Indonesia Bahas Konektivitas dan Perkembangan Transportasi Laut di Singapura
A
A
A
SINGAPURA - Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia mengirimkan delegasinya untuk menghadiri pertemuan ASEAN Maritime Transport Working Group (ASEAN MTWG) Meeting ke37 yang digelar di Singapura hari ini, Selasa (5/3/2019) sampai dengan Kamis (7/3/2019).
Pertemuan ASEAN MTWG ke-37 ini menindaklanjuti dan membahas lebih lanjut tentang pengimplementasian hasil pertemuan ASEAN Senior Transport Officials Meeting (STOM) ke-46 dan ASEAN Transport Minister Meeting (ATM) ke-24 dan yang diselenggarakan secara back to back di Bangkok, Thailand pada tanggal 5-8 November 2018 yang lalu.
Pada pertemuan ASEAN MTWG ke-37 ini, Delegasi Republik Indonesia terdiri dari perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan serta perwakilan dari Kementerian Luar Negeri. Adapun yang bertindak sebagai Ketua Delegasi Indonesia adalah Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko.
Capt. Wisnu mengatakan, bahwa salah satu agenda dari ASEAN MTWG ke-37 ini adalah terkait perkembangan dari pengimplementasian Rute RoRo Dumai-Malaka ini merupakan Pilot Project untuk ASEAN Single Shipping Market (ASSM). Pada pertemuan ini, Wisnu menyampaikan bahwa Indonesia telah melakukan pembahasan intensif terkait persiapan pengoperasian RoRo Dumai-Malaka ini sejak diselenggarakannya 2nd Join Task Force Meeting di Pekanbaru, Indonesia pada bulan September tahun 2018.
Capt. Wisnu beranggapan bahwa Rute RoRo Dumai-Malaka ini sangat potensial dan bermanfaat, khususnya untuk para eksportir di wilayah Dumai jika dilihat dari volume perdagangan Indonesia-Malaysia khususnya di kawasan Dumai-Malaka yang lebih banyak dibandingkan dengan Bitung-Davao/Gensan.
Adapun dalam pengimplementasiannya, RoRo Dumai-Malaka ini dapat mengambil banyak pelajaran dari implementasi RoRo Bitung-Davao/General Santos. Walaupun telah terbentuk konektivitas angkutan darat antara Malaysia dan Thailand dalam mendukung perdagangan lintas batas, namun demikian masih ditemui beberapa kendala terkait pelayanan bea cukai ataupun perizinan, khususnya di perbatasan Malaysia Utara dan Thailand Selatan.
“Hambatan yang sama juga mungkin saja terjadi antara Indonesia dan Malaysia dalam implementasi RoRo Dumai-Malaka. Misalnya dalam hal birokrasi lintas batas yang rumit, SOP Customs, Immigration, Quarantine and Security (CIQS) yang belum jelas, dan belum adanya peraturan yang mengatur tentang transportasi darat yang belum terharmonisasi dan belum berstandar,” jelas Wisnu.
Sementara untuk kesiapan pelabuhan, terdapat beberapa pilihan dermaga terminal penumpang yang akan digunakan, yaitu dermaga A yang dikelola oleh PT. (Persero) Pelindo I Cabang Dumai atau menggunakan Terminal Bandar Sri Junjungan yang dikelola Pemerintah Kota Dumai, yang hasilnya nanti akan ditentukan melalui assessment terhadap kemampuan fasilitas dermaga dan terminal.
“Begitupun dengan kesepakatan digunakannya SOP CIQS yang akan diterapkan oleh Indonesia dan Malaysia di masing-masing pelabuhan. Pemerintah telah meminta agar masing-masing Kementerian/Lembaga di Indonesia menyampaikan tentang SOP masing-masing,” tambah Wisnu.
Wisnu menuturkan, PT. ASDP telah menyiapkan dua unit kapal ferry yang disesuaikan dengan spesifikasi Terminal A Pelindo I, yaitu KMP. Jatra I dan KMP. Jatra II.
Implementasi konektivitas laut RoRo rute Dumai – Malaka ini, menurut Wisnu rencananya akan diresmikan pada kuartal 1 tahun 2019 dengan diawali penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Malaysia, sambil kedua Negara mempersiapkan kesiapan infrastruktur dan regulasi, antara lain terkait pengaturan tentang CIQS, ketentuan dan aturan tentang kendaraan truk, kendaraan pribadi, dan kendaraan komersil (bus pariwisata) untuk penumpang dan barang bawaannya atau kargo.
