Tepis Skeptisme, Hyundai Heavy Industries Rajai Perkapalan
A
A
A
TANPA pengalaman mumpuni di bidang perkapalan modern, Hyundai Heavy Industries (HHI) mampu memproduksi kapal besar dan canggih.
Kesuksesan ini tak lepas dari dukungan penuh pemerintah Korea Selatan.Korea Selatan (Korsel) memulai rencana pengembangan ekonomi pada 1962. Rencana itu menuai sukses. Dalam lima tahun berikutnya, Korsel lebih fokus pada pembangunan sektor industri berat.
Selama periode itulah industri pembuatan kapal menjadi salah satu mesin utama yang membantu memajukan negara. Pendiri sekaligus Chairman Hyundai Group, Chung Ju-yung, mendukung penuh impian Presiden Park Chung-hee.
Itu menjadi harmoni indah yang pernah terjalin antara pembuat kebijakan dengan pebisnis. Meski semangatnya membara, Korsel kekurangan material. Fasilitasnya juga tua dan tidak memenuhi standar internasional.
Para pembuat kapal sangat memerlukan modal untuk membeli teknologi baru, juga untuk membangun atau mem perluas fasilitas yang ada guna memenuhi tuntutan pasar. Selama periode awal, Chung harus menangani semua proses seorang diri, termasuk peminjaman uang, pengiriman peralatan teknologi, dan melayani pelanggan.
Pendirian Hyundai Heavy Industries (HHI) menjadi keputusan paling besar yang pernah terjadi dalam sejarah ekonomi Korsel. Sebab HHI sejak awal diyakini akan menjadi roda masa depan negara. Presiden Chung-hee juga melihat potensi menjanjikan HHI.
Dalam be berapa pidatonya, dia selalu mengeluarkan slogan “Kita Bisa”. Setelah Hyundai Group dan Pemerintah Korsel berkomunikasi, Presiden Chung-hee mendukung penuh perusahaan itu dengan memberikan jaminan peminjaman uang dan kontrak.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Ju-yung. Dia mulai melakukan hal-hal kecil, termasuk memotret sebuah pantai lokasi pendirian pabrik kapal Korsel. HHI terdorong untuk membangun kapal besar dan modern mengingat para pendahulu Korsel juga mampu membuat kapal canggih.
Laksamana Li Sunsin pernah membangun kapal perang selama era Dinasti Jeoseon. Kapal itu berhasil menenggelamkan beberapa kapal perang Jepang pada 1592 hingga 1598. Ju-yung juga yakin HHI mampu memulihkan kejayaan Korsel di bidang per kapalan.
“Namun, HHI tidak akan mam pu melakukan apapun tanpa ada bantuan penuh dari Pemerintah Korsel yang selalu hadir kapan pun ketika HHI menghadapi kendala,” kata Chief Marketing Executive HHI, Hwang Sunghyuk, dikutip The Korea Times .
Sebagian besar karyawan HHI tidak memiliki pengalaman mumpuni dalam membangun kapal modern, tapi Juyung mampu membangun tempat pem buatan kapal terbesar di dunia di Ulsan.
Kapal pertama selesai dalam kurun waktu tiga tahun, dua tahun lebih cepat dibandingkan perkiraan Ju-yun yang kerja hampir siang-malam. Jepang menolak mendukung HHI untuk membantu meningkatkan teknologinya.
Mereka mengatakan kapal besar terlalu mutakhir untuk dibuat di Korsel. “Kenyataannya, Jepang tidak ingin tersaingi oleh negara tetangga. Akhir nya, HHI mendapatkan dukungan teknis dari Schot Lithgow Shipyard Skotlandia,” kata Sung-hyuk.
HHI juga harus berjuang menggaet klien. Mayoritas pemilik kapal merespons tawaran HHI dengan dingin. “Kira-kira tanggapannya seperti ini, ‘Oh, jadi kalian ingin membangun kapal. Kami lebih baik membangunnya sendiri daripada oleh kalian.
Para pembuat kapal kami jauh lebih berpengalaman daripada kalian,” kata Sunghyuk. Namun, HHI menepis seluruh skeptisme itu. Mereka mampu menyukseskan proyek-proyek bersejarah satu demi satu.
