Pertumbuhan Ekonomi 2019 Diyakini Lebih Baik
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meyakini pertumbuhan ekonomi pada 2019 akan melebihi realisasi pertumbuhan tahun ini yang diperkirakan di angka 5,1%. Meski demikian, perlu upaya lebih kuat karena perekonomian global masih akan berpengaruh ke dalam negeri.
Sejumlah faktor yang harus dicermati pada 2019 di antaranya pertumbuhan ekonomi dunia yang kemungkinan melandai, normalisasi moneter di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), dan adanya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, instrumen suku bunga acuan pada tahun akan digunakan untuk menjaga stabilitas perekonomian dengan parameter nilai tukar dan inflasi.
Kebijakan ini terbukti cukup ampuh menjaga stabilitas nilai tukar sehingga rupiah terus menguat dalam sebulan terakhir. Kemarin, nilai tukar rupiah bahkan menguat di level Rp14.504 per dolar AS (USD). Tren penguatan ini melanjutkan keperkasaan rupiah yang pada sehari sebelumnya berada di angka Rp14.551 per USD.
Menguatnya mata uang rupiah juga mendapat respons positif dari Presiden Joko Widodo. Menurut Kepala Negara, BI telah melakukan hal yang semestinya dalam memperkuat rupiah. Presiden menilai, langkah BI menaikkan suku bunga cukup ampuh mengerek mata uang garuda.
"Selamat kepada Bapak Gubernur BI dan segenap jajaran BI bahwa di tengah gejolak global yang terus mengguncang kita, BI terus membela kurs rupiah,” ujar Presiden pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Jakarta kemarin
Presiden menambahkan, Pemerintah menyadari betapa beratnya bank sentral menghadapi gejolak mata uang sehingga memaksa BI melakukan intervensi pasar. Kendati demikian, Presiden bersyukur hal itu cukup manjur untuk menstabilkan rupiah.
“Alhamdulillah dalam dua tiga minggu terakhir, rupiah menguat signifikan dan kemarin saya lihat sudah kembali pada kisaran Rp14.500 per USD," katanya.
Perry Warjiyo mengakui, untuk mendukung perekonomian dalam negeri, pihaknya terus berupaya membuat kebijakan yang akomodatif. Dia mengibaratkan, kenaikan suku bunga yang dianggap ‘pahit’ justru akan berbuah ‘manis’ di masa mendatang.
"Ingat satu jamu pahit kenaikan suku bunga, tapi ada empat 'jamu manis', untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
Kempat amunisi yang dimaksud Perry adalah; Pertama, kebijakan memperdalam pasar keuangan agar meningkatkan instrumen alternatif pendanaan bagi perekonomian. Kedua, kebijakan menjaga likuiditas perbankan yang memadai untuk mendorong perbankan menyalurkan pembiayaan. Ketiga, BI terus mematangkan dan melonggarkan kebijakan makroprudensial. Dan terakhir, kebijakan digitalisasi cara pembayaran untuk meningkatkan konsumsi dan pendapatan masyarakat.
Dengan sejumlah perangkat kebijakan tersebut, Perry memperkirakan memperkirakan ekonomi Indonesia abisa tumbuh di kisaran 5-5,4% pada 2019.
“Rentang pertumbuhan ekonomi di 5-5,4%, dengan titik tengah di 5,2%, bisa juga ke 5,3% dan 5,4%," ujar Perry.
BI juga berkomitmen akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah, OJK, dan otoritas lainnya. Penguatan sinergi kebijakan tersebut dinilai penting untuk memperkuat ketahanan dan mendorong pertumbuhan ekonomi
Perry melanjutkan, sinergi dengan Pemerintah dilakukan untuk memperkuat koordinasi kebijakan BI dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural Pemerintah. Dalam pengendalian inflasi, koordinasi Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan difokuskan pada program 4K yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,2% atau kurang lebih sama dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2018. Menurutnya, tekanan eksternal akan membuat upaya merealisasikan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih baik pada tahun depan depan menjadi semakin menantang.
“Padahal, 2019 itu adalah tahun krusial kerena menjadi tahun terakhir masa pemerintahan Jokowi-JK. Kita tahu sebagian capaian di bidang ekonomi hingga 2018 masih ada yang meleset dari target,” ujarnya.
Dukungan Infrastruktur
Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan, berbagai proyek infrastruktur yang dibutuhkan untuk pembangunan di daerah akan rampung pada awal tahun depan. Bahkan, Kepala Negara meminta kepada pengelola proyek infrastruktur agar pembangunannya dapat diselesaikan pada April 2019.
"Saya tanya yang di lapangan, ke manager proyeknya. Ini selesai kapan, katanya kira-kira bulan Mei-Juni. Tetapi saya sampaikan, jangan Mei dan Juni. Saya minta April. Kenapa April? Tahu kan kenapa?," ujar Presiden.
