikampanyekan sehingga kita tidak tergantung pada produk impor seperti gandum dan aneka buah impor,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penelitian Prof. Bintoro dari IPB, ada 5 rumpun sagu yang cukup untuk pemenuhan karbohidrat satu keluarga selama setahun. Potensi sagu di Riau sangat besar dan belum optimal dimanfaatkan. “Bahkan yang memanfaatkan tepung sagu negara tetangga seperti Jepang dan China dimana beberapa tahun terakhir mengekspor tepung sagu ke dua negara tersebut,” sebut Darmansyah.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Kuntoro Boga Andri mengungkapkan capaian kebijakan pertanian selama empat tahun sangat membanggakan. Dari data BPS, produksi pertanian 2017 Rp1.344 triliun naik Rp350 triliun dari 2013 dan nilai ekspor 2017 Rp441 triliun naik 24% dari 2016 yang hanya Rp355 triliun.
BPS pun merilis (17/5/2018), angka kenaikan nilai ekspor komoditas pertanian mencapai USD298,5 juta atau tumbuh 6,11% (month to month) dan 7,38% (year on year). Tahun ini, Kementan menargetkan ekspor jagung sebanyak 500.000 ton.
“Selain ekspor, investasi pertanian 2017 sebesar Rp45,90 triliun, atau naik 14% per tahun dari tahun 2013 hingga 2017. Peningkatan nilai investasi ini tak lepas dari kebijakan Menteri Pertanian Mentan Andi Amran Sulaiman yang mencabut 50 permentan dan menyederhanakan 15 permentan menjadi 1 permentan,” kata Kuntoro Boga.
“Baru pada periode pemerintahan ini infrastruktur dan mekanisasi untuk efisiensi produksi mulai dipikirkan,” demikian dikatakan pria yang akrab disapa Dillon dalam seminar nasional yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) di Pekanbaru, Sabtu (21/7/2018).
Seminar ini bertajuk “Mewujudkan Ketahanan Pangan Melalui Pengembangan Bahan Pangan Lokal di Indonesia”. Hadir pula pada seminar ini para peneliti dan ahli ekonomi pertanian se-Riau, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Kuntoro Boga Andri dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Darmansyah.
Dillon menjelaskan pembangunan infrastruktur dan modernisasi saat ini sangat penting untuk petani kecil. Akan tetapi Dilon sangat menyayangkan kondisi pasar komoditas pertanian yang banyak diintervensi mafia pangan. "Pasar masih dikuasai kartel dan mafia yang cenderung menginginkan impor agar mendapatkan keuntungan yang besar", ujarnya.
“Ekonomi pasar kita sudah diintervensi oleh berbagai kepentingan sehingga rakyat dikorbankan. Dalam sektor pertanian banyak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan impor komoditas pangan dan ingin Indonesia tergantung terhadap produk pangan Impor,” tuturnya.
Oleh karenanya, Dillon meminta masyarakat paham tentang kondisi pasar Indonesia yang dikuasai kartel dan mafia. Semua masyarakat harus paham bahwa liberalisasi perdagangan harus disikapi dengan hati-hati. “Termasuk di sektor pangan untuk menjaga kedaulatan pangan. Potensi pangan lokal kita perlu dikembangan dengan melihat spesifikasi wilayah,” ujarnya.
Di forum yang sama, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Darmansyah mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pangan. Sebab, potensi pangan lokal di Indonesia khususnya di Riau sangat besar seperti Sagu, umbi-umbian, produk hortukuktura dan peternakan. “Kami berharap diversivikasi pangan terus dikampanyekan sehingga kita tidak tergantung pada produk impor seperti gandum dan aneka buah impor,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penelitian Prof. Bintoro dari IPB, ada 5 rumpun sagu yang cukup untuk pemenuhan karbohidrat satu keluarga selama setahun. Potensi sagu di Riau sangat besar dan belum optimal dimanfaatkan. “Bahkan yang memanfaatkan tepung sagu negara tetangga seperti Jepang dan China dimana beberapa tahun terakhir mengekspor tepung sagu ke dua negara tersebut,” sebut Darmansyah.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Kuntoro Boga Andri mengungkapkan capaian kebijakan pertanian selama empat tahun sangat membanggakan. Dari data BPS, produksi pertanian 2017 Rp1.344 triliun naik Rp350 triliun dari 2013 dan nilai ekspor 2017 Rp441 triliun naik 24% dari 2016 yang hanya Rp355 triliun.
BPS pun merilis (17/5/2018), angka kenaikan nilai ekspor komoditas pertanian mencapai USD298,5 juta atau tumbuh 6,11% (month to month) dan 7,38% (year on year). Tahun ini, Kementan menargetkan ekspor jagung sebanyak 500.000 ton.
“Selain ekspor, investasi pertanian 2017 sebesar Rp45,90 triliun, atau naik 14% per tahun dari tahun 2013 hingga 2017. Peningkatan nilai investasi ini tak lepas dari kebijakan Menteri Pertanian Mentan Andi Amran Sulaiman yang mencabut 50 permentan dan menyederhanakan 15 permentan menjadi 1 permentan,” kata Kuntoro Boga.
(akr)