Sedangkan untuk RoRo Bitung-Davao/General Santos, Wisnu menjelaskan bahwa berdasarkan kesepakatan di BIMP EAGA Strategic Planning Meeting ke-11, Indonesia dan Filipina telah sepakat untuk mengaktifkan kembali jalur RoRo Bitung-Dumai/General Santos, dengan menghidupkan kembali team task force, mengkaji alternatif kapal, serta bekerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk mengeksplore kembali komoditi yang akan diperdagangkan.
Lebih lanjut, pada agenda pembahasan terkait Agenda Peningkatan Kapasitas 47 Pelabuhan di wilayah ASEAN, Wisnu mengungkapkan bahwa terdapat 14 Pelabuhan di Indonesia yang telah ditunjuk sebagai designated port atau Pelabuhan Percontohan yang harus meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam pengaturan Pelayanan Pelabuhan.
“Pada pertemuan tadi, saya telah memberikan update informasi perkembangan peningkatan efisiensi dan efektivitas 14 pelabuhan, antara lain Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, Tanjung Emas, Bitung, Balikpapan, Dumai, Pontianak, Panjang, Palembang, Banjarmasin, Sorong, dan Jayapura,” ungkap Wisnu.
Sedangkan terkait dengan konektivitas, pada pertemuan tersebut, Wisnu juga memberikan paparan singkat terkait tol laut yang ada di Indonesia, antara lain tentang tujuan tol laut, kapal-kapal yang telah dibangun untuk mendukung tol laut, seperti kapal dari Pelabuhan Tanjung Perak menuju ke Pelabuhan-Pelabuhan di wilayah Timur Indonesia.
Adapun terkait dengan infrastruktur Darat, pada pertemuan tersebut Wisnu memberikan update informasi terkait project Indonesia untuk menghubungkan Pelabuhan-Pelabuhan Laut dengan cara mengembangkan proyek konstruksi jalan tol, antara lain Sumatera Toll Road Project, Tebing Tinggi-Prapat-Kuala Tanjung Toll Road Manado-Bitung Link, dan Balikpapan-Samarinda Toll Road.
“Salah satu koridor dari proyek Sumatera Toll Road nantinya akan membentang sepanjang 135km menghubungkan Pekanbaru dan Dumai. Konstruksi telah dimulai pada pertengahan 2016 yang lalu dan diharapkan akan selesai pada tahun 2019 ini. Proyek tol ini diharapkan dapat mendukung implementasi RoRo Dumai-Malaka pada tahun 2019 nanti,” beber Wisnu.
Adapun Tol Tebing Tinggi-Prapat-Kuala Tanjung diharapkan dapat mendukung terwujudnya Zona Ekonomi Khusus Kuala Tanjung dan juga mendukung Danau Toba sebagai destinasi wisata di wilayah Sumatera Utara. “Proyek ini terdiri dari konstruksi jalan sepanjang 143,5 km dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2019,” imbuh Wisnu.
Untuk meningkatkan konektivitas dan perkembangan perekonomian melalui implementasi RoRo Bitung-Davao/Gensan, Manado Bitung Link diharapkan dapat selesai pada tahun 2019. Konstruksinya sendiri sampai saat ini telah 40% selesai, yaitu sepanjang 15,96 km dari total 39,9 km. “Selain itu, kita juga berharap tol Balikpapan-Samarinda juga dapat diselesaikan pada tahun 2019 ini,” katanya.
Sebagai informasi, Pertemuan ASEAN MTWG digelar sebagai wadah untuk mengkoordinasikan pengimplementasian hasil dari Pertemuan ASEAN Senior Transport Officials Meeting (STOM) yang bertujuan untuk menjalankan program, proyek, dan kegiatan transportasi laut yang termasuk ke dalam Kuala Lumpur Transport Strategic Plan 2016-2025 (KLTSP). KLTSP adalah rencana induk strategis 10 tahun pada sektor transportasi ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan integrasi perekonomian regional.
Pada ASEAN MTWG, 10 Negara Anggota ASEAN akan berdiskusi lebih lanjut tentang kerjasama-kerjasama regional yang termasuk di dalam KLTSP, termasuk di antaranya Pilot Project untuk ASEAN Single Shipping Market (ASSM).
Di ASEAN MTWG, Negara-negara Anggota ASEAN akan bekerja sama dengan mitra dialog seperti China, Jepang, dan Republik Korea serta mitra internasional seperti Internasional Maritime Organisation (IMO) tentang masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama untuk meningkatkan konektivitas, efisiensi, keamanan, dan kesinambungan dalam transportasi laut di wilayah ASEAN.
