Bulog Lakukan Sortasi Beras Turun Mutu di OKU Sumsel
A
A
A
JAKARTA - Menanggapi pemberitaan yang marak di media terkait beras turun mutu yang dimiliki Bulog, Perum Bulog melakukan sortasi untuk memisahkan beras yang masih aman konsumsi dengan beras yang tidak aman konsumsi dengan terlebih dahulu dilakukan pengecekan di laboratorium bersertifikat.
"Terdapat beras turun mutu sebanyak 6.800 Ton yang berlokasi di Bulog Divre Sumsel dan Babel. Saat ini, sedang kami lakukan mekanisme internal dengan dilakukan proses sortasi dan pemisahan di unit gudang yang berbeda untuk menghindari terkontaminasinya beras baik," ujar Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arjun Ansol Siregar di Kantor Pusat Perum Bulog, Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Arjun menjelaskan, beras turun mutu yang terdapat di Bulog Divre Sumsel dan Babel adalah beras yang tidak untuk disalurkan. Beras tersebut merupakan hasil pengadaan dalam negeri yang berusia lebih dari satu tahun.
Setelah dilakukan pengecekan di laboratorium bersertifikat, hasil laboratorium menjadi penentu langkah selanjutnya. Untuk beras dengan kualitas berada di bawah ambang batas keamanan pangan, jelas dia, akan dijual sebagai bahan pakan ternak. Sedangkan beras yang tidak bisa untuk bahan pakan ternak akan dimusnahkan.
Lebih lanjut Arjun menjelaskan, penugasan Perum Bulog untuk melakukan pembelian gabah/beras dalam negeri mengacu kepada Inpres nomor 5 tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Pengadaan yang cukup besar dan tidak diimbangi dengan penyaluran, mengakibatkan terjadinya penumpukan stok beras di gudang Bulog. Selain itu, kebijakan pemerintah yang terus mengurangi pagu Rastra (Bansos Rastra) setiap tahun secara bertahap ke Bantuan Pangan Non Tunai yang tidak mewajibkan komoditasnya (beras) berasal dari Bulog, ikut mempengaruhi perputaran barang Bulog.
"Pagu Rastra di Provinsi Sumsel di tahun 2017 sebanyak 68.000 ton, mengalami penurunan di tahun 2018 menjadi sebanyak 44.000 ton, dan di tahun 2019, pagu Bansos Rastra untuk bulan Januari dan Februari menjadi sebanyak 5.400 ton. Hal ini tentu mempengaruhi manajemen stok di Bulog," ungkap Arjun.
Dia menambahkan, beras merupakan komoditas yang mudah rusak (perishable), karena dalam setiap butiran terdapat unsur-unsur kimia yang dapat mengalami perubahan fisiologis. Beras dengan kualitas baik dan dirawat dengan baik, tetap memiliki batas usia penyimpanan. Hingga saat ini menurutnya belum ada teknologi perawatan yang bisa menghentikan perubahan fisiologis beras. Perawatan beras yang dilakukan saat ini berfungsi memperlambat penurunan mutu beras
"Kami tetap pastikan, beras yang kami distribusikan kepada masyarakat merupakan beras yang layak dikonsumsi," pungkas Arjun.
"Terdapat beras turun mutu sebanyak 6.800 Ton yang berlokasi di Bulog Divre Sumsel dan Babel. Saat ini, sedang kami lakukan mekanisme internal dengan dilakukan proses sortasi dan pemisahan di unit gudang yang berbeda untuk menghindari terkontaminasinya beras baik," ujar Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arjun Ansol Siregar di Kantor Pusat Perum Bulog, Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Arjun menjelaskan, beras turun mutu yang terdapat di Bulog Divre Sumsel dan Babel adalah beras yang tidak untuk disalurkan. Beras tersebut merupakan hasil pengadaan dalam negeri yang berusia lebih dari satu tahun.
Setelah dilakukan pengecekan di laboratorium bersertifikat, hasil laboratorium menjadi penentu langkah selanjutnya. Untuk beras dengan kualitas berada di bawah ambang batas keamanan pangan, jelas dia, akan dijual sebagai bahan pakan ternak. Sedangkan beras yang tidak bisa untuk bahan pakan ternak akan dimusnahkan.
Lebih lanjut Arjun menjelaskan, penugasan Perum Bulog untuk melakukan pembelian gabah/beras dalam negeri mengacu kepada Inpres nomor 5 tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Pengadaan yang cukup besar dan tidak diimbangi dengan penyaluran, mengakibatkan terjadinya penumpukan stok beras di gudang Bulog. Selain itu, kebijakan pemerintah yang terus mengurangi pagu Rastra (Bansos Rastra) setiap tahun secara bertahap ke Bantuan Pangan Non Tunai yang tidak mewajibkan komoditasnya (beras) berasal dari Bulog, ikut mempengaruhi perputaran barang Bulog.
"Pagu Rastra di Provinsi Sumsel di tahun 2017 sebanyak 68.000 ton, mengalami penurunan di tahun 2018 menjadi sebanyak 44.000 ton, dan di tahun 2019, pagu Bansos Rastra untuk bulan Januari dan Februari menjadi sebanyak 5.400 ton. Hal ini tentu mempengaruhi manajemen stok di Bulog," ungkap Arjun.
Dia menambahkan, beras merupakan komoditas yang mudah rusak (perishable), karena dalam setiap butiran terdapat unsur-unsur kimia yang dapat mengalami perubahan fisiologis. Beras dengan kualitas baik dan dirawat dengan baik, tetap memiliki batas usia penyimpanan. Hingga saat ini menurutnya belum ada teknologi perawatan yang bisa menghentikan perubahan fisiologis beras. Perawatan beras yang dilakukan saat ini berfungsi memperlambat penurunan mutu beras
"Kami tetap pastikan, beras yang kami distribusikan kepada masyarakat merupakan beras yang layak dikonsumsi," pungkas Arjun.
(fjo)