Jeruk Indonesia Siap Jadi Kompetitor Jeruk Impor
A
A
A
JAKARTA - Jeruk merupakan salah satu komoditas buah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi pasar yang bagus khususnya jeruk berwarna kuning. Permintaan akan jeruk sangat tinggi khususnya pasar di kota-kota besar. Namun sampai saat ini, pasokan jeruk nasional belum mampu memenuhi kebutuhan.
Berdasarkan data produksi jeruk khususnya Siam atau Keprok, dari tahun ke tahun produksinya menunjukkan tren positif dengan besaran volume mencapai 2.165.184 ton pada tahun 2017. Ini meningkat 44,50 % jika dibandingkan 5 tahun silam atau tahun 2012 dengan volume 1.498.394 ton.
"Program pengembangan kawasan dengan ekstensifikasi luas areal pertanaman kawasan jeruk memberikan stimulasi peningkatan produksi yang signifikan", ucap Sarwo Edhy, Direktur Buah dan Florikultura dalam keterangannya, Jumat (21/9/2018).
Pengembangan jeruk nasional ke depan diharapkan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan agribisnis jeruk. Di antaranya mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas jeruk. Selain itu, dapat memproduksi jenis atau karakter jeruk yang diinginkan, meningkatkan kualitas jeruk sesuai keinginan konsumen dan dapat memperbaiki tata niaga jeruk. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah dapat memenuhi informasi ketersediaan jeruk di sentra produksi dan kebutuhan di pasar induk.
"Lembaga penelitian diharapkan mampu menciptakan teknologi budidaya maju jeruk yang efisien, murah, efektif dan aplikatif, sehingga produk jeruk nasional dapat berdaya saing", lanjut Sarwo.
Merujuk pada volume impor, apabila dibandingkan dengan volume produksi nasional lima tahun terakhir maka kisaran impor hanya sekitar 1,49% atau setara dengan 26.000 ton. Angka ini didominasi jeruk warna oranye di antaranya Murcot, Clementine, Kino, Ponkan, Mandarin, Valencia Neval dan lain-lain.
"Jika substitusi impor jeruk benar-benar akan direalisasikan, maka Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi, mengganti bahkan menutup impor jeruk warna oranye", tambahnya.
Meski demikian, dirinya memahami permasalahan impor bukan sekedar hitungan volume namun termasuk di dalamnya pertimbangan politis, hubungan bilateral, kerja sama perdagangan, barter barang dan hal lain.
Jika bahasan pengembangan jeruk untuk upaya substitusi impor berdasarkan target produksi, maka hitungan kebutuhan lahan untuk penumbuhan jeruk dengan asumsi populasi per hektare, 400 pohon dan rerata hasil per pohon 40-60 kg per pohon per tahun, maka Indonesia memerlukan ekstensifikasi varietas jeruk warna oranye seluas 900-1.400 hektare.
Varietas jeruk warna oranye Indonesia yang memiliki keunggulan spesifik di antaranya adalah Jeruk Rimau Gerga Lebong (Bengkulu), Jeruk Keprok Batu 55 (Malang), Jeruk Siompu (Sulawesi Tenggara), Jeruk Keprok Soe (Nusa Tenggara Timur), Jeruk Orange Parahyangan dan Jeruk Siem Karo.
"Jika jeruk-jeruk tersebut bisa kita kembangkan, maka tidak menutup kemungkinan Sunkist, Murcot dan Navel atau apapun warna dan bentuknya, bukan mustahil akan tergantikan oleh jeruk-jeruk oranye asli Indonesia", tutupnya.
Berdasarkan data produksi jeruk khususnya Siam atau Keprok, dari tahun ke tahun produksinya menunjukkan tren positif dengan besaran volume mencapai 2.165.184 ton pada tahun 2017. Ini meningkat 44,50 % jika dibandingkan 5 tahun silam atau tahun 2012 dengan volume 1.498.394 ton.
"Program pengembangan kawasan dengan ekstensifikasi luas areal pertanaman kawasan jeruk memberikan stimulasi peningkatan produksi yang signifikan", ucap Sarwo Edhy, Direktur Buah dan Florikultura dalam keterangannya, Jumat (21/9/2018).
Pengembangan jeruk nasional ke depan diharapkan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan agribisnis jeruk. Di antaranya mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas jeruk. Selain itu, dapat memproduksi jenis atau karakter jeruk yang diinginkan, meningkatkan kualitas jeruk sesuai keinginan konsumen dan dapat memperbaiki tata niaga jeruk. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah dapat memenuhi informasi ketersediaan jeruk di sentra produksi dan kebutuhan di pasar induk.
"Lembaga penelitian diharapkan mampu menciptakan teknologi budidaya maju jeruk yang efisien, murah, efektif dan aplikatif, sehingga produk jeruk nasional dapat berdaya saing", lanjut Sarwo.
Merujuk pada volume impor, apabila dibandingkan dengan volume produksi nasional lima tahun terakhir maka kisaran impor hanya sekitar 1,49% atau setara dengan 26.000 ton. Angka ini didominasi jeruk warna oranye di antaranya Murcot, Clementine, Kino, Ponkan, Mandarin, Valencia Neval dan lain-lain.
"Jika substitusi impor jeruk benar-benar akan direalisasikan, maka Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi, mengganti bahkan menutup impor jeruk warna oranye", tambahnya.
Meski demikian, dirinya memahami permasalahan impor bukan sekedar hitungan volume namun termasuk di dalamnya pertimbangan politis, hubungan bilateral, kerja sama perdagangan, barter barang dan hal lain.
Jika bahasan pengembangan jeruk untuk upaya substitusi impor berdasarkan target produksi, maka hitungan kebutuhan lahan untuk penumbuhan jeruk dengan asumsi populasi per hektare, 400 pohon dan rerata hasil per pohon 40-60 kg per pohon per tahun, maka Indonesia memerlukan ekstensifikasi varietas jeruk warna oranye seluas 900-1.400 hektare.
Varietas jeruk warna oranye Indonesia yang memiliki keunggulan spesifik di antaranya adalah Jeruk Rimau Gerga Lebong (Bengkulu), Jeruk Keprok Batu 55 (Malang), Jeruk Siompu (Sulawesi Tenggara), Jeruk Keprok Soe (Nusa Tenggara Timur), Jeruk Orange Parahyangan dan Jeruk Siem Karo.
"Jika jeruk-jeruk tersebut bisa kita kembangkan, maka tidak menutup kemungkinan Sunkist, Murcot dan Navel atau apapun warna dan bentuknya, bukan mustahil akan tergantikan oleh jeruk-jeruk oranye asli Indonesia", tutupnya.
(ven)