Dia mengaku, jika semua proyek infrastruktur dapat selesai pada bulan April artinya dapat dipakai untuk mudik Lebaran tahun depan. Secara khusus, Presiden juga meminta agar tol Bakauheni menuju Palembang dapat selesai April 2019. (Kunthi Fahmar Sandy)
Sejumlah faktor yang harus dicermati pada 2019 di antaranya pertumbuhan ekonomi dunia yang kemungkinan melandai, normalisasi moneter di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), dan adanya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, instrumen suku bunga acuan pada tahun akan digunakan untuk menjaga stabilitas perekonomian dengan parameter nilai tukar dan inflasi.
Kebijakan ini terbukti cukup ampuh menjaga stabilitas nilai tukar sehingga rupiah terus menguat dalam sebulan terakhir. Kemarin, nilai tukar rupiah bahkan menguat di level Rp14.504 per dolar AS (USD). Tren penguatan ini melanjutkan keperkasaan rupiah yang pada sehari sebelumnya berada di angka Rp14.551 per USD.
Menguatnya mata uang rupiah juga mendapat respons positif dari Presiden Joko Widodo. Menurut Kepala Negara, BI telah melakukan hal yang semestinya dalam memperkuat rupiah. Presiden menilai, langkah BI menaikkan suku bunga cukup ampuh mengerek mata uang garuda.
"Selamat kepada Bapak Gubernur BI dan segenap jajaran BI bahwa di tengah gejolak global yang terus mengguncang kita, BI terus membela kurs rupiah,” ujar Presiden pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Jakarta kemarin
Presiden menambahkan, Pemerintah menyadari betapa beratnya bank sentral menghadapi gejolak mata uang sehingga memaksa BI melakukan intervensi pasar. Kendati demikian, Presiden bersyukur hal itu cukup manjur untuk menstabilkan rupiah.
“Alhamdulillah dalam dua tiga minggu terakhir, rupiah menguat signifikan dan kemarin saya lihat sudah kembali pada kisaran Rp14.500 per USD," katanya.
Perry Warjiyo mengakui, untuk mendukung perekonomian dalam negeri, pihaknya terus berupaya membuat kebijakan yang akomodatif. Dia mengibaratkan, kenaikan suku bunga yang dianggap ‘pahit’ justru akan berbuah ‘manis’ di masa mendatang.
"Ingat satu jamu pahit kenaikan suku bunga, tapi ada empat 'jamu manis', untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
Kempat amunisi yang dimaksud Perry adalah; Pertama, kebijakan memperdalam pasar keuangan agar meningkatkan instrumen alternatif pendanaan bagi perekonomian. Kedua, kebijakan menjaga likuiditas perbankan yang memadai untuk mendorong perbankan menyalurkan pembiayaan. Ketiga, BI terus mematangkan dan melonggarkan kebijakan makroprudensial. Dan terakhir, kebijakan digitalisasi cara pembayaran untuk meningkatkan konsumsi dan pendapatan masyarakat.
Dengan sejumlah perangkat kebijakan tersebut, Perry memperkirakan memperkirakan ekonomi Indonesia abisa tumbuh di kisaran 5-5,4% pada 2019.
“Rentang pertumbuhan ekonomi di 5-5,4%, dengan titik tengah di 5,2%, bisa juga ke 5,3% dan 5,4%," ujar Perry.
BI juga berkomitmen akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah, OJK, dan otoritas lainnya. Penguatan sinergi kebijakan tersebut dinilai penting untuk memperkuat ketahanan dan mendorong pertumbuhan ekonomi
Perry melanjutkan, sinergi dengan Pemerintah dilakukan untuk memperkuat koordinasi kebijakan BI dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural Pemerintah. Dalam pengendalian inflasi, koordinasi Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan difokuskan pada program 4K yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,2% atau kurang lebih sama dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2018. Menurutnya, tekanan eksternal akan membuat upaya merealisasikan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih baik pada tahun depan depan menjadi semakin menantang.
“Padahal, 2019 itu adalah tahun krusial kerena menjadi tahun terakhir masa pemerintahan Jokowi-JK. Kita tahu sebagian capaian di bidang ekonomi hingga 2018 masih ada yang meleset dari target,” ujarnya.
Dukungan Infrastruktur
Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan, berbagai proyek infrastruktur yang dibutuhkan untuk pembangunan di daerah akan rampung pada awal tahun depan. Bahkan, Kepala Negara meminta kepada pengelola proyek infrastruktur agar pembangunannya dapat diselesaikan pada April 2019.
"Saya tanya yang di lapangan, ke manager proyeknya. Ini selesai kapan, katanya kira-kira bulan Mei-Juni. Tetapi saya sampaikan, jangan Mei dan Juni. Saya minta April. Kenapa April? Tahu kan kenapa?," ujar Presiden.
Dia mengaku, jika semua proyek infrastruktur dapat selesai pada bulan April artinya dapat dipakai untuk mudik Lebaran tahun depan. Secara khusus, Presiden juga meminta agar tol Bakauheni menuju Palembang dapat selesai April 2019. (Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)