Harga WTI Naik Karena Badai Gordon Melanda Anjungan Minyak di Teluk Meksiko
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) pada perdagangan Selasa (4/9/2018), naik 24 sen atau 0,3% menjadi USD70,04 per barel pada pukul 00:34 GMT. Kenaikan harga minyak WTI setelah Anadarko Petroleum Corp melaporkan bahwa mereka telah mengevakuasi dan menutup produksi di dua anjungan minyak di Teluk Meksiko karena kedatangan badai Gordon.
Sementara itu, melansir dari Reuters, Selasa (4/9/2018), harga minyak Brent International sebaliknya melemah 5 sen menjadi USD78,10 per barel. Hal ini disebabkan India dan China yang bersikukuh tetap mengimpor minyak dari Iran.
Berbeda dengan negara-negara lain yang telah menghentikan pembelian minyak Iran karena sanksi keuangan Amerika Serikat terhadap Teheran, China dan India tetap mengimpor minyak dari kapal-kapal milik National Iranian Tanker Co (NITC). Kedua importir minyak terbesar Asia tersebut tidak menghiraukan tekanan dari Washington.
Bank Barclays Inggris mengatakan pada Selasa (4/9), sejatinya pasar minyak telah berubah sejak 2017, ketika terjadi kekhawatiran tentang meningkatnya pasokan si emas hitam. Hal ini membuat OPEC dan Rusia memangkas produksi untuk menyeimbangkan pasar.
"Produsen AS menolak godaan (mengurangi produksi) dan menerapkan disiplin modal. Dan saat OPEC dan Rusia menurunkan produksi demi menyeimbangkan produksi global, AS menggunakan sanksi yang lebih aktif dan beberapa produsen utama OPEC berisiko menjadi negara gagal," kata Barclays.
Masalah geopolitik seperti sanksi AS untuk Iran dan Venezuela yang membuat penurunan produksi, serta pemadaman beberapa industri minyak di Libya, bisa membuat harga minyak mentah mencapai USD80 per barel dalam jangka pendek.
Barclays memperkirakan rata-rata harga minyak Brent untuk jangka waktu pendek hingga menengah, mencapai USD75 per barel, naik dari perkiraan sebelumnya di level rata-rata USD55 per barel.
Bank BNP Paribas asal Prancis juga memperkirakan dengan nada sama. "Masalah pasokan" di sisa tahun ini dan memasuki tahun 2019 akan membuat harga rata-rata Brent di level USD79 per barel pada tahun depan.
Sementara itu, melansir dari Reuters, Selasa (4/9/2018), harga minyak Brent International sebaliknya melemah 5 sen menjadi USD78,10 per barel. Hal ini disebabkan India dan China yang bersikukuh tetap mengimpor minyak dari Iran.
Berbeda dengan negara-negara lain yang telah menghentikan pembelian minyak Iran karena sanksi keuangan Amerika Serikat terhadap Teheran, China dan India tetap mengimpor minyak dari kapal-kapal milik National Iranian Tanker Co (NITC). Kedua importir minyak terbesar Asia tersebut tidak menghiraukan tekanan dari Washington.
Bank Barclays Inggris mengatakan pada Selasa (4/9), sejatinya pasar minyak telah berubah sejak 2017, ketika terjadi kekhawatiran tentang meningkatnya pasokan si emas hitam. Hal ini membuat OPEC dan Rusia memangkas produksi untuk menyeimbangkan pasar.
"Produsen AS menolak godaan (mengurangi produksi) dan menerapkan disiplin modal. Dan saat OPEC dan Rusia menurunkan produksi demi menyeimbangkan produksi global, AS menggunakan sanksi yang lebih aktif dan beberapa produsen utama OPEC berisiko menjadi negara gagal," kata Barclays.
Masalah geopolitik seperti sanksi AS untuk Iran dan Venezuela yang membuat penurunan produksi, serta pemadaman beberapa industri minyak di Libya, bisa membuat harga minyak mentah mencapai USD80 per barel dalam jangka pendek.
Barclays memperkirakan rata-rata harga minyak Brent untuk jangka waktu pendek hingga menengah, mencapai USD75 per barel, naik dari perkiraan sebelumnya di level rata-rata USD55 per barel.
Bank BNP Paribas asal Prancis juga memperkirakan dengan nada sama. "Masalah pasokan" di sisa tahun ini dan memasuki tahun 2019 akan membuat harga rata-rata Brent di level USD79 per barel pada tahun depan.
(ven)