Negara-Negara Anggota ASEAN akan secara bergantian setiap dua tahunan untuk menjadi Tuan Rumah dari Pertemuan ASEAN MTWG. Adapun untuk tahun 2018 dan 2019 Singapura akan bertindak sebagai Tuan Rumah.
Pertemuan ASEAN MTWG ke-37 ini menindaklanjuti dan membahas lebih lanjut tentang pengimplementasian hasil pertemuan ASEAN Senior Transport Officials Meeting (STOM) ke-46 dan ASEAN Transport Minister Meeting (ATM) ke-24 dan yang diselenggarakan secara back to back di Bangkok, Thailand pada tanggal 5-8 November 2018 yang lalu.
Pada pertemuan ASEAN MTWG ke-37 ini, Delegasi Republik Indonesia terdiri dari perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan serta perwakilan dari Kementerian Luar Negeri. Adapun yang bertindak sebagai Ketua Delegasi Indonesia adalah Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko.
Capt. Wisnu mengatakan, bahwa salah satu agenda dari ASEAN MTWG ke-37 ini adalah terkait perkembangan dari pengimplementasian Rute RoRo Dumai-Malaka ini merupakan Pilot Project untuk ASEAN Single Shipping Market (ASSM). Pada pertemuan ini, Wisnu menyampaikan bahwa Indonesia telah melakukan pembahasan intensif terkait persiapan pengoperasian RoRo Dumai-Malaka ini sejak diselenggarakannya 2nd Join Task Force Meeting di Pekanbaru, Indonesia pada bulan September tahun 2018.
Capt. Wisnu beranggapan bahwa Rute RoRo Dumai-Malaka ini sangat potensial dan bermanfaat, khususnya untuk para eksportir di wilayah Dumai jika dilihat dari volume perdagangan Indonesia-Malaysia khususnya di kawasan Dumai-Malaka yang lebih banyak dibandingkan dengan Bitung-Davao/Gensan.
Adapun dalam pengimplementasiannya, RoRo Dumai-Malaka ini dapat mengambil banyak pelajaran dari implementasi RoRo Bitung-Davao/General Santos. Walaupun telah terbentuk konektivitas angkutan darat antara Malaysia dan Thailand dalam mendukung perdagangan lintas batas, namun demikian masih ditemui beberapa kendala terkait pelayanan bea cukai ataupun perizinan, khususnya di perbatasan Malaysia Utara dan Thailand Selatan.
“Hambatan yang sama juga mungkin saja terjadi antara Indonesia dan Malaysia dalam implementasi RoRo Dumai-Malaka. Misalnya dalam hal birokrasi lintas batas yang rumit, SOP Customs, Immigration, Quarantine and Security (CIQS) yang belum jelas, dan belum adanya peraturan yang mengatur tentang transportasi darat yang belum terharmonisasi dan belum berstandar,” jelas Wisnu.
Sementara untuk kesiapan pelabuhan, terdapat beberapa pilihan dermaga terminal penumpang yang akan digunakan, yaitu dermaga A yang dikelola oleh PT. (Persero) Pelindo I Cabang Dumai atau menggunakan Terminal Bandar Sri Junjungan yang dikelola Pemerintah Kota Dumai, yang hasilnya nanti akan ditentukan melalui assessment terhadap kemampuan fasilitas dermaga dan terminal.
“Begitupun dengan kesepakatan digunakannya SOP CIQS yang akan diterapkan oleh Indonesia dan Malaysia di masing-masing pelabuhan. Pemerintah telah meminta agar masing-masing Kementerian/Lembaga di Indonesia menyampaikan tentang SOP masing-masing,” tambah Wisnu.
Wisnu menuturkan, PT. ASDP telah menyiapkan dua unit kapal ferry yang disesuaikan dengan spesifikasi Terminal A Pelindo I, yaitu KMP. Jatra I dan KMP. Jatra II.
Implementasi konektivitas laut RoRo rute Dumai – Malaka ini, menurut Wisnu rencananya akan diresmikan pada kuartal 1 tahun 2019 dengan diawali penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Malaysia, sambil kedua Negara mempersiapkan kesiapan infrastruktur dan regulasi, antara lain terkait pengaturan tentang CIQS, ketentuan dan aturan tentang kendaraan truk, kendaraan pribadi, dan kendaraan komersil (bus pariwisata) untuk penumpang dan barang bawaannya atau kargo.
Sedangkan untuk RoRo Bitung-Davao/General Santos, Wisnu menjelaskan bahwa berdasarkan kesepakatan di BIMP EAGA Strategic Planning Meeting ke-11, Indonesia dan Filipina telah sepakat untuk mengaktifkan kembali jalur RoRo Bitung-Dumai/General Santos, dengan menghidupkan kembali team task force, mengkaji alternatif kapal, serta bekerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk mengeksplore kembali komoditi yang akan diperdagangkan.
