Realisasi Rendah, Investasi Sektor Kelistrikan IPP Terkendala di Daerah
A
A
A
JAKARTA - Investasi sektor ketenagalistrikan pada semester I/2018 baru mencapai 23,20% atau USD2,83 miliar dari target tahun ini USD12,20 miliar. Realisasi yang rendah tersebut disebabkan banyaknya hambatan di daerah.
Juru Bicara Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary mengatakan, kendala terbesar masih berada di daerah. “Realisasi rendah penyebabnya masih daerah. Banyak daerah yang belum siap, sehingga malambat,” jelas Rizal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Rizal mengatakan, berdasarkan laporan dari anggotanya, banyak IPP (Independent Power Producer) terkendala pembebasan lahan, kendala hutan lindung, serta banyak daerah yang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) belum jelas. “Pusat kan enggak bisa kasih izin kalau belum jelas ini RTRW misalnya,” terangnya.
Dia mengatakan, pemerintah pusat sudah tepat meluncurkan Sistem Online Single Submission (OSS) yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik. Sehingga perizinan semakin mempermudah pengembang.
Pengembang juga tidak perlu ke daerah untuk memperoleh izin lokasi. “Tapi izin-izin itu tidak diberikan kalau RTRW-nya tidak jelas di daerah. Apalagi bila berhadapan dengan hutan lindung,” paparnya.
Kendala lainnya, izin investasi pembangkit di hutan lindung hanya 10 MW dengan luas lahan maksimal hanya 10 hektare. “Investasinya besar, membuka lahan baru. Tapi produksi kecil, hanya 10 MW, tidak feasible secara bisnis,” ucap dia.
Sebab itu, Rizal mengatakan, kendala investasi kelistrikan terbesar berada di daerah. “Ekseksinya kan di daerah, walaupun sudah ada OSS. Kita belum lihat adanya Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) bisa mampu selesaikan persoalan daerah,” ucap dia.
Terang dia, meski demikian terdapat sejumlah kepala daerah yang punya visi yang baik dan banyak membantu kelancaran investasi pengembang di daerahnya. “Kalau pas ketemu kepala daerah yang baik dan punya visi ya dia bantu. Semua lancar. Masalahnya kan tidak semua begitu,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, bahwa rendahnya investasi sektor kelistrikan pada semester pertama tersebut disebabkan oleh pelaporan investasi belum diterima sepenuhnya oleh Kementerian ESDM. Banyak pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) yang belum melaporkan realisasi investasi.
“Ini (realisasi investasi) baru dari PLN, sedangkan di luar PLN banyak yang melakukan investasi. Saya menyurati supaya mereka melaporkan,” ujar Jisman.
Sambung dia menuturkan, untuk menggenjot investasi proyek listrik, Kementerian ESDM sudah melakukan pemangkasan regulasi untuk mempermudah dan mempercepat proses perizinan. Di sisi lain, menurutnya, tarif dari energi baru dan terbarukan yang berlaku saat ini juga dinilai cukup menarik bagi investor.
Dia pun optimistis target investasi tahun ini dapat tercapai. Target investasi di sektor ketenagalistrikan tersebut sebelumnya sempat direvisi dari target awal sebesar USD24,88 miliar.
Investasi pembangkit dari IPP senilai USD14 miliar, sedangkan sisanya USD10.88 miliar merupakan komitmen investasi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Revisi target lantaran banyak proyek ketenagalistrikan yang target pengoperasiannya bergeser ke tahun-tahun selanjutnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, progres program pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang sedang dalam tahap kontruksi mencapai 47% atau sebesar 16.523 MW. Proyek yang sudah terkontrak atau tahap perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dan belum konstruksi sudah mencapai 13.481 MW atau 38%. Terdapat penambahan PPA sebesar 755 MW dari realisasi tahun lalu yang sebesar 12.726 MW.
Juru Bicara Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary mengatakan, kendala terbesar masih berada di daerah. “Realisasi rendah penyebabnya masih daerah. Banyak daerah yang belum siap, sehingga malambat,” jelas Rizal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Rizal mengatakan, berdasarkan laporan dari anggotanya, banyak IPP (Independent Power Producer) terkendala pembebasan lahan, kendala hutan lindung, serta banyak daerah yang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) belum jelas. “Pusat kan enggak bisa kasih izin kalau belum jelas ini RTRW misalnya,” terangnya.
Dia mengatakan, pemerintah pusat sudah tepat meluncurkan Sistem Online Single Submission (OSS) yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik. Sehingga perizinan semakin mempermudah pengembang.
Pengembang juga tidak perlu ke daerah untuk memperoleh izin lokasi. “Tapi izin-izin itu tidak diberikan kalau RTRW-nya tidak jelas di daerah. Apalagi bila berhadapan dengan hutan lindung,” paparnya.
Kendala lainnya, izin investasi pembangkit di hutan lindung hanya 10 MW dengan luas lahan maksimal hanya 10 hektare. “Investasinya besar, membuka lahan baru. Tapi produksi kecil, hanya 10 MW, tidak feasible secara bisnis,” ucap dia.
Sebab itu, Rizal mengatakan, kendala investasi kelistrikan terbesar berada di daerah. “Ekseksinya kan di daerah, walaupun sudah ada OSS. Kita belum lihat adanya Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) bisa mampu selesaikan persoalan daerah,” ucap dia.
Terang dia, meski demikian terdapat sejumlah kepala daerah yang punya visi yang baik dan banyak membantu kelancaran investasi pengembang di daerahnya. “Kalau pas ketemu kepala daerah yang baik dan punya visi ya dia bantu. Semua lancar. Masalahnya kan tidak semua begitu,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, bahwa rendahnya investasi sektor kelistrikan pada semester pertama tersebut disebabkan oleh pelaporan investasi belum diterima sepenuhnya oleh Kementerian ESDM. Banyak pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) yang belum melaporkan realisasi investasi.
“Ini (realisasi investasi) baru dari PLN, sedangkan di luar PLN banyak yang melakukan investasi. Saya menyurati supaya mereka melaporkan,” ujar Jisman.
Sambung dia menuturkan, untuk menggenjot investasi proyek listrik, Kementerian ESDM sudah melakukan pemangkasan regulasi untuk mempermudah dan mempercepat proses perizinan. Di sisi lain, menurutnya, tarif dari energi baru dan terbarukan yang berlaku saat ini juga dinilai cukup menarik bagi investor.
Dia pun optimistis target investasi tahun ini dapat tercapai. Target investasi di sektor ketenagalistrikan tersebut sebelumnya sempat direvisi dari target awal sebesar USD24,88 miliar.
Investasi pembangkit dari IPP senilai USD14 miliar, sedangkan sisanya USD10.88 miliar merupakan komitmen investasi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Revisi target lantaran banyak proyek ketenagalistrikan yang target pengoperasiannya bergeser ke tahun-tahun selanjutnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, progres program pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang sedang dalam tahap kontruksi mencapai 47% atau sebesar 16.523 MW. Proyek yang sudah terkontrak atau tahap perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dan belum konstruksi sudah mencapai 13.481 MW atau 38%. Terdapat penambahan PPA sebesar 755 MW dari realisasi tahun lalu yang sebesar 12.726 MW.
(akr)