5 Masalah BUMN Versi BPK, dari Konflik Kepentingan hingga Moral Hazard
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membeberkan lima masalah utama yang terjadi di internal Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ). Salah satu yang menjadi sorotan yakni konflik kepentingan di dalam perusahaan pelat merah.
Lalu, persaingan yang tidak sehat antar perusahaan, bias penilaian kinerja, survival cost, hingga tingginya moral hazard. Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII, Slamet Edy Purnomo mengatakan, lemahnya tata kelola dan tingginya moral hazard sudah merusak strategi bisnis di lingkungan perusahaan pelat merah.
"Lemahnya tata kelola dan tingginya moral hazard telah merusak strategi bisnis di lingkungan BUMN," ujar Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK), Slamet Edy Purnomo melalui keterangan resmi.
Dia menekankan, pentingnya tata kelola dan manajemen risiko yang kuat bagi BUMN untuk mencapai tujuan strategis bisnis dan menghadapi sejumlah tantangan saat ini dan masa mendatang.
Tak hanya itu, perseroan negara juga harus beradaptasi dengan isu-isu global seperti perubahan iklim dan menunjukkan kepedulian terhadap aspek environmental, social, and governance (ESG).
"Bagi BUMN di Indonesia, tentu hal tersebut juga harus menjadi perhatian yang seharusnya tidak berhenti di hal prosedural, namun juga memenuhinya secara substantif," paparnya.
Slamet mendorong BUMN untuk mengadopsi praktik governance, risk, and compliance (GRC) yang telah diterapkan di industri perbankan, di mana masing-masing aspek diatur dengan peraturan dan ditambahkan aspek ESG menjadi environmental, social, governance, risk, and compliance (ESGRC).
"Sementara itu di industri non-perbankan baru diatur dengan Peraturan Menteri BUMN nomor 5 tahun 2022 dan baru terbentuk struktur Direktorat Manajemen Risiko pada beberapa BUMN besar non perbankan, yang mana masih membutuhkan observasi dan perbaikan," jelas dia.
BPK pun merumuskan tiga strategi perubahan untuk meningkatkan efektivitas audit BUMN. Pertama, implementasi integrated audit approach untuk integrasi pemeriksaan kinerja dan kepatuhan yang fokus pada kebijakan, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan keuangan negara yang akuntabel.
Kedua adalah pemeriksaan kinerja mandatory terintegrasi pada BUMN signifikan yang didukung oleh big data dan data analytics yang kuat. Ketiga, peran aktif BPK dan sinergi dengan stakeholder dalam mendorong penguatan fungsi governance dan risk management yang dimulai dari Kementerian BUMN, holding dan BUMN.
"Diharapkan dengan upaya bersama, tata kelola dan penguatan manajemen risiko BUMN, BUMN dapat mencapai tujuannya secara optimal dan berkontribusi pada pembangunan nasional," pungkasnya.
Lalu, persaingan yang tidak sehat antar perusahaan, bias penilaian kinerja, survival cost, hingga tingginya moral hazard. Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII, Slamet Edy Purnomo mengatakan, lemahnya tata kelola dan tingginya moral hazard sudah merusak strategi bisnis di lingkungan perusahaan pelat merah.
"Lemahnya tata kelola dan tingginya moral hazard telah merusak strategi bisnis di lingkungan BUMN," ujar Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK), Slamet Edy Purnomo melalui keterangan resmi.
Dia menekankan, pentingnya tata kelola dan manajemen risiko yang kuat bagi BUMN untuk mencapai tujuan strategis bisnis dan menghadapi sejumlah tantangan saat ini dan masa mendatang.
Tak hanya itu, perseroan negara juga harus beradaptasi dengan isu-isu global seperti perubahan iklim dan menunjukkan kepedulian terhadap aspek environmental, social, and governance (ESG).
"Bagi BUMN di Indonesia, tentu hal tersebut juga harus menjadi perhatian yang seharusnya tidak berhenti di hal prosedural, namun juga memenuhinya secara substantif," paparnya.
Slamet mendorong BUMN untuk mengadopsi praktik governance, risk, and compliance (GRC) yang telah diterapkan di industri perbankan, di mana masing-masing aspek diatur dengan peraturan dan ditambahkan aspek ESG menjadi environmental, social, governance, risk, and compliance (ESGRC).
"Sementara itu di industri non-perbankan baru diatur dengan Peraturan Menteri BUMN nomor 5 tahun 2022 dan baru terbentuk struktur Direktorat Manajemen Risiko pada beberapa BUMN besar non perbankan, yang mana masih membutuhkan observasi dan perbaikan," jelas dia.
BPK pun merumuskan tiga strategi perubahan untuk meningkatkan efektivitas audit BUMN. Pertama, implementasi integrated audit approach untuk integrasi pemeriksaan kinerja dan kepatuhan yang fokus pada kebijakan, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan keuangan negara yang akuntabel.
Kedua adalah pemeriksaan kinerja mandatory terintegrasi pada BUMN signifikan yang didukung oleh big data dan data analytics yang kuat. Ketiga, peran aktif BPK dan sinergi dengan stakeholder dalam mendorong penguatan fungsi governance dan risk management yang dimulai dari Kementerian BUMN, holding dan BUMN.
"Diharapkan dengan upaya bersama, tata kelola dan penguatan manajemen risiko BUMN, BUMN dapat mencapai tujuannya secara optimal dan berkontribusi pada pembangunan nasional," pungkasnya.
(akr)