Lebih lanjut, pada agenda pembahasan terkait Agenda Peningkatan Kapasitas 47 Pelabuhan di wilayah ASEAN, Wisnu mengungkapkan bahwa terdapat 14 Pelabuhan di Indonesia yang telah ditunjuk sebagai designated port atau Pelabuhan Percontohan yang harus meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam pengaturan Pelayanan Pelabuhan.
“Pada pertemuan tadi, saya telah memberikan update informasi perkembangan peningkatan efisiensi dan efektivitas 14 pelabuhan, antara lain Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, Tanjung Emas, Bitung, Balikpapan, Dumai, Pontianak, Panjang, Palembang, Banjarmasin, Sorong, dan Jayapura,” ungkap Wisnu.
Sedangkan terkait dengan konektivitas, pada pertemuan tersebut, Wisnu juga memberikan paparan singkat terkait tol laut yang ada di Indonesia, antara lain tentang tujuan tol laut, kapal-kapal yang telah dibangun untuk mendukung tol laut, seperti kapal dari Pelabuhan Tanjung Perak menuju ke Pelabuhan-Pelabuhan di wilayah Timur Indonesia.
Adapun terkait dengan infrastruktur Darat, pada pertemuan tersebut Wisnu memberikan update informasi terkait project Indonesia untuk menghubungkan Pelabuhan-Pelabuhan Laut dengan cara mengembangkan proyek konstruksi jalan tol, antara lain Sumatera Toll Road Project, Tebing Tinggi-Prapat-Kuala Tanjung Toll Road Manado-Bitung Link, dan Balikpapan-Samarinda Toll Road.
“Salah satu koridor dari proyek Sumatera Toll Road nantinya akan membentang sepanjang 135km menghubungkan Pekanbaru dan Dumai. Konstruksi telah dimulai pada pertengahan 2016 yang lalu dan diharapkan akan selesai pada tahun 2019 ini. Proyek tol ini diharapkan dapat mendukung implementasi RoRo Dumai-Malaka pada tahun 2019 nanti,” beber Wisnu.
Adapun Tol Tebing Tinggi-Prapat-Kuala Tanjung diharapkan dapat mendukung terwujudnya Zona Ekonomi Khusus Kuala Tanjung dan juga mendukung Danau Toba sebagai destinasi wisata di wilayah Sumatera Utara. “Proyek ini terdiri dari konstruksi jalan sepanjang 143,5 km dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2019,” imbuh Wisnu.
Untuk meningkatkan konektivitas dan perkembangan perekonomian melalui implementasi RoRo Bitung-Davao/Gensan, Manado Bitung Link diharapkan dapat selesai pada tahun 2019. Konstruksinya sendiri sampai saat ini telah 40% selesai, yaitu sepanjang 15,96 km dari total 39,9 km. “Selain itu, kita juga berharap tol Balikpapan-Samarinda juga dapat diselesaikan pada tahun 2019 ini,” katanya.
Sebagai informasi, Pertemuan ASEAN MTWG digelar sebagai wadah untuk mengkoordinasikan pengimplementasian hasil dari Pertemuan ASEAN Senior Transport Officials Meeting (STOM) yang bertujuan untuk menjalankan program, proyek, dan kegiatan transportasi laut yang termasuk ke dalam Kuala Lumpur Transport Strategic Plan 2016-2025 (KLTSP). KLTSP adalah rencana induk strategis 10 tahun pada sektor transportasi ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan integrasi perekonomian regional.
Pada ASEAN MTWG, 10 Negara Anggota ASEAN akan berdiskusi lebih lanjut tentang kerjasama-kerjasama regional yang termasuk di dalam KLTSP, termasuk di antaranya Pilot Project untuk ASEAN Single Shipping Market (ASSM).
Di ASEAN MTWG, Negara-negara Anggota ASEAN akan bekerja sama dengan mitra dialog seperti China, Jepang, dan Republik Korea serta mitra internasional seperti Internasional Maritime Organisation (IMO) tentang masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama untuk meningkatkan konektivitas, efisiensi, keamanan, dan kesinambungan dalam transportasi laut di wilayah ASEAN.
Negara-Negara Anggota ASEAN akan secara bergantian setiap dua tahunan untuk menjadi Tuan Rumah dari Pertemuan ASEAN MTWG. Adapun untuk tahun 2018 dan 2019 Singapura akan bertindak sebagai Tuan Rumah.
(akn)