Pemerintah Terus Upayakan Alternatif Pembiayaan Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Pembiayaan merupakan salah satu tantangan utama dalam membangun infrastruktur. Karena itu, menemukan skema dan sumber yang inovatif untuk melengkapi pembiayaan konservatif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun mutlak diperlukan.
"Kita perlu terus menggali paradigma baru dalam pendanaan infrastruktur. Maka forum yang diinisiasi oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKP3K) ini diharapkan dapat memberi solusi pada kita," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam siaran pers, Selasa (9/10/2018).
Menko Darmin menceritakan perjalanan pembangunan infrastruktur Indonesia selama masa pemerintahan Jokowi-JK. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 disusun dan salah satunya difokuskan pada akselerasi infrastruktur.
Dari tahun 2015 hingga tahun 2019, pemerintah menargetkan untuk membangun berbagai macam infrastruktur seperti 1.800 km jalan tol, 2.159 km kereta api antar kota, 24 pelabuhan baru, 15 bandara baru, serta 35.000 MW pembangkit listrik.
Kemudian lebih fokus lagi, pemerintah pun telah menetapkan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang saat ini terdiri dari 223 proyek dan 3 program, dengan perkiraan total nilai investasi sebesar USD307,4 miliar. Data per Juni 2018 menunjukkan bahwa 32 proyek telah selesai dan 44 PSN sedang dalam operasi parsial. Selain itu, kemajuan program listrik 35 GW juga menunjukkan perkembangan, sebesar 2.278 MW sudah beroperasi.
Kata Darmin, dari perkiraan total nilai investasi sebesar USD307,4 miliar untuk PSN tersebut, lebih dari 50% pendanaan diharapkan berasal dari sektor swasta.
"Salah satu fokus utama untuk menarik sektor swasta adalah dengan adanya skema Public Private Partnership (PPP). Pemerintah terus mendukung dari aspek fiskal, regulasi, maupun kelembagaan," sambungnya.
Dari sisi fiskal, pemerintah telah menyiapkan dana dukungan tunai infrastruktur (Viability Gap Fund), pembayaran secara berkala (Availability Payment), dan jaminan. Dari aspek regulasi, pemerintah memiliki Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional untuk memandu proses PPP dan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penggunaan aset negara untuk proyek PPP.
Sementara soal kelembagaan, pemerintah telah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk debottlenecking, PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) untuk mengeksekusi fasilitas pengembangan proyek, dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) untuk memberikan jaminan pemerintah.
"Pemerintah juga telah menerbitkan berbagai produk keuangan inovatif untuk infrastruktur. Misalnya, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA), Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), dan Komodo Bond," terang Darmin.
Pemerintah pun mendorong penerbitan instrumen pembiayaan infrastruktur alternatif lainnya, seperti Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA) dan Obligasi Pemerintah Daerah. Pemerintah saat ini juga sedang mengembangkan peraturan untuk skema baru yaitu Skema Konsesi Terbatas atau Limited Concession Scheme (LCS).
Selanjutnya, menurut Darmin, pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan bagi investor dengan menyediakan kemudahan dan berbagai alternatif transaksi lindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah. Contohnya adalah Call Spread Options dan Domestic Non-Deliverable Forward yang baru diperkenalkan.
"Terlepas dari inisiatif-inisiatif tersebut, pemerintah menyadari bahwa kerja sama dengan dunia internasional juga masih diperlukan untuk terus mengembangkan skema pembiayaan infrastruktur yang inovatif," ujarnya.
"Kita perlu terus menggali paradigma baru dalam pendanaan infrastruktur. Maka forum yang diinisiasi oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKP3K) ini diharapkan dapat memberi solusi pada kita," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam siaran pers, Selasa (9/10/2018).
Menko Darmin menceritakan perjalanan pembangunan infrastruktur Indonesia selama masa pemerintahan Jokowi-JK. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 disusun dan salah satunya difokuskan pada akselerasi infrastruktur.
Dari tahun 2015 hingga tahun 2019, pemerintah menargetkan untuk membangun berbagai macam infrastruktur seperti 1.800 km jalan tol, 2.159 km kereta api antar kota, 24 pelabuhan baru, 15 bandara baru, serta 35.000 MW pembangkit listrik.
Kemudian lebih fokus lagi, pemerintah pun telah menetapkan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang saat ini terdiri dari 223 proyek dan 3 program, dengan perkiraan total nilai investasi sebesar USD307,4 miliar. Data per Juni 2018 menunjukkan bahwa 32 proyek telah selesai dan 44 PSN sedang dalam operasi parsial. Selain itu, kemajuan program listrik 35 GW juga menunjukkan perkembangan, sebesar 2.278 MW sudah beroperasi.
Kata Darmin, dari perkiraan total nilai investasi sebesar USD307,4 miliar untuk PSN tersebut, lebih dari 50% pendanaan diharapkan berasal dari sektor swasta.
"Salah satu fokus utama untuk menarik sektor swasta adalah dengan adanya skema Public Private Partnership (PPP). Pemerintah terus mendukung dari aspek fiskal, regulasi, maupun kelembagaan," sambungnya.
Dari sisi fiskal, pemerintah telah menyiapkan dana dukungan tunai infrastruktur (Viability Gap Fund), pembayaran secara berkala (Availability Payment), dan jaminan. Dari aspek regulasi, pemerintah memiliki Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional untuk memandu proses PPP dan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penggunaan aset negara untuk proyek PPP.
Sementara soal kelembagaan, pemerintah telah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk debottlenecking, PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) untuk mengeksekusi fasilitas pengembangan proyek, dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) untuk memberikan jaminan pemerintah.
"Pemerintah juga telah menerbitkan berbagai produk keuangan inovatif untuk infrastruktur. Misalnya, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA), Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), dan Komodo Bond," terang Darmin.
Pemerintah pun mendorong penerbitan instrumen pembiayaan infrastruktur alternatif lainnya, seperti Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA) dan Obligasi Pemerintah Daerah. Pemerintah saat ini juga sedang mengembangkan peraturan untuk skema baru yaitu Skema Konsesi Terbatas atau Limited Concession Scheme (LCS).
Selanjutnya, menurut Darmin, pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan bagi investor dengan menyediakan kemudahan dan berbagai alternatif transaksi lindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah. Contohnya adalah Call Spread Options dan Domestic Non-Deliverable Forward yang baru diperkenalkan.
"Terlepas dari inisiatif-inisiatif tersebut, pemerintah menyadari bahwa kerja sama dengan dunia internasional juga masih diperlukan untuk terus mengembangkan skema pembiayaan infrastruktur yang inovatif," ujarnya.
(fjo)