Dukung Kereta Cepat, Bandung Dinilai Perlu Bangun TOD
A
A
A
BANDUNG - Bandung dinilai perlu memiliki kawasan transit oriented development (TOD) dan titik masuk (entry point) yang terhubung dengan proyek kereta cepat agar moda transportasi tersebut betul-betul digunakan masyarakat. Tanpa TOD, kereta cepat dikhawatirkan sepi penumpang.
Ketua DPP Ikatan Keluarga Alumni Akademi Lalu Lintas (IKAALL) Haris Muhammadun mengatakan, salah satu alternatif transportasi masa depan adalah transportasi massal berbasis rel. Namun, untuk mendukung penggunaan moda transportasi ini dibutuhkan titik masuk. Karena itu, kata dia, pemerintah harus merencanakan pembuatan simpul-simpul agar moda transportasi saling terhubung.
"Kalau sekadar tempat untuk turun-naik penumpang, itu tidak ada peningkatan. Tapi kalau di Kawasan itu ada TOD, dibangun perkantoran, perumahan, akan terjadi peningkatan penumpang," kata Haris di Bandung, Jumat (2/11/2018).
Menurut dia, salah satu titik masuk kereta cepat adakah Tegal Luar. Menurutnya, akan sangat baik bila pembangunan LRT Bandung raya prioritas utamanya dari Leuwi Panjang ke Tegal Luar. Dengan begitu, tercipta konektivitas kawasan ke Kereta cepat.
"Itu harus jadi prioritas, karena kereta cepat targetnya sampai Tegal Luar pada 2020. Makanya harus cepat, agar tersambung dengan LRT Bandung raya. Selain itu, sudah Saatnya Jabar melakukan restrukturisasi untuk angkutan umum," tandasnya.
Dia khawatir, tanpa pembangunan TOD dan titik masuk ke akses kereta cepat, moda transportasi itu akan sepi penumpang. Hal itu menurutnya yang terjadi di Palembang. Tak adanya TOD, membuat LRT Palembang tidak seramai ekspektasi awal.
"Bandung memang masih perlu penyempurnaan. KA Rancaekek ke Padalarang ada, tapi itu simpul tradisonal. Belum TOD. Itu yang harus dipadukan dengan LRT dan kereta cepat. Toh nanti ke depan tak hanya sampai Tegal Luar, tapi juga sampai Kertajaya dan Cirebon," tuturnya.
Ketua DPP Ikatan Keluarga Alumni Akademi Lalu Lintas (IKAALL) Haris Muhammadun mengatakan, salah satu alternatif transportasi masa depan adalah transportasi massal berbasis rel. Namun, untuk mendukung penggunaan moda transportasi ini dibutuhkan titik masuk. Karena itu, kata dia, pemerintah harus merencanakan pembuatan simpul-simpul agar moda transportasi saling terhubung.
"Kalau sekadar tempat untuk turun-naik penumpang, itu tidak ada peningkatan. Tapi kalau di Kawasan itu ada TOD, dibangun perkantoran, perumahan, akan terjadi peningkatan penumpang," kata Haris di Bandung, Jumat (2/11/2018).
Menurut dia, salah satu titik masuk kereta cepat adakah Tegal Luar. Menurutnya, akan sangat baik bila pembangunan LRT Bandung raya prioritas utamanya dari Leuwi Panjang ke Tegal Luar. Dengan begitu, tercipta konektivitas kawasan ke Kereta cepat.
"Itu harus jadi prioritas, karena kereta cepat targetnya sampai Tegal Luar pada 2020. Makanya harus cepat, agar tersambung dengan LRT Bandung raya. Selain itu, sudah Saatnya Jabar melakukan restrukturisasi untuk angkutan umum," tandasnya.
Dia khawatir, tanpa pembangunan TOD dan titik masuk ke akses kereta cepat, moda transportasi itu akan sepi penumpang. Hal itu menurutnya yang terjadi di Palembang. Tak adanya TOD, membuat LRT Palembang tidak seramai ekspektasi awal.
"Bandung memang masih perlu penyempurnaan. KA Rancaekek ke Padalarang ada, tapi itu simpul tradisonal. Belum TOD. Itu yang harus dipadukan dengan LRT dan kereta cepat. Toh nanti ke depan tak hanya sampai Tegal Luar, tapi juga sampai Kertajaya dan Cirebon," tuturnya.
(fjo)