Kementan Optimis Komoditas Biofarmaka Prospek untuk Herbal dan Ekspor

Rabu, 12 Desember 2018 - 01:21 WIB
Kementan Optimis Komoditas...
Kementan Optimis Komoditas Biofarmaka Prospek untuk Herbal dan Ekspor
A A A
YOGYAKARTA - Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi, optimis prospek bisnis biofarmaka atau tanaman obat bakal menjadi primadona bagi generasi milenial. Pasalnya, tidak hanya untuk obat herbal, tetapi juga sebagai peluang bisnis ekspor yang menjanjikan.

"Biofarmaka ini ada 14 komoditas jenis rimpang yakni jahe, kunyit, lengkuas, lempuyang, temu lawak, temu kunci, temu ireng dan dlingo yang sangat diminati dan pasarnya bagus. Permintaan ekspor jahe dan kunyit sangat tinggi. Masih ada lagi 52 komoditas jenis non rimpang, seperti kapulaga, mengkudu, sambiloto, mahkuto dewa, lidah buaya, dan lainnya," dikemukakan Suwandi saat kuliah umum dihadapan 175 lebih mahasiswa dan civitas akademik Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Yogyakarta-Magelang, Selasa (11/12/2018).

Menurut dia, minat generasi muda terhadap biofarmaka dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa Polbangtan Yogyakarta ikut bidang studi agribisnis biofarmaka 35 orang. "Petani biofarmaka di banyak daerah sangat senang karena permintaan pasar tinggi," sambung Dirjen termuda di lingkup Kementan ini.

Di sisi lain, Suwandi menekankan transformasi yang dilakukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yakni merubah dulu STPP kini menjadi Polbangtan dimaksudkan untuk mencetak regenerasi muda untuk berbisnis pertanian termasuk biofarmaka berkelas dunia. Mampu menjadi wirausaha muda tangguh untuk menggerakkan roda ekonomi di sekitar.

"Seluruh aktivitas usaha biofarmaka mulai hulu hingga hilir sangat menantang untuk dikembangkan pemuda generasi milenial. Bahkan, bisnis industri hilir jahe, kunyit, lengkuas hingga tata niaga dan ekspor sangat menjanjikan," tegasnya.

Suwandi mengungkapkan tahun 2018, ekspor tanaman obat seperti jahe 2.000 ton, saffron 1.000 ton, turmeric 7.000 ton, kapulaga 6.000 ton dan tanaman biofarmaka lainnya 1.000 ton. Selama ini, bisnis biofarmaka lebih maju seiring berkembangnya industri herbal dan gaya hidup back to nature.

"Produk tanaman obat ini sebagai pemasok untuk industri herbal, rumah sakit herbal, salon kecantikan, bahan kosmetik, spa, dan lainnya. Kuncinya di teknologi pengolahan, manajemen industri, pengemasan dan jejaring marketingnya," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Polbangtan Yogyakarta-Magelang, Rajiman, mengatakan pada tahun ini menerima mahasiswa 175 orang dibagi menurut program studi. Mahasiswa dididik tidak hanya teori, tetapi lebih banyak praktik, kemampuan manajerial termasuk disiplin dan leadership.

"Mereka dididik ketat dan masuk asrama, tidur jam 11 malam dan bangun pukul 3. Pada hari tertentu wajib berbahasa Inggris dan juga rutin ada materi keagamaan. Praktik dengan bobot 70%. Diharapkan mereka nanti akan menjadi wirausaha yang tangguh dan berkelas dunia," kata dia.

Di tempat terpisah, Jati Kuswardono, eksportir dari Yogyakarta mengatakan ekspor jahe gajah dan jahe emprit ke Bangladesh sekitar 300 ton per tahun. Pasokan diperoleh dari petani di Cianjur, Sukabumi, Banjarnegara, Ponorogo dengan harga jahe gajah di petani berkisar Rp4.500 hingga Rp7.000 per kg dan jahe emprit Rp9.000 hingga Rp12.000 per kg. Permintaan ekspor sangat tinggi, justru pasokan masih kurang dan agar kualitasnya masuk grade.

"Selain ekspor jahe, kita juga ekspor kentang granula ke Singapura, ekspor kemiri ke China. Juga ekspor sayuran baby buncis dari Wonosobo, Magelang, Semarang ke Singapura via Bandara Yogyakarta," sebutnya.

Hal yang sama diungkapkan Igbal, pelaku eksportir. Dia mengatakan ekspor terbesar ke Bangladesh, pasokan berasal dari Sukabumi, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan dengan harga di petani berkisar Rp6.000 sampai Rp7.000 perkg.

"Kunyit juga permintaan tinggi. Selain pasar Bangladesh dan Jepang, jahe juga dipasarkan ke Belanda," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0985 seconds (0.1#10.140)