Orang Kaya Diajak Biayai Infrastruktur

Kamis, 31 Januari 2019 - 08:18 WIB
Orang Kaya Diajak Biayai Infrastruktur
Orang Kaya Diajak Biayai Infrastruktur
A A A
JAKARTA - Pemerintah akan membuka peluang skema pembangunan infrastruktur baru dengan memanfaatkan dana orang-orang kaya di Indonesia. Dengan demikian pembiayaan infrastruktur ke depan akan lebih banyak alternatif sehingga tidak lagi mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kita akan ada PPG (public private grant). Ini (kerja sama) dengan orang kaya yang memiliki kegiatan filantropi," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2019 di Jakarta kemarin.

Untuk mengejar pembangunan infrastruktur, saat ini pemerintah tidak hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN. Ada beberapa skema lain yang melibatkan swasta, di antaranya kerja sama pemerintah-badan usaha (KPBU) atau publik private partnership (PPP). Selain itu ada pula pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah (PINA). Kedua skema tersebut melibatkan kalangan swasta sehingga diharapkan mengurangi beban APBN.

Dalam kurun 2015–2019 kebutuhan dana infrastruktur Indonesia mencapai Rp4.796 triliun. Dari jumlah tersebut APBN dan APBD hanya meng-cover sekitar 40%, BUMN sebesar 22%, dan sisanya dialokasikan untuk swasta.

Melihat komposisi seperti di atas, peran swasta sangat signifikan untuk membangun infrastruktur. Karena itu pemerintah dengan berbagai cara memberikan kesempatan agar para pemilik modal bisa berpartisipasi dalam pembangunan.

Sri Mulyani melanjutkan, saat ini skema pembiayaan menggunakan dana orang-orang kaya atau PPG masih akan terus dimatangkan dengan melibatkan berbagai pihak.

"Kita akan diskusi dengan Bloomberg agar lebih banyak pembiayaan filantropis, agar lebih baik. Ini menarik, banyak inovasi matang sehingga bisa diluncurkan lebih banyak lagi," tuturnya.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah akan terus mengajak swasta agar perannya semakin besar dalam pembangunan infrastruktur. Pada kesempatan tersebut dia juga menegaskan bahwa pembiayaan infrastruktur menggunakan utang adalah tidak benar. Pasalnya pemerintah memiliki instrumen lain untuk pembiayaan.

"KPBU kini lebih maju lagi. Kita memiliki fasilitas jaminan infrastruktur dan skema availabililty payment (skema pembayaran atas ketersediaan layanan). Pembiayaan menggunakan utang itu tidak benar dan instrumen ini semakin matang dan baik," kata Sri Mulyani.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra Saleh Atmawidjadja mengatakan, pendanaan infrastruktur menggunakan uang orang-orang kaya bisa dilakukan dengan memanfaatkan dana-dana yang diparkir di yayasan atau yang bersifat filantropis. Pemanfaatan dana tersebut punya nilai positif karena akan menambah alternatif pembiayaan infrastruktur.

“Kalau ada rencana dari Kemenkeu memanfaatkan dana seperti ini akan sangat bagus. Artinya kapasitas bisa bertambah dari sisi aset dan sumber daya yang lebih besar,” ucapnya kepada KORAN SINDO tadi malam.

Dia menilai, model pendanaan seperti itu belum banyak dilakukan. Untuk melaksanakannya pun tentu harus atas persetujuan dari Presiden dan DPR.

“Untuk skala kecil sudah banyak dilakukan di Kementerian PUPR. Misalnya dana CSR (corporate social responsibility) perusahaan yang banyak tersebar untuk infrastruktur sanitasi. Tapi jumlahnya terbatas dan hanya tergantung dari pihak perusahaan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, pemanfaatan dana orang-orang kaya akan menambah sumber pembiayaan infrastruktur yang dari tahun ke tahun semakin besar di Indonesia.

“Dan kebutuhan itu pasti akan meningkat terus seiring dengan perkembangan sebuah wilayah. Saya kira pemanfaatan dana tersebut akan lebih positif selama bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan,” sebutnya.

Sementara itu pengamat ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, skema pembiayaan menggunakan dana orang-orang kaya sangat memungkinkan untuk digunakan mengingat potensi dana filantropis secara global cukup besar.

"Kelebihan dari skema pendanaan filantropis terletak pada bunga yang relatif lebih kecil dan target IRR (internal rate ratio) atau pengembalian dana yang relatif rendah serta berorientasi jangka panjang," ujarnya.

Bhima melanjutkan, tantangan dari skema tersebut ada pada desain proyek infrastruktur yang cocok atau sesuai dengan kepentingan dana filantropis. Hal ini karena proyek filantropi adalah program yang fokus pada target dari penyandang dana, berbeda dengan proyek infrastruktur yang dibiayai utang atau pinjaman.

"Filantrop seperti Bill and Melinda Gates Foundation misalnya fokus pada infrastruktur yang terkait dengan penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan," ungkapnya.

Di sisi lain, proposal yang diajukan pemerintah juga harus memuat target dari infrastruktur yang jelas. Misalnya berapa persen kemiskinan yang ditargetkan turun di suatu daerah setelah infrastruktur selesai.

“Kemudian pengawasan dari proyek yang dikerjakan melalui pendanaan filantropis juga relatif lebih ketat karena berorientasi pada dampak yang optimal bagi masyarakat," tandasnya. (Oktiani Endarwati/Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3804 seconds (0.1#10.140)