Harga pasaran kapal juga sangat kompetitif. HHI sangat fleksibel dan selalu siap melakukan negosiasi. Mereka tidak pernah menjadikan budaya atau bahasa sebagai penghalang untuk berbisnis ke negara lain. Kesuksesan Jepang dalam membangun kapal juga memotivasi HHI.
Mereka tidak mau kalah dan ingin meng harumkan nama bangsa, tidak hanya di Asia, tapi juga di dunia. Pangsa pasar Jepang sebagian besar berasal dari Eropa. Negeri Sakura itu meraup untung yang menggiurkan. Bonus terhadap karyawannya bisa 1.200% per tahun.
HHI juga perusahaan pembuat kapal lainnya, tidak selamanya melalui jalan mulus. Permintaan naik dan turun. Bahkan, selama krisis pada 1980-an, HHI juga turut terpukul. Namun, seiring dengan waktu mereka kembali bangkit. Berbeda dengan HHI, perusahaan kapal Jepang mulai gelisah karena krisis keuangan.
“Mereka mulai menyatakan selamat tinggal pada industri perkapalan,” kata Sung-hyuk. Dengan mundurnya Jepang, HHI mulai merangkak naik ke papan atas dan mendominasi industri pembuatan kapal. Krisis moneter pada akhir 1990-an juga tidak terlalu serius mencedarai HHI.
Sejak saat itu HHI tidak terkalahkan. HHI memperluas tipe kapal yang mereka produksi dari kapal pengangkut minyak menjadi kapal pengangkut barang, ROROS, LPG, LNG, dan FPSO. HHI membutuhkan waktu kurang lebih 30 tahun untuk bisa menjadi pembuat kapal terbaik dari segi nilai dan volume.
Hanya saja, HHI sangat bergantung besar terhadap pasar ekspor. “Kesuksesan ini tidak terlepas dari adanya kerja sama kuat dengan pemerintah, investasi, memenuhi permintaan pasar dunia, adopsi teknologi baru, dan pemberdayaan sumber daya manusia lokal,” kata Ju-yung. “Kami harus terus mendorong engineer dan teknisi muda untuk bergelut di pembangunan kapal,” ujarnya. (Muh Shamil)
Kesuksesan ini tak lepas dari dukungan penuh pemerintah Korea Selatan.Korea Selatan (Korsel) memulai rencana pengembangan ekonomi pada 1962. Rencana itu menuai sukses. Dalam lima tahun berikutnya, Korsel lebih fokus pada pembangunan sektor industri berat.
Selama periode itulah industri pembuatan kapal menjadi salah satu mesin utama yang membantu memajukan negara. Pendiri sekaligus Chairman Hyundai Group, Chung Ju-yung, mendukung penuh impian Presiden Park Chung-hee.
Itu menjadi harmoni indah yang pernah terjalin antara pembuat kebijakan dengan pebisnis. Meski semangatnya membara, Korsel kekurangan material. Fasilitasnya juga tua dan tidak memenuhi standar internasional.
Para pembuat kapal sangat memerlukan modal untuk membeli teknologi baru, juga untuk membangun atau mem perluas fasilitas yang ada guna memenuhi tuntutan pasar. Selama periode awal, Chung harus menangani semua proses seorang diri, termasuk peminjaman uang, pengiriman peralatan teknologi, dan melayani pelanggan.
Pendirian Hyundai Heavy Industries (HHI) menjadi keputusan paling besar yang pernah terjadi dalam sejarah ekonomi Korsel. Sebab HHI sejak awal diyakini akan menjadi roda masa depan negara. Presiden Chung-hee juga melihat potensi menjanjikan HHI.
Dalam be berapa pidatonya, dia selalu mengeluarkan slogan “Kita Bisa”. Setelah Hyundai Group dan Pemerintah Korsel berkomunikasi, Presiden Chung-hee mendukung penuh perusahaan itu dengan memberikan jaminan peminjaman uang dan kontrak.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Ju-yung. Dia mulai melakukan hal-hal kecil, termasuk memotret sebuah pantai lokasi pendirian pabrik kapal Korsel. HHI terdorong untuk membangun kapal besar dan modern mengingat para pendahulu Korsel juga mampu membuat kapal canggih.
