Harga Ekspor Karet Anjlok, Menko Darmin Ungkap Penyebabnya
A
A
A
JAKARTA - Anjloknya harga karet alam dunia sejak awal tahun, ketika supply komoditas tidak besar dibandingkan demand membuat beberapa negara sepakat mengurangi ekspor. Tiga negara produsen utama karet alam yang tergabung dalam ITRC, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia sepakat mengurangi ekspor karet sebanyak 200.000 hingga 300.000 metrik ton.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengutarakan, beberapa alasan yang membuat harga karet tertekan hingga kini. Pergerakan harga karet alam yang semakin tidak sesuai dengan supply and demand menjadi alasan diambilnya kebijakan pengurangan ekspor.
"Pergerakan harga karet alam semakin tidak sesuai dengan supply dan demandnya. Artinya kelebihan supply terhadap demand kecil, tapi harga karet terus turun. Itu berarti tidak sesuai dengan fundamental," ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di Jakarta, Senin (25/2/2019).
Sambung dia menjelaskan, anjloknya harga ekspor karet diakibatkan harga di bursa feature market, khususnya bursa China dan Singapura. Berdasarkan hasil temuannya, anjloknya harga karet di bursa tersebut, diakibatkan oversupply dari komoditas karet dengan jenis berbeda.
Semua itu tak lepas dari pembentukan harga karet alam yang dipengaruhi bursa-bursa future market, terutama di China dan Jepang. Bursa di Shanghai menyangkut karet yang digunakan untuk keperluan alat-alat kesehatan yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan karet alam. Karet alam dipakai untuk industri ban mobil dan sebagainya.
Ia menjelaskan, harga ekspor karet di bursa featured market, tidak hanya mengacu kepada jenis karet alam nasional, tapi juga mengandung harga komoditas kualitas tinggi produksi negara lain. "Kenapa informasi melahirkan harga yang terlalu rendah dari yang seharusnya? Karena bursa di Shanghai itu menyangkut karet yang bukan karet alam yang kita kenal di sini," tutur Darmin.
Mantan Gubernur Bank Indonesia mengatakan, dalam penentuan harga ekspor di bursa Shanghai, di dalamnya terdapat jenis karet yang digunakan untuk industri kesehatan, yang memerlukan komoditas karet kualitas tinggi. Komoditas karet kualitas tinggi tersebut kemudian diperkirakan sedang terjadi over supply di negara Tirai Bambu -julukan China- sehingga kemudian membuat harga ekspor karet anjlok.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Moenarji Soedargo memastikan, bahwa penggunaan komoditas karet kualitas tinggi tersebut tidak mampu diserap banyak oleh China. "Oleh karenanya menumpuk dan menekan harga di Shanghai. Barang yang mainstream ikut tertekan," jelasnya.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengutarakan, beberapa alasan yang membuat harga karet tertekan hingga kini. Pergerakan harga karet alam yang semakin tidak sesuai dengan supply and demand menjadi alasan diambilnya kebijakan pengurangan ekspor.
"Pergerakan harga karet alam semakin tidak sesuai dengan supply dan demandnya. Artinya kelebihan supply terhadap demand kecil, tapi harga karet terus turun. Itu berarti tidak sesuai dengan fundamental," ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di Jakarta, Senin (25/2/2019).
Sambung dia menjelaskan, anjloknya harga ekspor karet diakibatkan harga di bursa feature market, khususnya bursa China dan Singapura. Berdasarkan hasil temuannya, anjloknya harga karet di bursa tersebut, diakibatkan oversupply dari komoditas karet dengan jenis berbeda.
Semua itu tak lepas dari pembentukan harga karet alam yang dipengaruhi bursa-bursa future market, terutama di China dan Jepang. Bursa di Shanghai menyangkut karet yang digunakan untuk keperluan alat-alat kesehatan yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan karet alam. Karet alam dipakai untuk industri ban mobil dan sebagainya.
Ia menjelaskan, harga ekspor karet di bursa featured market, tidak hanya mengacu kepada jenis karet alam nasional, tapi juga mengandung harga komoditas kualitas tinggi produksi negara lain. "Kenapa informasi melahirkan harga yang terlalu rendah dari yang seharusnya? Karena bursa di Shanghai itu menyangkut karet yang bukan karet alam yang kita kenal di sini," tutur Darmin.
Mantan Gubernur Bank Indonesia mengatakan, dalam penentuan harga ekspor di bursa Shanghai, di dalamnya terdapat jenis karet yang digunakan untuk industri kesehatan, yang memerlukan komoditas karet kualitas tinggi. Komoditas karet kualitas tinggi tersebut kemudian diperkirakan sedang terjadi over supply di negara Tirai Bambu -julukan China- sehingga kemudian membuat harga ekspor karet anjlok.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Moenarji Soedargo memastikan, bahwa penggunaan komoditas karet kualitas tinggi tersebut tidak mampu diserap banyak oleh China. "Oleh karenanya menumpuk dan menekan harga di Shanghai. Barang yang mainstream ikut tertekan," jelasnya.
(akr)