Perjalanan Pendiri Uniqlo Tadashi Yanai, Orang Terkaya di Jepang

Sabtu, 30 Maret 2019 - 08:15 WIB
Perjalanan Pendiri Uniqlo...
Perjalanan Pendiri Uniqlo Tadashi Yanai, Orang Terkaya di Jepang
A A A
JAKARTA - Bagi kalangan kelas menengah di Indonesia, brand pakaian Uniqlo sudah tidak asing lagi. Memiliki desain unik, seusai namanya, dan tentunya harga yang terjangkau dengan isi dompet kebanyakan khalayak.

Menyasar ceruk kelas menengah yang merupakan piramida besar sosial, membuat Uniqlo kerap menjadi pilihan masyarakat dalam berbusana. Strategi ini pun sukses menjadikan Fast Retailing--induk Uniqlo--menjadi pengecer pakaian terbesar di Asia.

Keberhasilan tersebut mendaulat sang pendiri, Tadashi Yanai, 70 tahun, sebagai orang terkaya di Jepang. Data Bloomberg menaksir kekayaan Yanai mencapai USD24,8 miliar. Jika dikonversi ke rupiah, nilai tersebut setara Rp353 triliun. Estimasi kurs Rp14.235 per USD.

Sebagai orang paling kaya di Jepang, Yanai memiliki rumah bernilai USD50 juta atau setara Rp711 miliar. Rumah ini memiliki area seluas 16.586 kaki persegi di hutan di luar Tokyo.

Juga sebuah rumah berharga USD74 juta di lingkungan Shibuya di Tokyo. Shibuya merupakan lingkungan eksklusif di ibukota Jepang yang hanya ditempati kalangan pejabat pemerintah dan CEO. Shibuya dikenal sebagai simbol status sosial di Jepang. Dan dua lapangan golf di Hawaii, Amerika Serikat, tempat dia menghabiskan waktu di setiap musim panas.

Namun tidak ada keberhasilan yang instan. Yanai membangun bisnisnya merentang 35 tahun, sejak 1984, kali pertama membuka toko Uniqlo. Kini, gerainya telah lebih dari 2.000 toko di 20 negara, termasuk Indonesia.

Fast Retailing pun berkembang dengan merek lain, diantaranya Theory, Comptoir des Cotonniers, dan J Brand. Pendapatan Fast Retailing pada Agustus 2017 mencapai USD16,9 miliar atau Rp240 triliun.

Dalam sebuah wawancara dengan Vault Magazine pada 2011, Yanai membeberkan kunci keberhasilannya. "Jika ingin berhasil adalah melayani semua orang. Uniqlo didesain untuk semua orang, baik itu kalangan miliarder, kelas menengah, dan kelas bawah," ujarnya.

Berikut perjalanan kehidupan orang terkaya di Jepang, yang disadur dari Business Insider, Jumat (29/3/2019).

Tadashi Yanai lahir pada 7 Februari 1949 di Ube, Prefektur Yamaguchi. Bakatnya sebagai pengusaha pakaian datang dari sang ayah, yang merupakan penjual pakaian. Sang ayah memiliki toko pakaian pria bernama Ogori Shoji. Tokonya berada di lantai pertama, sedangkan lantai kedua dipakai untuk tempat tinggal.

Namun di masa remaja, Yanai lebih memilih menimba ilmu di perguruan tinggi. Usai lulus dari Universitas Waseda dengan gelar bidang ekonomi politik pada 1971, ia memilih untuk bekerja di tempat lain. Yaitu menjual pakaian dan peralatan dapur di supermarket Jusco. Setahun kemudian, ia berhenti dan mulai bekerja untuk ayahnya.

"Pada awalnya saya termotivasi untuk bekerja. Tapi ayah meminta saya untuk bergabung. Mulanya saya merasa bosan karena seperti rutinitas tetapi akhirnya saya menemukan ini sebagai hal menyenangkan. Saya menyesal pernah mendapat pekerjaan di tempat lain," tukasnya.

Pada 1984, Yanai membangun Unique Clothing Warehouse di Hiroshima, yang nantinya disingkat menjadi Uniqlo. Beberapa tahun kemudian, ia mengubah nama perusahaan pakaian ayahnya menjadi Fast Retailing.

Perusahaan pun tumbuh cepat seperti namanya. Pada 1996, Yanai telah memiliki lebih dari 200 toko di seluruh Jepang. Dan produk paling populer yang mengangkat nama Uniqlo adalah jaket bulu yang dijual USD15 pada 1998. Diperkirakan satu dari empat orang di Jepang telah membeli jaket bulu Uniqlo pada tahun itu.

Antara tahun 2013 hingga 2018, ekspansi perusahaan Yanai terus berkembang pesat. Fast Retailing sekarang merupakan pengecer pakaian global terbesar ketiga, setelah H&M dan Inditex, perusahaan induk Zara, menurut MoneyWeek.

Berada di peringkat ketiga dunia, Yanai tidak ingin berpuas diri. Ia ingin Fast Retailing menjadi pengecer pakaian terbesar di dunia. Yanai selalu menyebut H&M dan Zara sebagai pesaing terbesar. Dan kepada Forbes Asia, ia menargetkan pendapatan perusahaan mencapai USD29 miliar pada tahun 2020.

Untuk mencapai kampiun, Yanai memadukan strategi konvesional dan digital. Ia ingin melebarkan jaringan tokonya di India, Vietnam, Denmark, dan Italia pada tahun ini. Selain itu, penggunaan kecerdasan buatan di toko-tokonya untuk meningkatkan pengalaman berbelanja pelanggan.

"Informasi dan inovasi digital akan menentukan pemenang. Dan disitulah kami harus berada," tegasnya.

Beberapa tokonya dilengkapi aplikasi kios UMood, sebuah kecerdasan buatan yang bisa menunjukkan kepada pelanggan beragam produk dan mengukur reaksi konsumen terhadap warna dan gaya melalui neurotransmitter.

Dengan reaksi dari konsumen, maka kios UMood akan merekomendasikan produk kepada pelanggan. Sistem ini dianggap bisa mengetahui bagaimana selera pelanggan akan setiap item produk pakaiannya.

Tidak hanya itu, tahun 2018 kemarin, Uniqlo meluncurkan toko GU Style Studio, toko khusus tempat pelanggan bisa mencoba pakaian dan memesan secara online untuk pengiriman nanti, menurut Japan Times.

Untuk melangsungkan kerajaan bisnis fashionnya, seperti saat dia muda, Yanai mulai melibatkan kedua puteranya dengan masuk di dewan direksi Fast Retailing.

"Saya harus menyiapkan tata kelola perusahaan untuk melanjutkan bisnis ketika saya absen. Meski tidak berarti mereka akan mengambil alih perusahaan. Mereka harus belajar," ujar Yanai ketika mempromosikan kedua puteranya pada Oktober 2018.

Kedua puteranya, Kazumi Yanai dan Koji Yanai, memulai karir dari bawah, hingga wakil presiden senior di Fast Retailing, sebelum dipromosikan ke dewan direksi.

Pada 2017, Yanai mengatakan kepada Nikkei Asian Review, bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai presiden Fast Retailing ketika berusia 70 tahun, namun tetap sebagai ketua.

Melewati Februari 2019 hingga sejauh ini, belum ada pengumuman resmi tentang pengunduran diri Tadashi Yanai sebagai presiden perusahaan atau siapa yang akan menggantikannya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0587 seconds (0.1#10.140)