Program SVLK IKM dan Petani Hutan Rakyat Digagas KLHK

Jum'at, 24 Agustus 2018 - 17:14 WIB
Program SVLK IKM dan...
Program SVLK IKM dan Petani Hutan Rakyat Digagas KLHK
A A A
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencanangkan program fasilitas sertifikasi legalitas kayu bagi industri kecil dan menengah (IKM) dan petani hutan rakyat. Pencanangan dilakukan di Gedung Manggala Wanabakti KLHK, Jakarta, Jumat (24/8/2018) dengan dihadiri oleh 450 UMKM dan petani hutan rakyat serta perwakilan dinas kehutanan dari berbagai provinsi di Indonesia.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rufi'ie mengatakan sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK) mulai diimplementasikan oleh KLHK pada 2013. "Sistem ini dibangun tanpa ada campur tangan orang lain. Karena Indonesia ingin mengelola kayunya dengan baik. Uni Eropa telah menerapkan legalitas baru terhadap kayu ekspor. Untuk kebijakan tersebut Indonesia telah berhasil menegosiasikan dengan Uni Eropa," kata Rufi'ie dalam sambutannya.

Tujuan dicanangkan program ini untuk menyebarluaskan fasilitasi sertifikasi legalitas kayu kepada IKM dan petani rakyat. "Bagaimana kita meningkatkan pemahaman SVLK bagi UMKM sehingga menimbulkan minat untuk bersama belajar dan dipandu sampai nanti bersertifikat," ujarnya.

Sementara itu, lewat pencanangan program ini KLHK juga mengupayakan agar mutu kayu yang diekspor bisa terus meningkat serta peningkatan juga terjadi dari segi kuantitas. Sejak SVLK diterapkan, sampai dengan 2017 ada 3946 IKM yang bersertifikat dengan didanai melalui KLHK. "Diharapkan akhir tahun 2018 tercapai sebanyak 4.086 UMKm terdiri dari 346 unit IKM dan 3.740 unit petani hutan rakyat," tandasnya.

Ia juga mengatakan, dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia terhadap peningkatan kapabilitas serta mutu ekspor kayu Indonesia, Indonesia pun berhasil menjadi negara pertama yang berhak menerbitkan lisensi flekti atau Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). “Adanya lisensi ini membuat kayu Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa tidak perlu melewati uji tuntas,” terangnya.

Sementara itu masih banyak pelaku IKM dan kelompok petani hutan rakyat di masih mengalami hambatan serius dalam mengikuti kebijakan pemerintah yang mewajibkan mencari SVLK. Adapun kendalanya, pelaku IKM dan petani kesulitan biaya ketika akan menggurus SVLK yang diwajibkan.

Pelaku IKM dan kelompok petani hutan rakyat sudah berusaha untuk mengurus sertifikat. Hanya saja kebanyakan pelaku IKM dan kelompok petani hutan rakyat ini kesulitan biaya untuk bisa mengantongi SVLK. Menurut salah satu pelaku IKM Agus, rata-rata biaya untuk mencari SVLK bervariasi hingga mencapai puluhan juta rupiah. Ketidakmampuan menyiapkan dana tersebut, kata dia, pelaku IKM dan kelompok petani terpaksa tidak mencari SVLK.

Kendati demikian, masih banyak pelaku IKM dan petani tetap menggeluti usaha meskipun produksinya dianggap ilegal dan kesulitan dalam pemasaran. “Ya, sejauh ini kata teman-teman sesama pelaku biaya masih jadi kendala. Hal ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah,” ujar dia.

Seperti diketahui implementasi aksi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) di Uni Eropa (UE) sejak 1 April 2016 membuat para negara anggota UE meminta semua produk kayu dan timber yang diekspor dari Indonesia ke UE memiliki sertifikat SVLK. SVLK adalah sebuah sistem di Indonesia yang didesain untuk memverifikasi legalitas produk-produk kayunya. Sementara itu rencana FLEGT UE didesain untuk melawan illegal logging dan meningkatkan manajemen hutan di seluruh dunia.

SVLK ini merupakan program pemerintah pusat yang wajib diikuti oleh setiap pelaku IKM dan kelompok petani hutan rakyat. Setiap pelaku IKM dan kelompok petani hutan rakyat ini wajib menganggung biaya agar mendapatkan SVLK. Namun sejauh ini pemerintah daerah belum mampu untuk membantu modal untuk pelaku IKM dan kelompok petani hutan rakyat agar bisa mencari SVLK.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8109 seconds (0.1#10.140)