Investasi Rp290 Triliun Siap Dikucurkan ke 10 Proyek Bali Baru

Kamis, 27 September 2018 - 22:08 WIB
Investasi Rp290 Triliun Siap Dikucurkan ke 10 Proyek Bali Baru
Investasi Rp290 Triliun Siap Dikucurkan ke 10 Proyek Bali Baru
A A A
JAKARTA - Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) Center yang berada di Kementerian PPN/Bappenas, siap menyalurkan investasi Rp290 Triliun untuk 10 kawasan wisata prioritas atau proyek Bali Baru. SVP Group Head Pina Taufan Wijaya mengatakan, pihaknya siap fasilitasi proyek Bali Baru untuk mendapatkan investor yang berminat menanamkan modalnya.

Skema PINA akan memanfaatkan dana jangka panjang melalui pasar modal untuk menjadi investasi langsung, investasi nirequity, ataupun reksa dana. “Kami targetkan dapat menyalurkan investasi Rp290 Triliun untuk pengembangan 10 Bali Baru. Adapun penyusunan master plan tersebut dilakukan bersama-sama dengan tim yang ada di Bappenas dan Kementerian Pariwisata,” ujar Taufan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata III Tahun 2018 di Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Sepuluh proyek pengembangan wisata prioritas diarahkan menggunakan skema PINA karena kebutuhan investasi yang diperlukan sangat besar. Sepuluh destinasi wisata prioritas itu yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Kepulauan Bangka Belitung, Tanjung Lesung di Banten, Kepulauan Seribu di Jakarta, Borobudur di Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan Morotai di Maluku Utara.

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengutarakan, siap bersinergi dengan Kementerian Pariwisata dalam mendatangkan investasi untuk pengembangan pariwisata. Saat ini sektor pariwisata menjadi sangat strategis mewakili sektor jasa. Karena itu pembangunan pariwisata yang dilakukan harus lebih terencana, yaitu sebagai konsep pembangunan wilayah. Dengan demikian akan lebih jelas multiplier effect dan juga sebagai pengungkit ekonomi suatu daerah.

“Pariwisata tidak lagi sebagai sektor, namun sebagai konsep pembangunan wilayah. Karena pariwisata sangat spesifik lokasinya dimana, apa dampak ekonominya, dan siapa yang menikmatinya. Jadi harus bersumber dari kemauan warganya, lalu didukung Pemda, dan Bappeda siap membantu supaya lebih efektif,” ujar Bambang dalam kesempatan sama.

Lebih lanjut dia menambahkan, saat ini pengembangan 10 Bali Baru sangat penting karena minat investasi ke Bali sudah over supply. Destinasi baru harus disiapkan untuk menyambut aliran investasi dari dalam dan luar negeri. Sehingga tugas utama seluruh pihak adalah meyakinkan para investor untuk masuk ke wilayah selain Bali.

“Salah satu caranya dengan feasibility study yang diakui oleh investor. Mungkin lebih mahal tapi efektif untuk menarik investor masuk. Jadi Pemda harus menyisihkan dana karena nanti akan maksimal menjaring investor,” ujarnya.

Dia juga bercerita dalam pertemuan bersama investor dari AS sudah ada minat investasi untuk masuk ke sektor pariwisata. Karena selama ini investor AS hanya fokus pada tambang di Papua namun kini sudah mulai ada peralihan minat. Namun juga ada kritikan dalam pengelolaan lokasi menyelam di Indonesia mulai terlalu padat dan tidak terawat.

Karena itu dibutuhkan keseimbangan dalam menjaga jumlah pengunjung supaya lokasinya tetap terjaga. “Harus ada seni menjaga keseimbangan menjaga jumlah pengunjung supaya tetap terawat. Kita bisa belajar dari negara di Eropa yang berhasil,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Menteri Pariwisata Arief Yahya memaparkan ‘Accelerate Investment and Financing for Tourism Sector’. Isinya terkait kondisi pariwisata dan peluang-peluang mendatangkan investasi. Sampai tahun 2019, sektor pariwisata membutuhkan investasi dan pembiayaan sebesar Rp500 triliun. “Besarnya kebutuhan investasi dan pembiayaan di sektor pariwisata ini kita coba petakan dan bahas dalam Rakornas Pariwisata III/2018,” kata Arief.

Menpar Arief Yahya menjelaskan, pariwisata ditetapkan sebagai sektor andalan dalam menghasilkan devisa. Tahun 2019 menargetkan devisa USD20 miliar. Dengan target kunjungan 20 juta wisman dan pergerakan 275 juta wisatawan lokal.

Pariwisata juga sebagai pilihan dalam menstabilkan defisit pada neraca perdagangan Indonesia."Dalam empat tahun terakhir, pariwisata menghasilkan balance payment yang positif. Selalu surplus antara devisa yang diperoleh dari kunjungan wisman dengan uang yang dibelanjakan oleh wisatawan nasional yang berwisata ke luar negeri," ujarnya.

Berdasarkan catatan Kemenpar, periode Januari-Juli 2018, sektor pariwisata telah menyumbang devisa sebesar USD 9 juta. Sedangkan bulan Juli 2018 menyumbang devisa sebesar USD 1,5 juta.

"Kalau kita bisa mempertahankan USD1,5 juta sampai enam bulan ke depan, maka totalnya menjadi USD 16,5 juta. Target kita di 2018 sebesar USD17 juta, artinya masih kurang USD500 ribu. Oleh karena itu, kita jangan sampai ngantuk. Kita kejar kekurangan tersebut agar tahun 2018 pariwisata akan menjadi sektor terbesar yang menghasilkan devisa dan menjadi yang terbaik," paparnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1379 seconds (0.1#10.140)