Laksamana Li Sunsin pernah membangun kapal perang selama era Dinasti Jeoseon. Kapal itu berhasil menenggelamkan beberapa kapal perang Jepang pada 1592 hingga 1598. Ju-yung juga yakin HHI mampu memulihkan kejayaan Korsel di bidang per kapalan.
“Namun, HHI tidak akan mam pu melakukan apapun tanpa ada bantuan penuh dari Pemerintah Korsel yang selalu hadir kapan pun ketika HHI menghadapi kendala,” kata Chief Marketing Executive HHI, Hwang Sunghyuk, dikutip The Korea Times .
Sebagian besar karyawan HHI tidak memiliki pengalaman mumpuni dalam membangun kapal modern, tapi Juyung mampu membangun tempat pem buatan kapal terbesar di dunia di Ulsan.
Kapal pertama selesai dalam kurun waktu tiga tahun, dua tahun lebih cepat dibandingkan perkiraan Ju-yun yang kerja hampir siang-malam. Jepang menolak mendukung HHI untuk membantu meningkatkan teknologinya.
Mereka mengatakan kapal besar terlalu mutakhir untuk dibuat di Korsel. “Kenyataannya, Jepang tidak ingin tersaingi oleh negara tetangga. Akhir nya, HHI mendapatkan dukungan teknis dari Schot Lithgow Shipyard Skotlandia,” kata Sung-hyuk.
HHI juga harus berjuang menggaet klien. Mayoritas pemilik kapal merespons tawaran HHI dengan dingin. “Kira-kira tanggapannya seperti ini, ‘Oh, jadi kalian ingin membangun kapal. Kami lebih baik membangunnya sendiri daripada oleh kalian.
Para pembuat kapal kami jauh lebih berpengalaman daripada kalian,” kata Sunghyuk. Namun, HHI menepis seluruh skeptisme itu. Mereka mampu menyukseskan proyek-proyek bersejarah satu demi satu.
Harga pasaran kapal juga sangat kompetitif. HHI sangat fleksibel dan selalu siap melakukan negosiasi. Mereka tidak pernah menjadikan budaya atau bahasa sebagai penghalang untuk berbisnis ke negara lain. Kesuksesan Jepang dalam membangun kapal juga memotivasi HHI.
Mereka tidak mau kalah dan ingin meng harumkan nama bangsa, tidak hanya di Asia, tapi juga di dunia. Pangsa pasar Jepang sebagian besar berasal dari Eropa. Negeri Sakura itu meraup untung yang menggiurkan. Bonus terhadap karyawannya bisa 1.200% per tahun.
HHI juga perusahaan pembuat kapal lainnya, tidak selamanya melalui jalan mulus. Permintaan naik dan turun. Bahkan, selama krisis pada 1980-an, HHI juga turut terpukul. Namun, seiring dengan waktu mereka kembali bangkit. Berbeda dengan HHI, perusahaan kapal Jepang mulai gelisah karena krisis keuangan.
“Mereka mulai menyatakan selamat tinggal pada industri perkapalan,” kata Sung-hyuk. Dengan mundurnya Jepang, HHI mulai merangkak naik ke papan atas dan mendominasi industri pembuatan kapal. Krisis moneter pada akhir 1990-an juga tidak terlalu serius mencedarai HHI.
Sejak saat itu HHI tidak terkalahkan. HHI memperluas tipe kapal yang mereka produksi dari kapal pengangkut minyak menjadi kapal pengangkut barang, ROROS, LPG, LNG, dan FPSO. HHI membutuhkan waktu kurang lebih 30 tahun untuk bisa menjadi pembuat kapal terbaik dari segi nilai dan volume.
Hanya saja, HHI sangat bergantung besar terhadap pasar ekspor. “Kesuksesan ini tidak terlepas dari adanya kerja sama kuat dengan pemerintah, investasi, memenuhi permintaan pasar dunia, adopsi teknologi baru, dan pemberdayaan sumber daya manusia lokal,” kata Ju-yung. “Kami harus terus mendorong engineer dan teknisi muda untuk bergelut di pembangunan kapal,” ujarnya. (Muh Shamil)
(nfl)